Lima Belas. (Menghilang/2. [Syira POV])

256 27 1
                                    

Malam ini, aku benar-benar selalu ingin tersenyum karena Rio benar-benar sangat romantis saat ini. Andai saja dia yang ada di hatiku, betapa sempurnanya hidup ini? Tidak perlu memikirkan laki-laki itu yang sekarang malah menghilang.

Rasa senang serta haru aku rasakan saat Rio membawa diriku ke puncak apartemen ini. Sebuah tempat terbuka yang sangat luas. Rooftop apartemen yang begitu besar ini menjadi saksi bahwa aku benar-benar bahagia sekarang. Untuk berkedip pun aku tidak menginginkannya, karena tidak ingin membuang sedikit pun pemandangan kota kembang yang terlihat sangat indah dari atas sini.

Cahaya buatan kota ini terlihat begitu indah, di tambah dengan awan biru pekat yang di penuhi bintang serta bulan yang berbentuk bulat sempurna. Cahaya malam alami serta buatan yang sangat indah. Siapa pun itu pasti akan sangat bahagia bila ada di posisiku sekarang. Bisa di pastikan!

Duduk dengan kaki yang bergelantung di sisi bangunan tanpa rasa takut. Sama halnya, Rio pun seperti itu dengan gitar akustik yang sedari tadi ia pegang. Sebenarnya aku tidak mengerti untuk apa ia membawa gitar itu? Di petik barang satu senar pun tidak.

"Tangan lo sakit gak?" Pertanyaan itu terlontar dari mulutnya yang sedari tadi hanya tertutup rapat.

Apa yang bisa membuat senyum ini luntur? Rasa sakit akibat cengkraman yang cukup keras tadi pun sama sekali tidak aku rasakan. Rasa bahagia ini sudah melebihi kata 'cukup' untuk membalas rasa sakit ini.

Aku hanya menggeleng seraya tersenyum lalu menoleh kearah Rio yang sedang memandangku sekarang. Tatapannya begitu dalam dan sejuk sekali, di tambah dengan semilir angin malam yang menerpa kulitku. Benar-benar menambahkan kedinginan malam ini.

"Gue boleh minta sesuatu?"

"Apa?"

"Ganti posisi duduk ya? Gue ngeri."

Rasanya ingin tertawa saat ini. Sosok pria es sepertinya sangat takut ketinggian? Hey, malu-maluin saja. Aku menyentuh pundaknya, berniat mengagetinya namun sambil memeganginya juga. Aku benar-benar tidak rela jika pria sepertinya akan jatuh ke bawah dan akan ... ih, amit-amit deh.

"Hahaha dasar, Rio, Rio." Tertawa lepas saat wajahnya benar-benar terlihat panik dan memucat. Kasihan juga sih sebenarnya, tapi seru juga kalau menggodanya di saat seperti ini.

Meraih tangannya, membantu ia agar lebih mundur dari sisi gedung ini, membiarkan kaki kami berada aman di permukaan rooftop.

"Songong banget lo." Ketusnya saat keadaannya benar-benar sudah aman.

"Lagian aneh, cowok yang gayanya sok dingin tapi takut ketinggian. Woooo malu gue mah jadi lo. Ha-ha." Bahagia ini benar-benar terasa lengkap saat aku bisa meledek Rio sekarang.

"Rese lo." Yah, dia ngambek. Tapi, tidak apa-apa ia sangat terlihat lucu kalau sedang seperti ini.

Menarik pipinya yang cukup tirus, namun tidak lebih tirus dari pipiku. "Jangan sok imut!" Malam ini benar-benar merasa sangat puas. Pertama, aku mendapat kejutan dari Rio bisa di bawa keatas sini. Kedua, kebahagiaanku lengkap sudah saat bisa membuat Rio ngambek karena aku yang terus meledeknya.

Hening. Sekarang hanya hembusan angin malam yang aku dengar. Bulan dan bintang yang masih terlihat begitu sempurna, karena cahayanya yang sangat mengundang rasa kepuasan saat melihat mereka di atas rooftop seperti yang aku rasakan malam ini.

Jreng ... jreng.

Sepertinya Rio mulai memainkan gitar akustik itu. Aku masih terpaku dengan indahnya awan beserta teman-temannya sekarang di banding suara gitar yang Rio mainkan.

Diriku, ingin ku tahu arti hidupku

Apakah itu suara Rio? Mengapa sangat bagus sekali? Sekarang pandangan ini benar-benar beralih kearahnya. Terlihat Rio yang sedang memejamkan mata seperti sedang menikmati alunan musik yang sedang ia mainkan sendiri.

Cover Your Pain (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang