Part #12

310 16 0
                                    

'Cinta tak bertumpu pada status' - maudy ayunda (untuk apa)

***

"Ughh!!" Aku meronta sambil mengeluh kesakitan berusaha untuk melepaskan cekalan Reinald yang sangat kuat dipergelangan tanganku. Aku yakin setelah ini tanganku akan sangat memerah. Tadi ketika aku ingin keluar dari apartemen untuk menjemput mobilku yang tertabrak kemarin, tiba-tiba saja Reinald sudah berdiri tegak didepan pintu apartemenku dengan wajah yang menyeramkan dan tanpa sebab ia menariku kencang sampai saat ini ia belum juga melepaskan cekalannya.

"Masuk!" Tegasnya menyuruhku masuk kedalam ferarrinya tetapi peganganya di pergelangan tanganku tidak juga mengendur. Dia menyuruhku untuk masuk, sedangkan tanganku saja masih dicekal begini.

"Bagaimana aku bisa masuk jika tangan ku saja masih kamu pegang" ucapku malas. Reinald yang baru sadar langsung melepaskan cekalannya. Kemudian mau tak mau, aku pun masuk kedalam ferrari Reinald yang kelewat kinclong itu dengan pasrah.

Aku tidak tau kemana aku akan dibawa, dan aku pun tidak niat untuk menanyakan nya kepada Reinald. Di sepanjang jalan tak satupun dari kami yang membuka mulut, radio pun tidak dihidupkan. Hening. Reinald fokus menyetir sedangkan aku mengelus-elus pergelangan tanganku yang memerah karena ulah Reinald tadi namun dering telfon membuatku berhenti mengelus tanganku.

'Bpk.Alexander'

Nama itu tertera dilayar ponselku, segera saja Ku angkat

"Halo"

"Anda dimana, kenapa lama sekali!, saya ada meeting penting hari ini"

"Hmm, ini saya sedang ada dijalan, mungkin 15 menit lagi sampai"

"Baiklah" klik.

"Huft, bapak-bapak sok sibuk!" Rutukku.

"Siapa" aku melirik kearah Reinald yang masih fokus menyetir

"Ha?"

"Siapa yang telfon" tanyanya kali ini melirikku. Ya, walaupun sedikit.

"Oh, iya! Kamu bisakan antarin aku ke alamat ini" tanpa menjawab pertanyaan nya aku langsung menunjukkan layar ponselku yang tertera alamat tempat mobilku berada dari bapak Alexander.

Reinald meliriknya sedikit kemudian bertanya kembali "mau ngapain kamu kesana?"

"Aduh, kamu ini kebanyakan tanya! Antar saja aku kesana!" Sentakku mulai marah. Sedari tadi ia terus bertanya, emangnya dia siapa berhak tau apapun tentang aku.

"Saya tidak tau kamu mau berbuat apa, jadi saya bertanya" ucapnya pun tak mau kalah membuatku sangat geram.

"Kenapa kamu ini ingin tau semua tentang aku?! Kamu itu bukan siapa siapa aku!"

"Ternyata orang tuamu belum memberi tau ya?" Katanya kemudian terkekeh kecil. Walapun seperti itu membuatku merinding. Gila ngeri.

"Memberi tau apa?"

"Aku ini kan calon suami mu"

***

"Kamu serius?"

Sungguh aku masih tidak percaya ini. Pantas saja sudah dua hari ini mama tidak pernah menelfon ku lagi. Biasanya sehari bisa satu kali ia menelfonku tetapi sekarang tidak. Dan dibalik semua itu mama dan papa sudah membuat rencana. Rencana yang membuatku spaceless
Bagaimana bisa mama dan papa pergi dengan santainya ke Bandung untuk menyiapkan segala perihal masalah pernikahan ku dengan Reinald nanti. Bahkan waktunya pun dipercepat menjadi seminggu lagi. Aku sampai sesak nafas memikirkan ini semua. Hei, ini terlalu cepat. Aku belum siap untuk menikah, apalagi nikah kontrak. Yatuhan, bahkan aku belum terlalu mengenal Reinald bagaimana jika ia berani macam-macam nanti jika aku menjadi istrinya? Dan jika kontrak ku sudah habis dan bercerai aku akan menjadi janda dong? Astaga, sungguh marananya nasipku ini. Pokonya nanti aku akan meminta penjelasan mari mama.

"Buat apa saya bohong, tadi pagi ibumu menelfon saya dan ia menyuruh saya untuk menjagamu sampai urusan disana selesai" jelas Reinald sangat santai. Ingin sekali kuketuk kepalanya dengan heels jika bisa.

"Apa ibu mu juga ikut?" Tanyaku. Entahlah hanya perasaanku saja atau apa, aku melihat perubahan mimik wajah Reinald saat aku bertanya.

"Dia bukan ibu saya" jawabnya datar sedatar triplek kemudian ia melengos pergi ke kursi kerjanya. Ya, aku sekarang sudah kembali ke neraka lagi eh, maksudku kantor Reinald.

"Apa maksudmu bukan ibu mu?" Tanyaku penasaran. Mengapa ia tidak mengakui tante Wiwit adalah ibunya? Apa dia punya masalah keluarga? Namun Reinald seperti enggan menjawab membuatku merasa bersalah. Tak seharusnya aku menayakan hal pribadi seperti itu

"Maaf aku tak bermaksu-"

"Tidak apa" selanya

"Jadi benar kita akan menikah? Oh, aku masih tidak percaya ini" rutukku sambil mengusap-usap wajahku

"Kontrak"

"Iya aku tau! Tidak usah dibilang-bilang" ucapku sewot namun setalah itu otakku berputar balik mengingat mobilku yang malang belum Ku jemput. Oh Tuhan bahkan ini sudah lebih Dari 1 jam. Bapak Alex itu pasti sangat kesal.

"Om Reinald aku mau pergi"

Reinald melotot kaget mungkin karena aku memanggilnya 'om' "kamu panggil saya apa barusan?"

"Ha? nggaa" elakku sambil menahan tawa. Reinald sugguh lucu jika begitu. Apa ia akan seperti ini terus sampai nanti aku menjadi istrinya?

"Jangan boho- hei! kemana!!" tegurnya sedang aku sudah lebih dulu melengos kearah pintu lalu keluar sebelum om-om itu menyemprotku dengan kata-kata pedasnya.

TBC

***
ini ngga jelas banget sumpah











Beating HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang