ch 13

4.6K 351 2
                                    

Arinda

aku berusaha bersikap biasa saja seolah-olah tak ada yg berubah. tapi tidak dengan Aruna, dia benar-benar mendiamkanku. instruksi pekerjaan hanya diwakili oleh sms, dan selembar post it. sudah dua hari ini dia seperti itu. apa salah dengan jawabanku yang tidak membalas cintanya. semuanya terasa terlalu cepat bagiku. bagiku Aruna memang spesial, dari dulu dia selalu mampu menjadi sahabat terbaikku. dia selalu tulus menemaniku. sejujurnya kalimat terakhirnya yang mengungkapkan bahwa aku tak pernah menganggap dia ada, itu salah besar. aku selalu membutuhkannya, selalu menyenangkan bersamanya. tapi aku ragu tentang perasaanku sendiri. apakah ini perasaan sebatas sahabat atau lebih dari itu..

aku datang telat ke kantor karena semalaman tidak bisa tidur memikirkan itu semua. tampak Bu Dian sepertinya sedang sibuk di mejanya, padahal ini baru jam 8 pagi.

"met pagi bu dian, sibuk banget kayaknya." sapaku

"eh hai pagi juga Rin. ini lho si boss,, kenapa gak minta kamu aja yang urus ga, ini malah aku yang disuruh ngurus penerbangan dia ke England."

Hah? Aruna mau ke Inggris tapi gak bilang aku dulu???

" Pak Runa gak bilang koq bu kalau mau ke Inggris. emang rencananya mau berapa lama disana?"

"padahal kamu asisten pribadinya Rin, koq gak bilang ya. mungkin dia sungkan kali sama kamu. gak tau berapa lama disana. cuma kayanya gak bakal sebentar deh. denger-denger dia mau kuliah lagi."

aku cuma bisa menelan ludah mendengar penjelasan bu dian. kuliah lagi, bisa sampai 2 tahun atau lebih dong ya.

"terus kalau pak Runa tinggal di sana, hotel sama siapa dong bu?"

"katanya bakal dipegang lagi sama pak Athala. cuma belom ada kepastian juga."

aku mengangguk sedih lalu berjalan ke ruangan Aruna. aku menatap meja kerjanya dari tempat dudukku. kenapa dia pergi begitu saja tanpa pamitan padaku. apakah dia masih marah tentang jawabanku beberapa hari yang lalu?

---

Aruna

"kakak bangun! kata mama udah siang, ayo sarapan!"

sudah dua hari ini aku dibangunkan suara cempreng Andra setiap pagi. saat ini aku menginap dirumah mama, aku butuh ketenangan. walau ujung2nya cuma jadi supir buat Andra sekolah atau mama yang mau diantar kesana kemari.

"iyaaa bentarr.. kakak mandi dulu.."

"oke.. Andra tunggu di bawah yaaa..."

alih-alih hendak bangun dan pergi ke kamar mandi, aku malah kembali menutup selimut dan memeluk guling. bahkan untuk mematikan ac kamar pun aku malas setengah mati.
rasanya baru ku pejamkan mata 5menit yang lalu saat kurasakan ada seseorang yang menarik selimutku.

"Runaaa.. bangun! ini udah jam 9 siang.. kamu ini sekalinya pulang kerjaannya cuma tidurrr aja.. cepetan bangun!"

aku pun terpogoh-pogoh bangun ke arah kamar mandi. kata-kata mama ibarat sebuah instruksi militer bagiku.

"anak bujang koq layu gitu kayak baru ditolak cintanya."

aku yang hampir sampai di pintu kamar mandi langsung berbalik mendengar omelan mama tadi.

"koq mama tau?"

"yaelah,, udah sono mandi dulu! nanti kita obrolin di bawah beres kamu sarapan!"

---

"jadi kamu masih gak mau cerita alasan kamu yang tiba-tiba pengen lanjutin kuliah ke Inggris?" tanya mama

aku masih diam, pura-pura sibuk dengan handphoneku.

"jangan jadikan ini sebagai pelarian kamu Na.. Ayah gak pernah ngajarin kamu untuk jadi pengecut, baru ditolak satu kali aja langsung kabur."
tambah Ayah

"ih ekstrim banget Ayah kata2nya.."
jawabku ngeles

"hahaha.. yaudah coba ceritain gimana alurnya sampe kamu nekat pengen kabur begitu. kalau belum cerita, mama minta semua proses keberangkatan kamu dibatalkan!" kata mama

dengan sedikit enggan aku mulai bercerita. sebenarnya aku bukan anak manja yang gampang cerita atau ngadu tiap ada masalah, tapi karena mama adalah komandan di rumah ini, jangan coba-coba cari masalah. ingat, surga itu di bawah telapak kaki ibu!

bla bla bla...

"udah gitu doang?" tanya mama

"hahaha... anakmu tuh ma,, baru ditolak udah begitu, apalagi Ayah dulu ditinggal kawin sama mamamu. awww,, ih mama gak usah nyubit gitu deh.." kata papa yang akhirnya harua meringis sakit gara2 tangannya dicubit mama. dan aku benar-benar tahu sakitnya cubitan mama, karena dulu kalau aku malas sholat shubuh, mama pasti dengan senang hati mencubit kakiku.

"terus Runa musti gimana? ogah ah balik lagi ke bandung." tanyaku

"yaudah, berhubung semuanya udah disiapin buat ke Inggris, jadi mendingan kamu berangkat aja. cari short courses dulu, kalau betah bolehlah diterusin kuliahnya. anggap aja liburan.."

"mama udah nitip pesen ke temen mama di London dan Cambridge. siapa tahu kamu minat kuliah disana. walau sebenernya mama lebih suka kamu kuliah di Indonesia aja."

aku mengiyakan saran ayah dan mama terlepas nantinya aku mau kuliah atau kerja disana. setidaknya aku punya 1 bulan untuk menjauh dari Arin.

"terus,, hmmm... masalah Arin?"
tanyaku ragu2, mama dan Ayah hanya tertawa meledekku.

"urusan cinta kamu yaa itu urusan kamu. kalau jodoh gak akan kemana.."
jawab Ayah disertai anggukan mama.

ARUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang