Arinda
aku sempatkan diri untuk merapikan pakaian dan riasan sederhanaku. ini interview pertamaku di sebuah hotel bintang lima di bandung. setelah sempat break satu semester kuliah, akhirnya aku berhasil lulus dua bulan yang lalu. interview kerja kali ini agak sedikit membingungkan karena aku sebenarnya melamar posisi marketing, tapi pihak HRD malah memintaku interview sebagai asisten pribadi salah satu direksi.
"mba Arinda Putri, silakan masuk."
entah perasaan apa yang hinggap di dadaku. rasanya deg-degan. mungkin karena ini interview kerja pertamaku. kulangkahkan kakiku yang terbalut highheels setinggi 7cm ke arah sebuah ruangan yang ditunjuk oleh sekretarisnya. sebuah ruangan dengan ornamen penuh dengan warna hijau dan coklat. sebelumnya aku pernah browsing tentang hotel ini. jaringan Hotel Prima adalah hotel yang menyuguhkan suasana alami disetiap sudutnya. ruangan direksi itu berukuran sekitar 10 x 10 m atau mungkin lebih besar dari rumah yang kutinggali saat ini. aku berdiri di hadapan sebuah meja jati besar yang tampak kokoh. kursinya masih kosong. sebuah laptop sepertinya sedang memutar sebuah lagu barat yang sangat ku kenal, lagu era 80's, "the actor- MLTR". sepertinya direksi yang satu ini seumuran dengan almarhum ayah. sama-sama suka lagu MLTR. aku tersenyum mengingat ayah sambil tak sengaja bersenandung pelan mengikuti lirik lagu tersebut.
tak lama terdengar suara langkah kaki ke arahku dari belakang. jantungku langsung berdegup kencang.
"Nona Arinda silakan duduk."
tanpa menoleh ke belakang aku langsung duduk di hadapan meja kerja tersebut. laki-laki itu pun ikut bergegas duduk di kursinya.aku menunduk sejenak membaca beberapa doa, lantas mengangkat wajah dan melihat bahwa direktur hotel ini ternyata masih muda. dia tersenyum padaku. senyum yang rasanya tidak asing bagiku. mirip dengan seseorang yang kukenal, tapi tidak mungkin. laki-laki dihadapanku begitu tinggi, dewasa, dan berparas tegas. dia tersenyum padaku sambil melipat tangan didepan dadanya.
"Apa kabar nona Arin?"
"ba-baik pak.." jawabku ragu
"apa kamu benar-benar tidak mengingatku?"
dadaku berdebar tak karuan. apa hanya perasaanku saja ataukah memang benar dia adalah..
"Aruna Wijaya. putra dari Athala Prima Negara. direktur utama hotel ini."
aku mendekap mulutku dengan refleks. itu benar-benar dia. mana mungkin. Aruna yang ku kenal adalah mahasiswa biasa bukan seperti sosok yang ada di hadapanku kini. tapi ada yang berbeda dibalik senyumnya. seolah-olah ada kebencian dimatanya yang menusuk pandanganku.
"tidak mungkin. Aruna tidak .."
ucapku terbata-bata"Aruna yang kamu kenal tidak sekaya aku. tidak bisa mengajakmu keliling kota dengan mobil mewah seperti yang pacar-pacarmu lakukan. tapi yaaa inilah aku."
aku masih terkejut dengan ucapannya. aku hanya bisa diam sedangkan dia beranjak dari tempat duduknya dan keluar dari ruangan itu. ruangan menjadi serasa lebih sunyi. hanya suara lantunan lagu MltR yang masih terdengar pelan..
"I'm not an actor I'm not a star
and I don't even have my own car
But I'm hoping so much you'll stay
that you will love me anyway.."tiba-tiba pikiranku terbayangkan kejadian setahun yang lalu. titik pangkal berubahnya kehidupanku menjadi seperti saat ini.
1 tahun yang lalu..
aku benar-benar merasa bodoh. mengapa bisa aku memilih Joe yang jelas-jelas brengsek. Aruna sudah berbaik hati mengizinkanku tidur di tempatnya. sedangkan dia hanya tidur di sofa tamu. bodoh! bisa-bisanya aku malah mengingat Joe saat berciuman dengan Aruna. entah apa yang membuatku gila saat itu malah mencumbui Aruna, mungkin efek minuman keras di klub tadi malam, atau aku memang menginginkannya.
aku pulang tanpa berpamitan terlebih dahulu pada Aruna yg sudah tertidur di sofa. rumahku seperti biasa, kosong. Ayah yang seorang anggota dewan memang jarang ada dirumah, sedangkan ibu sudah meninggal sejak 2 tahun yang lalu.
pagi harinya aku bangun dengan kepala pusing dan mual. awalnya aku kira hanya masuk angin atau efek minuman tadi malam, tapi aku tiba -tiba menyadari satu hal. aku telat haid 2 minggu. keringat dinginku bercucuran di kening. aku beranikan diri mencoba testpack yang baru saja kubeli dari minimarket disebrang.
dua garis. positif. Joe!!! aku menangis sejadi-jadinya. meneriakan nama mama sekencang-kencangnya.
dua bulan setelahnya Ayah mengetahui kehamilanku. Ayah terkena serangan Jantung dan meninggal keesokan harinya. aku yang terpukul atas kematian Ayah dan kehilangan semua harta benda kami karena ternyata ayah punya utang yang cukup besar pada rekan kerjanya sehingga menyita semua aset kami. aku yang sebatang kara, hanya hidup dari bulanan tunjangan pensiun gaji Ibu yang merupakan seorang guru SMP. tak seberapa, tapi setidaknya bisa mencukupi makananku sehari-hari. awal kehidupan yang sulit membuatku mengalami depresi, dan keguguran.
aku menghilang dari pergaulan kampus. tak sedikitpun kabar ku dengar tentang Aruna. padahal semestinya dulu dia adalah sahabat terbaikku. mungkin dia masih marah dan sakit hati karena kelakuanku dulu. setelah kemudian aku memutuskan untuk menyelesaikan kuliahku yang hanya tinggal skripsi dan sidang. hingga akhirnya aku baru saja lulus bulan lalu dan mencoba peruntungan mencari pekerjaan melamar kesana kemari.
Lamunanku seketika buyar saat Aruna kembali datang dan duduk didepanku lagi. tak terasa air mataku menetes begitu saja. sekilas aku menatap wajahnya yang sedikit terkejut. ku seka mataku kemudian mencoba tersenyum padanya. Aruna sekarang adalah orang lain. Boss ku.
"hmm.. silakan keluar, tanyakan bu dian apa saja pekerjaanmu. meja kerjamu di ruangan sebelahku. kamu bisa kerja mulai hari ini kan? ini nomor handphoneku. aku ada urusan sebentar, baru bisa balik jam makan siang."
aku mengangguk lesu menerima secarik kertas berisi nomor handphonenya. tulisan tangan Aruna. yang begitu aku kenal..
-----
author
please vote and comment!!! thank youuu..
"
KAMU SEDANG MEMBACA
ARUNA
ChickLitaku tak pernah mencarinya.. dia datang begitu saja memporakporandakan perasaanku.. sequel kedua dari "A untuk Anakku"