Di hari Sabtu ini. Syira hanya sibuk di dalam kamarnya sambil membaca buku fiksi yang sempat ia pinjam di perpustakaan sekolah.
Rasa kesal, senang, sedih, gemas, merasuki dirinya ketika membaca buku fiksi yang penuh dengan konflik menggemaskan. Namun, tiba saat puncak perasaan Syira naik, getaran ponselnya membuat ia harus memberhentikan bacaannya dan menurunkan emosinya.
Meraih ponselnya yang terletak di atas nakas. Syira membuka tampilan pesan.
Radjendra Rio.
Lo mau ikut gue ke pameran melukis gak?
Membaca pesan dari Rio, membuat Syira teringat apa yang Rike katakan dua hari lalu kepadanya saat di rumah Rio.
"Kamu bisa datang lagi hari Sabtu jika ingin melihat lukisan Rio. Hari Sabtu nanti dia gak ada di rumah karena harus mendatangi pameran melukis bersama kakak perempuannya."
Perkataan Rike mengiang kembali di telinga Syira. Berfikir sejenak lalu membalas pesan dari Rio.
Gak deh, Yo. Gue lagi bantu Mama bikin pola buat baju pengantin.
Pesan itu telah terkirim. Syira sengaja berbohong, padahal Mama-nya sedang tidak ada di rumah dan ia hanya berdiam tanpa kerjaan di rumah.
Rumah kosong, Mama Syira pergi menghadiri temannya yang baru saja melahirkan. Pasti akan membutuhkan waktu lama, begitupun Syira yang akan sendirian di rumah dengan waktu yang lama.
Pekerjaan rumah semua telah terselesaikan sejak tadi. Menimbang-nimbang sekali lagi fikirannya, niatnya untuk mendatangi rumah Rio demi melihat lukisan-lukisan Rio yang katanya penuh dengan wajahnya.
Tak perlu waktu lama, gadis ini beranjak dari duduk nyamannya, memberhentikan bacaannya, demi menuruti kata hatinya yang mengatakan untuk pergi mendatangi rumah Rio.
***
Gadis dengan perawakan yang tak cukup besar. Mengenakan levis hitam panjang, dipadu dengan kaos berlengan panjang berwarna biru. Rambut yang sengaja tergerai tanpa asesoris.
Syira sudah berada di perkarangan rumah Rio. Sempat ragu karena harus mendatangi rumah yang sempat mengungkapkan fakta yang sangat sulit gadis ini terima.
Tok.
Satu ketukan tanpa jawaban.
Tok.
Dua ketukan masih tidak ada jawaban.
Rumah minimalis berlantai dua tanpa bell menyusahkan tamu untuk memanggil yang empunya agar keluar membukakan pintu.
Tok. Tok.
Kali ini tak hanya satu, namun sekaligus dua ketukan yang Syira lemparkan pada papan kayu di hadapannya.
"Sebentar!" Suara wanita paruh baya tanpa satu kaki itu, terdengar jelas di telinga Syira. Syira tersenyum karena mampu mendengar lagi suara Bunda Rio yang lamban nan lembut.
Clek.
Wanita di hadapannya kini tersenyum manis menyambut kedatangannya. "Assalamua'laikum, Tante." Ucap Syira lalu meraih tangan Rike untuk menciumnya.
"Waa'laikum salam, sayang. Kamu datang di saat yang tepat, Rio baru saja berangkat." Jelasnya.
Syira hanya mengangguk seraya tersenyum ramah. Mengekori Rike dengan setia. Hingga duduk di shofa empuk yang tersedia di ruang tengah rumah ini.
Rike pun duduk tepat di samping Syira. Meletakkan kedua tongkatnya sembarang.
"Tante kira kamu gak akan dateng."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cover Your Pain (Completed)
Teen Fiction(Completed) "Aku akan menutupi rasa sakitmu semampuku, dan aku akan merasakan sakit jika kamu sakit. Tapi, apakah kamu seperti itu juga kepadaku?"-Arsyad. Ketika hati berkata iya namun raga mengatakan tidak. Lalu siapa yang akan menang? Hati atau Ra...