Delapan. (Kebahagian serta Kesedihan)

345 39 3
                                    

Pagi ini terasa suram bagi Syira, walau burung di kota ini sudah senang menyambutnya dengan suara yang merdu nan senang hati.

Entah kenapa gadis ini enggan sekali untuk pergi bersekolah. Atau mungkin Syira menyimpan sesuatu yang tak terkira di hatinya sampai ia seperti ini sekarang? Kakinya terasa malas untuk menuruni ranjang, begitupun hatinya yang tak kunjung menimbulkan hasrat.

Mengerjap-ngerjapkan matanya sekilas ketika cahaya mentari mulai masuk perlahan melewati sela-sela gorden yang terbuka sedikit. Ini masih pukul enam kurang tapi, mengapa matahari serajin ini untuk terbit menimbulkan cahayanya yang kesilauan? Ini sangat membuat Syira semakin malas untuk bangkit dari kasurnya.

Mau tidak mau ya harus mau bagi Syira. Ini bukan lagi masa Syira SMP yang tidak masalah jika berlalai-lalai. Tapi, ini adalah masa dimana masa depannya akan tertuju - SMA.

Tak perlu waktu lama, walaupun sempat berlalai-lalai tapi waktu berjalan mengikutinya dengan setia. Tiba saatnya Syira telah siap dengan seragam yang kini sudah lengkap dengan atribut sekolahnya.

Sekarang semua siswa-siswi di SMA-nya bisa mengetahui namanya ketika melihat nametag yang tertempel rapih di seragam putihnya.

"Ma, Syira berangkat. Assalamua'laikum!" Setengah berteriak karena kini Mama-nya sedang berada di ruang menjahit.

Pagi-pagi sudah mulai bekerja? Itu adalah kewajiban seorang single parent yang harus rela melakukan sesuatu demi melanjutkan hidupnya.

Seperti biasa, hanya berjalan kaki seorang diri.

Gimana nanti kalo ketemu Rio? Semoga gak canggung.

Jadi, dari tadi pagi hanya hal itulah yang membuat gadis mungil ini enggan untuk sekolah? Hanya karena merasa malu ataupun canggung nantinya dengan Rio? Mengapa sebodoh itu?

"Selamat pagi," suara itu, mampu membuat siapa pun terkejut. Walaupun memang terdengar lembut, tapi jika kondisinya sedang melamun seperti Syira pasti akan loncat seketika.

Syira mengelus dadanya yang sedang naik turun sibuk mengatur nafas yang sempat tertarik dalam karena terkejut.

Bugh.

Satu pukulan Syira daratkan lumayan keras kepada pria di sampingnya.

"Aws ... sakit Ra." Ringisnya.

Syira benar-benar nampak tak peduli pria itu datang dari mana. Kini fikirannya hanya memutar semua tentang Rio. Tentang kenyataan bahwa Rio mencintainya.

"Ngelamun mulu sih." Pria di sampingnya menyenggol pelan bahu Syira yang lebih rendah dari bahu pria itu.

Syira kini memberhentikan langkahnya, dan menatap pria di sampingnya tajam. "Bukan urusan lo!"

"Jelas urusan gue."

Syira bertolak pinggang seakan dunia lebar. "Apa urusan lo?"

Pria di hadapannya membuang muka ketika Syira benar-benar menatapnya penuh slidik.

"Gue lagi bingung, Kak! Bisa gak sih diem dulu gitu, biarin gue ngelamun." Lanjut Syira karena pria yang di panggil 'kak' itu tidak kunjung menjawab.

"Gak bagus ngelamun pagi-pagi. Nanti kebahagiaannya di patok Rio loh." Perumpamaan yang sangat tidak masuk akal. Mungkin karena pria itu mengarang.

Arsyad, terus memancing amarah Syira pagi ini dengan cara meledeknya singkat. Namun hal yang dilakukan Arsyad bukanlah hal yang mampu mengasikkan suasana di mana keadaan hati Syira yang benar-benar mendingin.

"Lo kok tau Rio?" Tanya Syira nampak bingung. Syira tidak pernah memperkenalkan Rio kepada Arsyad. Yang ada malah sebaliknya jika Syira selalu mengenalkan Arsyad kepada Rio tanpa lelah. Karena apa yang membuat gadis ini lelah jika harus menyangkut pautkan hal tentang Arsyad?

Cover Your Pain (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang