18 : Decision

515 33 1
                                    

Sudah 2 hari sejak kalung itu menghilang, Neilson dan Marcia tidak berbicara.

Marcia menatap keluar jendela, matanya menerawang jauh. Sesekali hembusan nafas keluar dari mulutnya.

Dia menyandarkan diri di kursinya lalu menatap sekitarnya. Kelas masih sepi. Sebenarnya masih terlalu pagi untuk datang ke sekolah, tapi Marcia merasa dia perlu tempat sendiri.

Sekali lagi dia menatap keluar jendela. Seharusnya besok dia sudah dapat kembali kesana. Namun dia kehilangan kalung itu. Ah.. mungkin dia memang harus menyusul jejak Alince dan Marvin.

Puk.

Sebuah tepukan ringan dilengannya membuat Marcia tersentak dari lamunannya. Kepalanya berputar untuk melihat siapa yang menepuknya. Ternyata Nancy.

Nancy langsung mengambil duduk di sebelah Marcia. "Apa kau ada masalah?"

Marcia langsung menggeleng cepat. "Aku baik baik saja," kata Marcia sambil tersenyum.

"Kau tau, aku sahabatmu. Mungkin aku dapat meringankan bebanmu," kata Nancy sambil menepuk pundak Marcia ringan.

"Aku tau. Dan sungguh, aku baik baik saja," kata Marcia sambil tersenyum. Ya, dia -walaupun tidak sepenuhnya- baik baik saja karena dia sudah memilih keputusan yang terbaik.

★☆★☆★☆

Marcia menatap pintu di depannya yang kini masih tertutup. Sudah beberapa menit Marcia beridiri di depan pintu ini. Perasaan takut dan khawatir masih memenuhi dirinya. Haruskah dia menjelaskan sekarang?

Namun diluar perkiraannya, tiba tiba pintu di depannya terbuka dan mata keduanya langsung bertemu membuat Marcia terkesiap.

"Macia? Sudah berapa lama kau disini? Mengapa tidak memencet bel?" Tanya orang itu membuat Marcia menelan ludahnya gugup. Memang suara Neilson tidak sedingin bayangannya. Namun dia masih saja takut.

Neilson tersenyum kecil ketika melihat ekspresi gadis didepannya ini. Mungkin Marcia masih takut. Namun jujur saja, dia sangat merindukan untuk berbicara denga  gadis di depannya ini. "Masuklah," kata Neilson sambil menggeser tubuhnya agar Marcia dapat masuk kedalam. Sebenarnya dia juga berencana untuk kerumah Marcia untuk meminta maaf, tapi ternyata Marcia lebih cepat darinya.

Neilson mengambil duduk di depan Marcia. Sedangkan Marcia hanya menunduk dan memilin ujung sweeternya.

"Aku-" ucap keduanya bersamaan setelah beberapa lama terdiam.

Keduanya langsung terdiam dan saling tatap. "Kau duluan," kata Neilson.

Marcia hanya mengangguk. "Ah, iya."

Marcia menelan ludahnya sebelum akhirnya menatap Neilson. "Pertama aku ingin meminta maaf atas kecerobohanku sehingga kalung itu hilang." Neilson hanya menjawab itu dengan anggukan, tidak lupa senyuman di bibirnya membuat Marcia dapat menghembuskan nafas lega.

"Dan aku sudah ingat semuanya. Aku siapa, aku berasal darimana. Aku sudah ingat semua," kata Marcia.

Neilson terlihat ingin menanggapi, namun akhirnya terdiam. "Namaku Annalise dan aku tidak berasal dari sini."

Marcia menatap mata Neilson, dia ragu melanjutkan. Dia takut Neilson tidak percaya kepadanya atau malah berpikir dia sudah gila.

"Aku harap kau dapat mempercayai semua yang aku katakan walaupun itu tidak masuk akal," kata Marcia yang sekali lagi dijawab anggukan walaupun terlihat ragu.

"Aku bukan manusia. Aku adalah malaikat dan aku kesini  untuk mencari kalung yang kau berikan padaku waktu itu. Jadi aku mengingat semua ini karena kalung itu. Alasan aku tidak mengenakan kalung itu karena aku masih tidak ingin kembali. Jika waktu itu aku langsung mengenakan kalung itu, sudah dapat dipastikan kita tidak akan bertemu seperti ini," Marcia berhenti sejenak untuk melihat reaksi Neilson. Sangat terlihat jelas kekagetan di mata Neilson namun dia tidak berkomentar.

Marcia menghembuskan nafas sebelum melanjutkan, "Besok adalah hari dimana seharusnya aku kembali ketempat asal ku. Jika aku tidak kembali besok, maka aku akan menjadi manusia. Tapi setelah kupikir lagi, aku merasa bersyukur atas hilangnya kalung itu. Itu tandanya aku bisa bersamamu," kata Marcia sambil tersenyum.

Seakan teringat sesuatu, Marcia segera menambahkan. "Dan kebetulan ulang tahunku besok. Jadi kuharap besok kita dapat menghabiskan waktu bersama untuk merayakan ulang tahunku."

Neilson menatap Marcia. Bagaimana gadis di depannya ini terlihat tenang saja? Ada sebagian dari dirinya merasa senang atas pilihan Marcia, namun ada sisi lain dari dirinya berkata ini tidak boleh terjadi.

"Ah, aku harus pulang karena Alince sedang tidak ada di rumah," kata Marcia sambil berdiri dari duduknya.

Neilson langsung tersadar dari lamunannya. "Apa? secepat itu? Hanya itu yang ingin kau katakan?" tanya Neilson.

Marcia hanya mengangguk. "Baiklah, aku juga ingin meminta maaf karena waktu itu marah denganmu. Itu bukan salahmu," kata Neilson sambil menemani Marcia keluar dari rumahnya.

Marcia hanya tersenyum, "Ya, tidak masalah. See you tomorrow," kata Marcia sambil melambaikan tangannya sembelum akhirnya berjalan menuju rumahnya.

Neilson menatap kepergian Marcia dengan berbagai perasaan berkecamuk dalam benaknya.

★☆★☆★☆

Neilson merebahkan tubuhnya di tempat tidur sambil memandang langit langit kamarnya. Pikiran dan batinnya berperang sengit. Dia bingung, dia harus memilih keputusan yang mana.

Dia harus menahan kepergian Marcia atau merelakan gadis itu pergi?

Tangannya merogoh kantong celananya dan mengeluarkan sesuatu dari sana.

"Sekarang aku ragu untuk mengembalikan benda ini kepadamu, Marcia." Kata Neilson sambil menatap kalung yang berbandul sayap dengan ukiran dan hiasan permata biru disekitarnya.

Nielson terdiam sambil mengamati benda itu. Suasana kamarnya sangat sunyi, hanya terdengar suara detik jam yang terus berjalan.

Neilson menutup matanya untuk meredakan perasaan yang bergemuruh dalam dirinya. Akhirnya dia mendapat jawaban. Keputusan apa yang harus dipilihnya.

Dengan enggan dia bangkit dari tempat tidurnya dan berjalan menuju meja belajarnya berada. Tangannya membuka laci dan meletakkan benda itu disana.

"Maafkan aku Marcia,  mungkin keputusan ini adalah yang terbaik untuk kita berdua."

★☆★☆★☆

 Hai! Apa cerita ini upddate terlalu cepat? Aku sedang dalam mood untuk mengupdate cerita ini hahaha. Maaf ya untuk chapter ini pendek. Untuk chapter selanjutnya diusahakan lebih panjang.

Kira-kira keputusan apa ya yang diambil oleh Neilson?

Vote and comment ya. Thank you^^

See you next chapter Guys!


Fallen AngelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang