Prolog.

1.3K 116 37
                                    

"Aku akan menutupi rasa sakitmu semampuku, dan aku akan merasakan sakit jika kamu sakit. Tapi, apakah kamu seperti itu juga kepadaku?"-Arsyad.

Sudah sepantasnya bahkan sudah kodratnya dari Yang Maha Kuasa jika seorang lelaki memperjuangkan tanpa harus diperjuangkan, mengejar tanpa harus dikejar.

***

Cahayanya sudah sampai titik puncak. Sangat terik menyengatku yang berdiri di bawahnya. Tidak tahu kah ia jika aku tersiksa oleh cahayanya di sini?

"Lapor! Upacara penutupan Masa Orientasi Siswa telah selesai." Huh. Akhirnya ini semua selesai, menjadi orang gila baru telah usai.

"Untuk kelas sepuluh, besok dan lusa diliburkan. Masuk kembali hari senin dan berhati-hatilah di perjalanan." Suara itu, mewakili perasaanku. Suara lantang itu kudengar sejak tadi, tapi aku tak melihat wajahnya karena tertutupi oleh siswa-siswi besar yang berdiri di depanku dengan badan yang besar pula.

Kulihat teman-temanku sudah bubar dan aku pun ikut bubar dengan tas yang sudah kusematkan di punggung. Berjalan gontai ke arah gerbang.

Tepat di depan gerbang, kulihat tali sepatuku terlepas. Aku menundukkan kepala berniat mengikatnya kembali.

Tubuhku seakan goyah dan ... bruk. "Aws ..." aku meringis namun kurasa aku tidak jatuh menduduki aspal jalan, tapi seperti ada seseorang yang aku tindihi.

"Maaf," ucapku. Kulihat jelas, ia tak mengenakan pakaian gila sepertiku melainkan ia memakai seragam putih abu-abu seperti kakak pembina MOS.

Aku menutup wajah dengan kedua telapak tangan ketika menyadari jika lelaki yang aku tindihi ini adalah kakak kelas. Aku mendengar suara grasak-grusuk di sampingku. Aku rasa, ia sudah bangkit dari duduknya.

"Lain kali jangan kayak gini, kalo benerin tali sepatu mending jongkok jangan nungging." Aku mendengar ia mengatakan itu. Rasanya aku ingin mencak-mencak. Andai saja kamu bukan kakak kelasku mungkin kepalan tangan ini sudah mendarat lurus di keningmu.

Hening. Tak lagi ada suara. Aku buka perlahan telapak tanganku, apa yang aku lihat? Hanya angin yang berhembus di hadapanku. Kosong.

Pandanganku liar mencari kemana pria itu. Nah! Dia melangkah mendekati mobil pribadi miliknya. Namun memunggungiku.

"Maafin aku kak!" teriakku.

Kulihat ia mengeluarkan satu ibu jarinya melalui kaca mobil. Aku harap itu pertanda bahwa ia memaafkanku.

Aku kembali melangkah pulang, namun pikiran tentang kejadian tadi terus menemani setiap langkahku. Degupan jantungku yang cepat sempat aku rasakan tadi. Tapi, seperti ada yang kurang, aku tidak melihat wajahnya.

Aku menepuk keningku pelan, aku hanya mengingat suara dan tasnya. Lucu ya?

Tidak melihat wajahnya karena tadi ia menundukkan kepalanya, saat ia berbicara padaku, aku menutup wajahku dan jelas itu hanya gemerlap yang aku lihat dan terakhir, ia memasuki mobil dengan memunggungiku. Ah, sudahlah aku juga tidak ingin tahu. Tapi aku harap kita dapat bertemu lagi, Kak.

***

To be Continue..

Baru PROLOG. Responnya please. Votmentnya juga ya hehe thx.

Cover Your Pain (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang