ch 11

4.8K 354 3
                                    

Arinda

acara di rumah Aruna memang menyenangkan, minus pertemuanku dengan Joe. aku baru saja tiba di kontrakanku sekitar pukul 8 malam ketika kudengar ada yang mengetuk pintu kontrakanku.

"iya bentaaar.." teriakku.

betapa terkejutnya ketika pintu kubuka, ada Joe berdiri di depanku.

"ma--mau apa kamu?"
aku berusaha menutup pintu, namun sia-sia, Joe terlalu kuat.

"Please Rin.. kasih aku waktu sebentar aja.."

aku menelan ludah, antara takut, dan bingung.

"5 menit! gak lebih!"

Joe menyeruak masuk lalu duduk di ruang tamu dengan kursi seadanya.

"aku minta maaf atas semua kekhilafanku. aku benar-benar merasa bersalah. aku,,, aku minta maaf Rin.."

"kalau hanya untuk minta maaf, aku sudah memaafkanmu."

"ku mohon,, beri aku kesempatan untuk bertanggung jawab Rin. selama ini aku dihantui perasaan bersalah padamu dan anak kita. kembalilah padaku Rin, aku akan membahagiakanmu, aku tak akan menyakitimu lagi.."

"memaafkan bukan berarti melupakan. dan aku tak butuh pertanggungjawabanmu!"

"ku mohon Rin, satu kesempatan saja Rin!"

"kamu terlalu banyak meminta, sedangkan satu saja permintaanku dulu, kamu sama sekali tak bisa penuhi. lebih baik kamu pulang. lupakan semuanya. hiduplah masing-masing, aku sudah cukup bahagia sekarang ini."

Joe tersenyum sinis,
"Apa karena anak milioner itu? aku juga bisa beri apapun yang kamu minta Rin!"

"cukup Joe. jangan pernah menghina sahabatku! pergi sekarang atau aku teriaki semua penduduk disini."

"ini belum selesai Rin!"

" semua sudah selesai sejak kamu mengusirku setahun yang lalu..!"

Joe dengan terpaksa berbalik pergi. dengan segera ku kunci pintu sebelum dia berubah pikiran dan kembali lagi.

Yaa Tuhan, kenapa Engkau harus mengirim Jovan lagi dalam hidupku..

---

Aruna

sesampainya di hotel aku benar-benar tidak bisa tidur. aku bingung bagaimana harus bersikap dengan Jovan. di satu sisi aku membencinya karena telah menghancurkan Arin, tapi di sisi lain dia sekarang tunangannya Shalom, sepupuku.

aku sebenarnya ingin menjauhkan Jovan dari Arin, kalau bisa menjauhkan Jovan dr Shalom. aku belum tau apakah Jovan adalah orang baik atau bukan. kalaupun Jovan harus bersama Shalom, setidaknya aku harus yakin dia tidak akan menyakiti Shalom seperti dulu dia menyakiti Arin. satu-satunya orang yang kupercaya untuk mencari tahu itu semua adalah Ayah. yupz,, aku harus menelpon Ayah, dia punya banyak cara untuk membantuku.

"assalamualaikum ayah.. mama udah tidur?hehehe.. Aruna butuh bantuan.."

"waalaikumsalam.. kamu tuh nelpon ayah kalo ada perlunya aja.. bantuin apa nie? bantuin ngelamar Arinda? mama udah ngebet tuh kayanya pengen punya cucu.. hahaha"

"yaelah yah,, mama tuh lebay,, masa iya aku masih imut-imut gini udah disuruh nikah.. "

"imut-imut koq udah naksir cewek cantik..! hahaha tenang aja, ini urusan pria, kalau mau curhat, ya curhat aja.."

Ayah emang keluarga terdekatku. walau dia bukan ayah kandungku, tapi dia bisa jadi ayah sekaligus sahabat karibku. kami punya rahasia-rahasia kecil yang bahkan mama tidak pernah tahu. misalnya, mancing. seringkali Ayah bilang pada mama akan mengajakku menemani perjalanan bisnisnya, padahal selama 3 hari 2 malam kami mancing di kepulauan seribu, kadang sampai di daerah lombok dan sekitarnya. tapi urusan wanita, Ayah adalah laki-laki paling setia. sedangkan aku? kenal baik dengan seorang wanita pun aku belum pernah. satu-satunya yang ku kenal dekat adalah Arin.

pembicaraan telepon kami panjang lebar, sekitar kurang lebih 1 jam. ujung pangkal cerita ini adalah aku minta ayah untuk menyelidiki tentang Jovan. saat ditanya alasannya aku berusaha untuk jujur, meski sedikit terkejut mendengar ceritaku tentang masalalu Arin, ayah memahami semuanya.

"kamu tahu? setiap orang mungkin memiliki masalalu yang begitu gelap sekalipun. tapi Tuhan pasti memberikan masa depan yang lebih terang. Tuhan tidak pernah dzalim pada hamba yang mencintai-Nya dengan tulus."

aku merenungi kata-kata Ayah.

"Ayah, sepertinya aku memang jatuh cinta pada Arin.."

kalimat itu terucap begitu saja dari mulutku. tanpa sadar, seketika. dan ayah hanya berkata,

"jika yakin, perjuangkanlah!"

*******

ARUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang