Chapter 5

4.2K 232 15
                                    

"ELO?!" Raisa hampir saja menjatuhkan gelasnya karena sangat keget melihat cowok yang pernah ia temui sebelumnya. Dan pertemuan mereka berakhir dengan perdebatan sengit. "Elo ngapain di rumah gue?!" Keterkejutan Raisa makin bertambah saat mengetahui fakta jika cowok yang ada di depannya adalah si pemilik rumah.

Kenapa dunia begitu sempit, pikir Raisa.

"Gueee," Raisa kehabisan kata. Otaknya seakan membeku kerena tak hanggup memberinya suatu ide yang cemerlang. Sebelum Raisa menyusun kata-katanya, Khrisna terlebih dulu berkata. "Lo pasti maling kan? Ayo ngaku! Kemarin lo pasti ngikutin gue kerena lo tau gue anak orang kaya. Dan sekarang lo berencana mau bobol rumah gue kan?! Atau parahnya lo mau bakar rumah gue ya?! Ayo ngaku!" ucap Khrisna emosi.

Mata Raisa melotot menatap Khrisna yang menuduhnya sebagai seorang maling. Tentu Raisa tak terima di katain maling. "Eh, lo jangan asal nyeplos dong! Gue bukan maling!" ucap Raisa terpancing emosi. "Kalo bukan maling, terus apa? Jangan bilang lo cuma gak sengaja lewat depan rumah gue, terus mampir seenak jidat buat minum, gitu?"

Anjir, sekarang gue harus apa?! Raisa kelabakan. Ia tidak tau harus mengatakan apa. Ia kembali melirik wajah seram Khrisna, lalu satu ide melintas di kepalanya. "Eh, liat! Ada gajah terbang!" Seru Raisa sambil menunjuk ke langit-langit.

"Sorry, trik lo gak ngaruh ke gue. Lo gak bisa begoin gue untuk kedua kalinya,"

"Tapi beneran! Gajahnya terbang pakek kuping!"

"Emangnya gajah punya kuping?"

"Ya punyalah! Lo bego banget sih!"

"Yaudah sih, ini ngapain malah ngomongin kuping gajah?!"

"Ya suka-suka gue dong,"

Dan setelah itu mereka tiba-tiba diam. Aneh.

"Kok malah diem?" Tanya Khrisna bingung. "Iya ya, kok malah diem?" Raisa pun ikut bingung.

Tiba-tiba Raisa ingat jika ia harus segera pergi dari hadapan Khrisna. "Minggir! Gue harus pergi!" Raisa langsung mendorong Khrisna dan langsung ngacir menuju kamarnya. Di detik ke lima Khrisna baru sadar situasi, lalu ia ikut berlari mengejar Raisa yang sudah jauh darinya. "Eh, jangan kabur lo maling!"

Dan sayangnya Khrisna kehilangan jejak cewek yang ia kejar tersebut. "Ah, shit! Dia kabur lagi!" Khrisna yang frustasi langsung mengacak rambutnya. Sementara Raisa menghela nafas lega karena sudah aman berada di balik pintu kamarnya.

****

Ketika mentari memunculkan diri ke langit, Raisa sudah bersih dan berpakaian ala rumahan. Sebenarnya Raisa sudah siap daritadi, tapi ia sengaja baru mengintip ke cela pintu yang ia buka pada pukul delapan, agar ia tidak bertemu dengan Khrisna.

Setelah aman Raisa melangkahkan kakinya keluar pintu dan matanya mencari keberadaan Ibunya. Bagaimana pun juga, Ibunya harus tau bagaimana hubungan tidak rukunnya dengan Khrisna yang memiliki status sebagai si pemilik rumah.

Mata Raisa terpaku pada sosok Ibunya yang sedang berada di dapur, sedang mencuci piring di wastafel. Tanpa membuang waktu Raisa menghampiri Ibunya dan berdiri tepat di samping Ibunya. "Bu," panggil Raisa sambil menusuk lengan Ibunya dengan jari hingga membuat Ibunya menoleh. "Eh, Raisa? Ada apa?"

Raisa terdiam sejenak, "emm, aku kenal sama anak pemilik rumah ini," ucap Raisa pelan sambil menundukan kepalanya. "Oh, kalian dah saling kan? Bagus dong. Kemarin Ibu juga dah ketemu sama orangnya. Anaknya baik, sopan banget sama Ibu,"

Raisa cengo mendengar tuturan Ibunya. "Apa? Sopan? Sopan darimananya Buk?! Dia aja kemarin nuduh aku maling," dumel Raisa kesal. "Lho? Kok bisa?" Raisa lalu menceritakan semuanya awal kisah ia bertemu Khrisna sampai kejadian terakhir kemarin.

"Gitu Bu, kalo aku ketemu dia lagi gimana? Terus kalo dia ngadu ke Mamanya soal aku yang lemparin dia kaleng gimana? Mamanya pasti bakal marah besar sama aku Bu," Ibu Raisa terdiam sejenak. Lalu ia menggenggam tangan Raisa lalu tersenyum hangat. "Apapun yang terjadi..."

Ibu Raisa terdiam sejenak sambil menatap hangat mata Raisa lalu ia melanjutkan perkataannya. "Semuanya derita kamu, hahaha," Ibu tertawa terbahak-bahak melihat Raisa yang melongo.

Raisa yang kesal langsung mencubit-cubit lengan Ibunya dengan perasaan jengkel. "Ibu ih, aku serius," tawa Ibunya perlahan surut, ia kembali menatap hangat Raisa sambil tersenyum. "Semua bakal baik-baik aja. Kamu jangan aja terlalu negatif thinking. Percaya sama Ibu," wajah cemas Raisa perlahan menghilang, ia lalu memeluk Ibunya. "Oke, makasi Ibuku sayang,"

Bad Boy And Ice GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang