(Syira POV)
Entah mengapa rasa kantuk mulai merasuki diriku, padahal ini baru masuk jam pelajaran kedua. Rio, seperti biasa sedang berlatih melukis di ruangan khusus dan hanya boleh ditemani oleh Bu Enik, tidak lebih.
Guru pelajaran juga tak kunjung datang. Dengar-dengar sih gurunya melahirkan jadi tidak akan masuk kelas. Makin jadilah rasa kantukku jika gurunya tidak ada. Menutup mulutku saat rasa kantuk menginterupsi mulutku untuk terbuka lebar.
Fikiranku terarah kepada pemandangan sejuk yang akan membuatku lebih segar. Aku bangkit dan berjalan kearah taman belakang sekolah yang pastinya sepi. Itu pasti sangat nikmat.
Memasuki area taman yang jelas menampilkan pemandangan kota Bandung yang indah ini. Aku langkahkan kakiku terus, setiap langkah yang semakin menjauh aku terus mendengar suara isak tangis yang semakin mendekat.
Di balik pohon besar dekat ilalang liar suara itu nampaknya berasal. Aku sudah tau persis jika itu adalah kakak kelas yang kutemui di kelas XII IPA 3 saat memanggil Kak Arsyad.
Arivina Putri. Ya, ternyata otakku masih berfungsi dan kebiasaan pelupaku kini sedang menjauh. Syukurlah.
***
Lagi, lagi, dan bahkan terus lagi aku mengetahui fakta saat mencintai Arsyad. Entah suatu hal apa yang membuat cintaku kepadanya membuka semua ini. Aku lelah hati jika harus selalu mengetahui fakta yang terus membuatku pusing bukan main, bahkan air mata pun akan menjadi korban.
"Ra," aku tersentak dalam lamunanku. Melihat ke arah pria itu dengan seksama, memperhatikan setiap lekuk wajahnya yang tidak lagi menampilkan binar kebahagiaan.
Rio, menatapku dengan sangat lesuh. Kudekatkan posisi dudukku dengannya. "Apa?" Jawabku.
Kulihat ia terus menggigit bibir bawahnya perlahan. Kini, hanya sisa kami berdua di kelas. Tak ada siapa pun kecuali kita berdua. Kalau aku sih sudah sering pulang terakhir, nah kalau pria ini? Sudah kupastikan kalau dia hanya ingin bersamaku. Aku terlalu percaya diri? Tidak apa-apa.
Aku sebal, ia terus saja diam. Memangnya ucapanku apaan sampai dia tidak bisa menjawab? Aku bersidekap dada dengan wajah malas.
"Ra,"
Hanya memanggil nama dan diam, terus saja seperti itu!
Aku diam tak menanggapi, mencari kesibukan dengan memberesi setiap buku yang masih berserakan di atas meja.
"Ra!" Apa-apaan? Dia teriak begitu keras hingga membuat jantungku hampir loncat.
"Bisa pelan-pelan gak sih? Gue kaget ih! Lo mau buat gue mati cepet? Iya?! Apa-apaan sih, Yo?" Kali ini aku benar-benar kesal karena Rio teriak begitu kencang hingga membuat aku kaget.
Mood-ku hancur sekarang! Aku beringsut dari dudukku lalu memberesi sisa buku yang berserakan. Memasukkan semua kedalam tas dan aku tidak peduli bagaimana wajah Rio saat melihatku seperti ini. Biarkan saja dia mencerna setiap kesalahannya kepadaku.
Tas biru milikku sudah kusematkan baik-baik di pundakku. Melangkahkan kakiku lumayan cepat. Aku yang memang sudah sedari tadi merasakan hal yang tidak enak dan sangat rumit untukku ditambah lagi dengan Rio yang terus memanggil namaku tanpa melanjutkan sesuatu hal. Itu benar-benar menyebalkan.
"Syira, gue suka sama lo!" Langkahku terhenti seketika. Suara itu membuat diriku terasa seperti terpaku, semua anggota tubuhku terdiam seketika hanya karena pria itu mengatakan fakta yang sudah aku ketahui sebelumnya.
"Gue suka sama lo bahkan cinta sama lo dari dulu! Gue cemburu liat lo terus bahagia sama Arsyad!" Teriakannya menggemakan seisi ruangan hampa ini termasuk hatiku yang sekarang berdetak begitu kencang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cover Your Pain (Completed)
Teen Fiction(Completed) "Aku akan menutupi rasa sakitmu semampuku, dan aku akan merasakan sakit jika kamu sakit. Tapi, apakah kamu seperti itu juga kepadaku?"-Arsyad. Ketika hati berkata iya namun raga mengatakan tidak. Lalu siapa yang akan menang? Hati atau Ra...