Chapter 15

2.8K 121 31
                                    

Di-dika?, batin gadis berkacamata itu bergetar hebat saat mengetahui sahabat dari teman barunya tersebut adalah Dika. Orang yang secara diam-diam selalu Rina perhatikan. Orang yang secara diam-diam Rina selalu puji dalam hati.

Orang yang secara diam-diam selalu Rina bayang 'kan dalam lamunannya. Dika perlahan mendekat ke arah Raisa yang secara otomatis juga mendekat ke arah Rina karna letak Rina yang berada tepat di samping Raisa.

Dika memperhatikan raga Rina yang mematung tanpa alasan, membeku tanpa es maupun salju yang berada di sekelilingnya. Lengkungan indah terlukis di wajah Dika yang sukses membuat Rina saat itu juga seakan terbang ke langit tujuh bersama di dampingi para malaikat yang menancap 'kan panah asmaranya tepat pada hati Rina, hingga membuat pintu hatinya terbuka lebar dengan maksud untuk mempermudah sosok idamannya masuk kedalam pintu hatinya tersebut.

Namun, jika pun pintu hatinya terbuka lebar, hatinya akan tetap terasa kosong jika saja sang pangeran berkuda putih tak datang memasuki pintu hatinya tersebut. Ruangan dalam hatinya hanya akan seperti ruang hampa udara jika saja sang pangeran tak menempati isi hati tersebut.

Tatapan teduh dari manik hitam legam milik Dika membuat hati Rina tenang, seakan semua beban hidupnya telah lenyap, tenggelam dalam gelapnya sepasang iris mata Dika.

"Nah, Dika, kenalin ini Rina, dan Rina, kenalin ini Dika sahabat terbaik gue"tangan Dika lalu terulur menggapai udara dan berencana untuk menggenggam tangan Rina yang masih diam di sisi tubuhnya.

"Hai, nama gue Dika. Seneng bisa kenalan sama lo," mendengar suara Dika yang seakan melodi indah yang dinyanyikan para malaikat, Rina pun kembali tertarik ke alam kesadarannya. Ia mengerjap 'kan matanya berulang kali.

Sepasang keping mata Rina lalu menatap intens sebelah tangan Dika yang melayang di udara, menunggu jabatan tangan dari Rina yang masih membisu di tempat. Rina tidak percaya akan semua ini. Ia tidak percaya akan jalan cerita dari skenario tuhan yang membuatnya seakan berada di antara dua pertanyaan yang menari-nari di otaknya.

Dalam benaknya ia bertanya, apakah ia saat ini berada dalam dimensi alam bawah sadar atau yang sering kita sebut dengan mimpi, atau ia berada dalam dunia nyata dimana semua hal terjadi dengan fakta, bukan hanya sekedar angan maupun khayalan.

Hembusan angin yang membawa hawa sejuk menemaninya membuat dedaunan yang terikat pada ranting pohon terlepas dan melayang terbawa tiupan angin hingga daun yang sudah layu tersebut sekilas mengenai dahi Rina dan daun layu itu kembali terbang terbawa tiupan sang angin ke angkasa lepas. Ini bukan mimpi, batinnya berucap saat tepat dimana daun layu tersebut sempat mengenai dahinya.

Tangan kanan Rina secara perlahan terangkat, menerobos udara yang kasat mata dan berusaha menggapai tangan Dika yang sedari tadi menunggu uluran tangan dari Rina. Rasa senang beserta tak percaya bercampur menjadi satu saat merasakan kehangatan dari telapak tangan Dika yang telah menyatu dengan telapaknya.

Lagi-lagi, gadis berkacamata itu dibuat tak percaya oleh permainan takdir. Rasanya Rina ingin sekali menghentikan laju Sang waktu saat ini juga. Tapi, ia tak punya kekuatan untuk melakukan itu. Yang bisa ia lakukan hanya, 'lah mengenang hari ini yang cepat atau lambat akan berlalu.

Menyimpan kenangan manis hari ini dalam memorinya dan kembali memutarnya dalam ingatannya saat malam menjemputnya untuk menutup mata. Rina yakin, dengan memutar rekaman indah ini, jalan menuju gerbang mimpi indah akan terbuka lebar untuknya.

"Ha-hai, nama gue Rina. Seneng juga bi-bisa kenalan sama lo," kecewa. Itu, 'lah yang Rina rasa 'kan saat tangan pemberi kehangatan tersebut lepas dari genggamannya. Dengan perasaan campur aduk Rina kembali memosisi 'kan tangannya di sisi tubuhnya.

Bad Boy And Ice GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang