Note: perhatiin keterangan jam-nya ya;)
Happy reading!
*****
21.30
Bulir tetes hujan masih setia membasahi Jakarta sampai malam ini. Seberapa banyak terlihat asap yang mengepul dari cangkir kopi milik Zeva pun, rasanya belum bisa menetralisir dinginnya malam karena hujan yang tiada henti.
Zeva memainkan jari telunjuknya di atas permukaan cangkir sembari matanya menatap kosong ke arah jendela yang penuh dengan titik-titik tetes hujan.
Berulang kali ia menghela nafasnya, seperti orang yang sedang tertimpa beban berat. Mungkin alasannya karena terlalu banyak informasi yang diterimanya hari ini, dan sayangnya tak semua dari informasi itu yang sesuai dengan bayangannya.
Ia sudah tak lagi bersama Cassie. Zeva kini hanya sendirian. Menikmati waktunya untuk berpikir sendiri. Setelah mendengar semua cerita dari Cassie tadi, Zeva langsung memilih untuk pamit. Ia merasakan kepalanya tiba-tiba pusing.
Layar ponsel di hadapannya menyala menunjukkan notifikasi ada pesan masuk. Tapi, Zeva tak ada sedikit pun niat untuk mengulurkan tangannya dan mengangkat ponsel itu dari atas meja. Walau pun ia tahu banyak yang menghubunginya sejak tadi, tapi ia tak peduli. Dirinya ingin sendirian saat ini. Lagi pula, dia tak pergi jauh-jauh. Masih di sekitaran rumah sakit.
"Cewek cantik tuh gak boleh banyak ngelamun sendiri" Seketika Zeva memutar kepalanya, dan menemukan Raby yang sudah berdiri di sampingnya.
Setahu Zeva, saat ini Raby masih berada di Singapore dan mungkin baru bisa pulang besok. Tapi nyatanya, sosok pria itu benar-benar ada di sampingnya kini.
"By? Kok bisa ada disini?"
Raby mengambil tempat di seberang Zeva untuk duduk. "Tadinya emang mau balik besok di flight pertama, tapi hati gue gak tenang jadi gue sengaja balik pakai private jet bokap. And if you ask why i'm here--on this coffee shop, gue ngantuk mau nyari kopi dan boom.. I find you"
Raby yang selama beberapa bulan ini memang tinggal di Singapore demi mengawasi bisnis keluarganya disana, tak menyangka akan perubahan Zeva yang menurutnya makin mengkhawatirkan. Tubuhnya makin kurus dan matanya juga tak memiliki binar yang sama seperti Zeva yang dulu.
"Are you okay?"
Zeva yang sejak tadi menundukkan wajahnya menatap ke arah cangkir itu pun langsung mengangkat wajahnya menatap Raby. "Should I answer this?"
Raby menyunggingkan senyumnya. Dalam hati ada kelegaan tersendiri karena setidaknya masih ada satu hal dari Zeva yang tak berubah. Kejutekkannya.
"Tadi gue ketemu Cassie, By"
Ucapan Zeva yang tiba-tiba membawa nama Cassie sempat membuat Raby terdiam beberapa detik. Dirinya tak menyangka, Zeva masih berani bertemu dengan orang-orang yang berada dalam circle yang sama dengan Chelsea.
"Ngapain lo ketemu dia? Kenapa lo masih aja mau berurusan sama orang-orang yang dekat sama Chelsea?"
Zeva mengangkat kedua bahunya. "Gak tahu. Mungkin karena rasa penasaran akhirnya gue mau aja begitu diajak dia ketemu"
"Terus dia ngelakuin apa sama lo?"
Zeva yang hanya tersenyum, menyiratkan pertanyaan lain bagi Raby. Tapi segera, Zeva menjawab dan menuntaskan rasa khawatir Raby. "Dia cuma minta maaf. Dan ngebantu gue ngejawab semua rasa penasaran yang selama ini menyiksa batin gue"
"Pertanyaan? Pertanyaan macam apa yang lo tanya sama dia?" Raby tedengar begitu frustasi dengan gadis di depannya ini. Dia masih tak habis pikir dengan kelakuaan Zeva. Apa dia gak takut bakal kenapa-napa lagi?

KAMU SEDANG MEMBACA
Hidden Truth
RomanceKetika kau terlambat menyadari kenyataan, dan hanya sesal yang bisa kau rasakan. "I have loved you since the first time we met"