Chapter 22

123 5 2
                                    

Kinda lil bit short and very late update. Please forgive me:( but i already tried my best.

Happy reading!

*****

Zeva's

Segelas kopi hitam pekat tanpa gula yang biasanya begitu ampuh mengatasi ngantuk, entah kenapa untuk hari ini rasanya tak bereaksi seperti biasanya.

Sedari tadi kedua mata ini seakan ngajak ribut untuk tetap bertahan di depan layar komputer dengan bulatan terbuka sempurna, bukannya kriyep-kriyep seperti sekarang.

Ini semua gara-gara nonton drama korea semalaman suntuk sampe-sampe bisa lupa diri dan akhirnya begitu lihat jam... Jeng jeng udah jam empat subuh dan gue sama sekali belum tidur. Mata langsung merah apa lagi ditambah nangis gak ada berhentinya gara-gara itu drama.

"Ah ga kuat" gue akhirnya menelusupkan wajah ke dalam lipatan tangan dan memejamkan mata sejenak.

Semoga gak ada yang lihat, dan semoga juga gak ketahuan. Bisa berabe akibatnya kan kalo ketahuan, berani-beraninya tidur pas jam kerja.

Baru rasanya sedetik mejamin mata, tiba-tiba ada aja yang ganggu.

Dengan malas, tangan gue pun menyambar ponsel yang tergeletak di dekat komputer sementara gue masih bertahan di posisi yang sama.

Tanpa melihat siapa yang menelepon, ponsel itu langsung saja tertempel di telinga. "Hallo!" Nada ketus rasanya tak bisa untuk tidak keluar disaat seperti ini. Efek kesel. Mau tidur.

"Galak." Jawab suara di seberang sana yang gue sudah hafal betul siapa pemiliknya.

"Bacot."

"Udah makan?" Tanyanya.

"Males."

"Kenapa?" Tanyanya lagi.

"Males aja." Kemajuan kan nambah satu kata.

"Diet?"

"Ngga."

"Trus?"

"Males."

Terus mendengar jawaban gue yang mutar disitu-situ aja, si penelpon ini terdengar lelah sampai menarik nafas panjang.

"Turun sekarang, kita makan"

Kini giliran gue yang lelah dan menarik nafas panjang. "Dibilang males juga!"

"Oh berani ya? Mau, dikasih peringatan karena tidur pas jam kerja? Ayo turun, aku beliin ice cream!"

Dengan rasa kesal, akhirnya gue melakukan juga apa yang si tuan ini minta. "Iya iya bawel. Bye!" Kata gue sambil mematikan ponsel dengan kasar sebelum melangkah pergi.

Di bawah lobby, disana lah dia berdiri, terlihat sibuk dengan ponselnya.

Begitu berdiri dekat dengannya, sengaja gue tampar lengannya pelan dengan ponsel yang gue genggam, hanya agar perhatiannya tersita.

Mulutnya terbuka dan bergerak seakan bicara 'tunggu sebentar', tanpa suara.

Kan, tadi dia yang nyuruh buru-buru. Terus sekarang malah dia yang ngulur waktu. Kebiasaan.

Selagi menunggu Kala, gue memilih duduk di sofa sembari membaca-baca majalah. Dan secara kebetulan ada seseorang yang tiba-tiba duduk di samping gue dan menyapa. "Hai Zeva, apa kabar?"

Awalnya gue tak mengenal siapa dia. Tapi begitu dilihat dengan jeli, akhirnya tertebak juga. "Eh, Martin ya? Mantannya Dita, kan? Gue baik, by the way. Lo sendiri?"

Hidden TruthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang