ch 6

5.8K 378 6
                                    

"tidak ada penantian yang sia-sia. setidaknya sudah melatih rasa sabar kita.."

Aruna

sudah seminggu berlalu sejak kejadian Arin menangis waktu itu, tapi dia sama sekali belum berubah. sikapnya masih kaku terhadapku. sebenarnya aku ingin memperbaiki situasi ini. bagaimanapun juga Arin pernah menjadi sahabatku dan masih menjadi satu-satunya wanita yang bisa memenangkan perasaanku. berkali-kali aku mencoba mengajaknya bicara sebagai teman, tapi rasa gengsi masih menguasaiku.
ya sudahlah, kita lihat nanti saja.

aku baru saja keluar dari lift ketika aku memergoki salah satu karyawan pria di tempatku sedang berbicara pada Arin. aku berhenti sejenak,bersandar di dinding 15 meter dari posisi mereka, untuk mencoba mencuri dengar dari perbincangan itu

"Rin, makan siang bareng yuk. tapi kita makan siang diluar aja. bosen kalo makan siang disini." ujar laki-laki tersebut sambil menunggu jawaban dari Arin.

"hmm gak tau mas Rendra, saya masih menunggu Pak Runa balik ke kantor dulu."

ooh jadi namanya Rendra..

" yaaah Rin, cuma sebentar koq.. paling 20 menit aja.."

wah gak bener ini mah...

"duh gimana ya mas.."

akhirnya aku menghampiri mereka.

"Rin. saya tunggu diruangan saya. bawa laporan yang saya minta kemarin.." perintahku tegas sambil berjalan masuk ke ruangan.

Arin tampaknya langsung bergegas membawa beberapa dokumen dan langsung mengikuti langkahku.

"ini pak laporannya. ada lagi yang perlu saya kerjakan?" tanya Arin ketika aku sudah duduk di meja kerjaku.

"hmm.. kamu makan siang sama saya ya hari ini.. "
ungkapku sambil membaca dokumen yang baru saja ku terima. sebenarnya bukan benar-benar membaca, hanya berusaha mengalihkan pandangan dari mata Arin.

"hah?! eh.. ehmm baik pak.." jawab Arin ragu-ragu

Pak?!
Aku menghentikan akting membacaku, lalu menatap Arin dengan tegas.

" Aruna. atau cukup panggil aku Runa kalau kita sedang berdua."

alih-alih akan berkomentar namun urung, dia hanya menatapku dengan ekspresi terkejut dan tanda tanya.

"baik.." itu saja jawabannya dan Arin langsung keluar dari ruanganku. arrggghh.. benar-benar membuatku frustasi. masih 30 menit menuju jam makan siang, tapi kuputuskan untuk makan siang lebih awal.

"yuk Rin. berangkat sekarang."
ajakku.

"belom jam 12 kan?" tanya Arin bingung.

"bandung macet. ayo buruan."

selama perjalanan Arin lebih banyak diam atau hanya main handphone doang. setelah 40menit perjalanan, bukan karena jauh, tapi karena macet, akhirnya kami tiba di The Valley Bistro Cafe. kafe ini ada di daerah dago atas jalan lembah pakar timur no 28. ini kafe favoritku kalau lagi pengen sendiri. kalau petang atau malam, kita malah bisa melihat hamparan kota bandung dengan kerlipan lampunya. jangan tanya suhu udaranya, dingin dan berangin.
selain kafe, The Valley juga memiliki penginapan yang nyaman bagi tamu-tamu luar kota yang berniat buat ngadem. sebenarnya kafe ini milik om Rizal, tapi sekarang dikelola oleh Shalom, anaknya yang juga sepupuku.

"kita lunch disini gak apa2 kan?"

"oke."

baru saja aku turun dan berniat membukakan pintu untuk Arin, eh dia udah turun duluan. ya sudahlah..

"kamu sering kesini Rin?"
aku mencoba untuk membuka pembicaraan.

"dulu.. "
jawabnya singkat

"kamu gak mau cerita sama aku tentang apa yang terjadi setahun ini?"
sebenarnya aku ragu-ragu saat menanyakan hal ini, tapi mungkin inilah waktu yang tepat untuk memperbaiki semuanya.

"banyak." lagi-lagi jawaban singkat. tapi pandangan Arin kini menatapku.

"aku punya banyak waktu untuk mendengar ceritamu. kita mulai lagi dari awal."
refleks kupegang tangannya yang ada di atas meja. mencoba meyakinkannya dengan pandangan lurus menatap matanya. namun tak lama, Arin menarik tangannya.

"kita makan dulu ya. aku lapar."

tak ada sedikitpun kata Arin ucapkan ketika makan berlangsung, padahal aku sudah kehilangan selera makan sejak Arin menarik tangannya dari genggamanku.

"kakak!"

saat aku menoleh ke belakang ternyata Andra, adikku yang berusia 5 tahun sedang berlari ke arahku.

"lho, adek sama siapa? koq bisa ada di bandung sih?"

ku peluk andra, sambil mataku menjelajah mencari sosok Mama atau siapapun itu yang kukenal.

"Eh kakak. koq bisa ketemu disini ya.. padahal Mama baru aja mau ke hotel.."

yupz.. Mama ku ada di bandung, kebetulan yang mengejutkan karena aku sedang makan siang dengan Arin

"mama sama siapa kesini?" aku bertanya seadanya. jujur saja aku benar2 gugup, dipergokin mama lagi makan siang sama perempuan, itu artinya aku bakal diberondong pertanyaan abis-abisan.

"Mama berdua aja sama Andra, mau nengokin kamu, penasaran sama ceritanya Atalya. eh ternyata mama gak usah nanya-nanya udah dapt jawaban." mama menoleh ke arah Arin sambil tersenyum. yang jadi target membalas senyumannya dengan sedikit salah tingkah.

"oia,, kenalin Ma, ini Arin. asistenku di kantor."
dengan sedikit kikuk Arin menyambut uluran tangan Mama untuk bersalaman. tapi lebih dari itu, mama juga malah memeluk Arin. membuat Arin makin salah tingkah.

"salam kenal nak Arin. kamu hebat ya bisa tahan jadi temennya Aruna. sabar ya.. hahahah"

dasar ibu-ibu.. mulai deh comel masalah ini itu..

"hmm.. mama makan dulu gih sama andra. nanti sore aku jemput."
ujarku sedikit sewot

"oh iya. mama makan dulu ya sayang. nanti mama langsung pulang koq ke bogor lagi.. gak ush repot.. yuk nak Arin.. dah sayang.."
ucap mama sambil terakhir mengecup pipi kiri dan kananku. mungkin bagi sebagian orang, tindakan mama so sweet banget, tapi kadang aku merasa risih, aku kan udah gede, masa iya masih di cupiki cupika di depan publik, malu ih..

"oia, weekend ini nak Arin diajak juga ya Runa. mama mau bikin barbeque di rumah. nak Arin harus ikut ya.."
ungkap mama sambil berlalu ke arah mejanya. Arin hanya tersenyum dan mengangguk dengan sopan dan kikuk.

"maaf ya Rin,, mama aku emang gitu. lebay. maklum mama belom pernah lihat aku jalan sama cewek selain Atalya atau sama mama. hehehe"

aku menggaruk-garuk kepala yang tidak gatal.

"mama kamu cantik.. dan sepertinya baik banget.."
ungkap Arin sambil tersenyum

"baik banget.. sangat baik.." ucapku bangga.

"oia, kamu mau kan nanti weekend dateng ke rumah?" tambahku

"bogor ya? jauh banget.."

"aku jemput ya.."

"tapiii... "

"jangan nolak undangan mama. bisa-bisa nanti aku digantung di pohon duren. please yaaa..."

tak apalah sedikit berbohong. mama emang jago bikin kesempatan dalam kesempitan.. haha

"hmm.. yaudah.."

" sipp.. nanti aku jemput jam 8 pagi ya.. sekarang kita balik ke kantor aja lagi ya.."

baru saja akan beranjak dari tempat duduknya, tak sengaja Arin menabrak seseorang yang tengah berjalan.

"Arinda???" sapa orang itu..

"maaf.." aku hanya memperhatikan ekspresi Arin yang pucat pasi melihat wajah orang itu. lantas dia bergegas menuju ke arahku dan langsung menggenggam tanganku, mengiring kami keluar kafe. meninggalkan orang yang ditabrak Arin tadi, masig terdiam dan pandanganya mengikuti langkah kami keluar kafe.

ARUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang