Syira tertidur pulas di samping Rio. Menjatuhkan kepalanya tepat di samping Rio. Bulan sudah menggantikan Matahari, burung sudah berada tenang di dalam sangkarnya, namun gadis ini tak kunjung pulang.
Ponsel milik Syira tergeletak begitu saja di atas nakas. Dengan sangat hati-hati Nia meraihnya tanpa mengusik Syira sedikit pun. Mencari kontak Rima di ponsel Syira. Tak perlu waktu lama nomer telphone Rima sudah Nia dapatkan dan dengan cepat di salin langsung ke ponsel miliknya.
"Hallo assalamua'laikum." Salam Nia di tangkap jelas oleh orang di sebrang sana.
"Iya, ini siapa ya?" Balas orang di sebrang sana yang di ketahui Rima.
"Apakah ini benar orang tuanya Syira?"
"Iya ada apa sama anak saya? Kamu siapa? Kenapa anak saya belum pulang?" Rima nampak panik mendengar pertanyaan Nia yang hanya menanyakan Rima benar Mama Syira atau bukan.
Nia menghela nafas, ternyata begitu khawatirnya Rima. Nia berfikir jika ia tak menghubungi Rima, pasti Syira akan di khawatirkan sekali. "Tenang dulu, Tante. Ini saya Nia kakak perempuannya Rio teman Syira. Syira berada di rumah kami, nanti kami yang akan antarkan Syira pulang. Tante tidak usah khawatir." Penjelasan Nia begitu pelan.
Helaan nafas Rima di sebrang sana membuat senyum Nia terukir. "Syukurlah, titip anak saya ya nak."
"Pasti Tante. Yaudah saya tutup, assalamua'laikum."
"Wa'alaikum salam."
Telphone itu terputus begitu saja. Nia melirik jam dinding yang menunjukkan pukul 19:10 WIB. Belum terlalu larut fikir Nia. Nia pergi meninggalkan kamar yang tetap terbuka menyisahkan adiknya dan Syira yang sama-sama masih terlelap.
Hanya seling beberapa menit dari kepergian Nia, Rio merasakan tubuhnya yang lebih ringan dari sebelumnya. Mengerjapkan matanya menyesuaikan setiap cahaya yang masuk menohok bola matanya. Tersadar saat selang infus tidak sengaja tertarik oleh dirinya sendiri walau hanya sedikit tertarik tidak sampai lepas dari naungannya.
Telah sadar sepenuhnya. Mencari sesuatu yang bisa ia mainkan seperti ponsel atau apa pun. Ketika matanya sedang mencari sesuatu, Rio melihat seorang gadis yang sedang menelungkupkan kepalanya dengan jarak yang tidak cukup jauh darinya.
Bangkit dari tidurnya, mencoba menyandarkan punggungnya di kepala kasur. Badannya sedikit lebih enak dari pada tadi pagi.
Di perhatikannya gadis itu dari atas hingga bawah. Siapa yang tidak tau dengan tas teman sebangkunya? Semua pasti tau termasuk Rio. Tas yang masih berada di gendongan Syira membuat ia gampang di tebak oleh Rio. Rio tersenyum tipis saat gadis yang tidur di sampingnya ini benar-benar Syira sahabatnya.
Apa maksud lo kaya gini? Masih pake seragam, terus tidur di samping gue. Kenapa lo kaya gini? Mana Arsyad lo, Ra?
Semua itu hanya mampu keluar dari hati yang sangat dalam tanpa kata 'mampu' untuk mengungkapkannya langsung.
"Bunda! Kak Nia!" Seruan Rio setengah berteriak. Rio sangat tau Syira tidak akan bangun hanya karena suara keras.
"Bunda ... Kak Nia ..." Rio berseru lagi memanggil Rike ataupun Nia.
Derap langkah sepatu stilotte sangat terdengar mendekati kamar. Bisa Rio pastikan jika itu adalah Kakak perempuannya. "Kenapa adikku sayang?" Tanya Nia seiring langkahnya mendekati Rio.
Syira benar-benar masih terlelap. Ini lah kekurangan Syira, tidak akan bangun sampai dirinya ingin bangun.
"Dari kapan Syira di sini?" Tanya Rio kepada Nia yang sudah duduk di samping kirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cover Your Pain (Completed)
Teen Fiction(Completed) "Aku akan menutupi rasa sakitmu semampuku, dan aku akan merasakan sakit jika kamu sakit. Tapi, apakah kamu seperti itu juga kepadaku?"-Arsyad. Ketika hati berkata iya namun raga mengatakan tidak. Lalu siapa yang akan menang? Hati atau Ra...