ch 9

5.3K 340 3
                                    

Aruna

sejak makan siang dua hari yang lalu, Arin mulai berubah menjadi lebih sering tersenyum. dia masih memanggilku 'Pak' dihadapan orang lain, tapi saat diruanganku atau berdua dia memanggilku Runa. kemajuan pesat bukan? hehehe

hari ini mama mengundang Arin juga untuk ikut ke bogor. katanya sih mau ngajakin barbeque-an. tapi kayanya ada maksud lain dibalik itu semua. kalau kata Atalya, mama udah ngebet pengen lihat Kak Runa bawa pacar kerumah. terserah apapun alasan dan rencana mama, aku dengan senang hati akan mengajak Arin. Bandung-bogor bukan perjalanan sebentar, setidaknya bisa jadi kesempatan ngobrol sama Arin. kan gak mungkin juga dia cuma tidur di mobil padahal aku sibuk nyetir.

"Rin.. kamu mau mampir dulu gak ke rest area? barangkali laper atau mau pipis gitu?"

"gak ah. nanti aja di rumah kamu. nanggung lagi, bentar lagi juga nyampe kan? lagian koq nanyanya itu mulu gak kreatif ah.. haha"

"hehehe iya sih. yaudah langsung ke rumah aja ya.."

rencana tinggallah rencana. aku kebingungan mengajak ngobrol Arin. entah grogi atau apalah. pertanyaanku cuma sebatas nanya mau mampir ke rest area atau nggak. sisanya dia ternyata cuma tidur dan main hape. aaarghhh...

Arin masih tertidur dengan hp yang masih on layarnya menampilkan games "Hungry shark". aku sempat mengambil foto saat dia tertidur. Arin yang selalu cantik dimataku, bahkan dengan riasan sederhana seperti itu.

"Rin.. hoiii.. bangun.. udah nyampe.."
aku sedikit mengguncangkan pundaknya.

" eh iya.. maaf ya ketiduran.."
jawabnya singkat.

"yuk..turun.."

kali ini aku bisa bergegas membukakannya pintu lalu dengan segera menggandeng tangannya. walau sempat menarik diri, aku nekat tetap menggandengnya.

"ih Runa apaan sih.."

"husssh.. disini kamu tanggung jawab aku. jangan sampe nyasar atau diculik.."

"hehehe.. iya sih rumah kamu gede banget, tapi kan gak gitu juga, Aruna.. tapi yaa,, terserah dah.."

"seenggaknya kamu kan jadi ketawa.. kalo kamu ketawa atau senyum, kamu tuh cantiknya jadi berlipat ganda."

"haiss.. asem banget gombalan kamu.. hahaha"

Arin tertawa lepas, rasanya lelah nyetir tiga jam hilang semua..

Arinda

sebutlah ini sebagai sebuah kenekatan, aku mulai larut dalam pesonanya Aruna. aku tahu betul dia sedang berusaha mendekatkan dirinya denganku, tapi aku masih merasa belum layak bersamanya. aku yang saat ini bukan siapa2, hanya asisten dalam pekerjaan. tapi bagaimanapun juga aku wanita biasa yang bisa tersipu saat dia menatapku, bisa geer saat dia memujiku, dan bisa tersenyum sepanjang hari jika dia menggandeng tanganku seperti kali ini.

dari halaman yang begitu besar, rumah bercat putih ini tampak begitu asri. mungkin karena ini di bogor, banyak hujan, jadi pohon-pohon bisa tumbuh subur dimana-mana.

"haaaii kakak.. akhirnya dateng juga.. tuh bantuin Ayah bikin sate. dari tadi gak beres2 keburu laper. eh kakak cantik juga ikut, selamet kan kak dibawa ngebut sama kak Runa? gak mabok kan? hahaha"

aku hanya menggeleng sambil menahan tawa. gadis ini, Atalya yang pernah ketemu di kantor. dulu jutek banget, sekarang malah ramah luar biasa.

"kamu berisik bgt dek. mana mama sama ayah? kakak laper banget belom sarapan."

"lah kamu belom sarapan? kenapa gak bilang, kan kita bisa sarapan dulu di rest area.eh atau jangan2 dari tadi nawarin mampir ke rest area sebenernya kamu yang laper ya? " tanyaku pada Runa.

"hehehe. yaaa gitu deh.." Aruna hanya menggaruk kepalanya yang tidak gatal. dasar cowok, jaim banget mau bilang laper, malah pake pura2 nanya nawarin ke rest area. dasaar!!!

"yaa gitu deh mbaaa,, kalau mau jalan sama cewek cantik pasti malemnya kak Runa gak bisa tidur gara2 mikirin mba mulu. hahaha."

aku hanya tersenyum sambil mencuri pandang ke arah Aruna. wajah putihnya tampak bersemu merah, entah menahan malu padaku, atau menahan marah pada atalya.

"udah ah. yuk kita masuk Rin. mama pasti udah nunggu di belakang." Aruna kembali menuntunku ke arah halaman belakang. dari jauh sudah terlihat, sepertinya sosok Ayah dan Ibu Aruna yang tengah menyiapkan acara barbeque.

"Eh anak mama udah nyampe? gimana lancar perjalanannya?"

Aruna menyalami dan cium tangan pada kedua orang tuanya, dan mereka membalasnya dengan memeluk dan mencium kening Aruna. sebuah pemandangan indah dalam suatu keluarga yang sudah lama tak pernah ku lihat.

"Ayah, Mama. ini Arinda, temenku."

baru saja aku mengulurkan tangan, mamanya Aruna justru malah memelukku dan mencium pipi kiri dan kananku. sedikit terkejut memang, tapi aku bahagia atas sambutan keluarga Aruna.

"makasih ya Rin, berkat kamu Aruna jadi mau pulang." kata Mamanya Aruna

"lho koq berkat saya tante?"

"Aruna hampir 3 bulan belum pulang ke bogor. kasian mamanya kangen tuh, tapi anaknya gak peduli, keasyikan kerja."
Ayah Aruna ikut menjawab. Mamanya cuma tersenyum.

"Ma, Andra mana ma?" tanya Aruna.

"lagi les kumon. bentar lagi juga pulang. Nah tuh Andra..! "

aku ikut menoleh ke arah yang ditunjuk Mama Aruna. seorang anak kecil berusia 5-6 tahunan sedang berlari kecil ke arah Aruna.

"Kaka Luna..Anda kangen.." Andra langsung melompat ke dalam gendongan Aruna.

"Kakak Runa juga kangen banget sama Andra. Andra makin berat aja. Kakak jadi laper ni. kakak mau nyari makanan dulu di dapur ya. Andra ikut gak?"

"ayoo.."

baguuuss.. Aruna meninggalkanku dengan orang tuanya. mati kutu rasanya.

"Arin duduk dan minum dulu aja. barangkali masih cape, nanti bantuin tante nyiapin makanan ya.."

"iya tante..makasih.."

baru saja aku duduk di dekat mama Aruna, datanglah seseorang..

"Tanteee!!! Ooooomm!!! Shalom mau ngenalin calon tunangan nie. wah sekalian numpang makan nie kayanya.."

Mama dan Ayah ikut menoleh ke arah datangnya suara.

"ih shalom ternyata udah gede ya yah. padahal baru kemarin rasanya ngekor terus sama Aruna. sekarang udah mau nikah ternyata. "

gadis itu tinggi semampai, menggunakan dress selutut tanpa lengan bermotif bunga2 warna pastel. tak lama muncul seorang laki-laki yang digandengnya berjalan ke arah orang tua Aruna. dan laki-laki itu ternyata...... Joe...

ARUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang