Sepuluh. (Tersayat)

286 35 3
                                    

(Arsyad POV)

Melangkahkan kakiku mantap memasuki kelas. Emosiku melonjak saat gadis itu menatapku penuh perasaan di ujung sana. Aku berusaha tetap menahan emosiku hingga saatnya. Walau aku sangat tidak menyukainya tapi aku masih sedikit mempunyai hati untuknya.

"Selamat pagi!" Seruannya terdengar sangat sempurna, seperti seseorang yang tidak melakukan apapun pagi ini.

Mobil yang tadi membuat rok putih Syira kotor adalah mobil milik Vina, aku tau betul itu. Mobil berwarna putih dengan plat bernomer B 16 VN aku hafal sekali.

"Gak usah sok manis." Ketusku kepadanya.

Aku sudah berdiri berhadapan dengannya, dengan jarak yang lumayan jauh. Jangan harap ia bisa dekat denganku, aku tidak akan sudi sama sekali. Kulihat ia mengernyitkan keningnya kasar berpura-pura tak mengerti. Cih. Dasar gadis ini.

"Apa yang udah lo lakuin tadi pagi malah buat gue semakin benci liat lo, Vin!" Kini aku mulai menaikkan satu oktav suaraku. Aku benar-benar tidak rela jika Syira di celakai oleh siapapun dan bagaimanapun bentuknya. Karena aku mencintainya.

Tangannya terulur menyentuh tanganku, tapi dengan cepat ku tepis jauh-jauh tangannya agar tidak menyentuh tanganku. Benar-benar tidak akan pernah rela jika harus di sentuh olehnya.

Lagi-lagi kulihat matanya berair karenaku. Camkan, aku tidak akan merasa bersalah seperti waktu itu, karena kini aku sangat kesal dan ini pun murni kesalahannya. Jika ia akan menjatuhkan air matanya aku akan bersyukur karena gadis ini setidaknya merasa bersalah telah mengotori rok putih Syira dengan sengaja.

"Kenapa? Lo mau nangis?" Aku kejam sekarang? Ya, biarkan saja aku akan berlaku kejam dengan mulut, bukan dengan fisik. Aku bisa pastikan.

Siswa-siswi di kelasku ini tau bagaimana centilnya Vina bersamaku, jadi mereka hanya melihat kami sekilas lalu memalingkan kembali pandangan mereka. Lebih baik seperti itu.

"Kenapa lo kaya gini? Gue gak lakuin itu." Dadaku panas, kini amarahku sudah berada di ubun-ubun dan mungkin sekali pancing akan loncat keluar.

Aku raih pergelangan tangannya, mencengkramnya tanpa niat untuk menyakiti. Itu aku lakukan karena aku kesal bukan karena aku ingin menyentuhnya. "Jangan fikir gue bodoh, Vin. Gue hafal gimana mobil lo,"

Ku lepaskan pergelangan tangannya cukup kasar. "Masih aja ya ngelak. Apa istimewanya gue sampe lo bisa nyelakain orang yang deket sama gue?"

"Gue gak nyelakain Syira."

"Cipratan yang di sengaja itu apa? Gue bisa pastiin kalo lo benci sama Syira! Ya 'kan?" Kini aku benar-benar membentaknya dan air matanya pun sudah membasahi pipi tebalnya.

Vina adalah gadis yang baik. Aku sangat tau itu. Tapi, mengapa ia bisa sejahat ini hanya karena aku?

"Gue emang benci sama Syira lo itu! Gue iri sama dia! Dia baru masuk ke sekolah ini tapi dengan secepat itu dan semudah itu dia ambil hati lo. Sedangkan gue? Gue tiga tahun terus nyoba buat ambil hati lo, tapi kenyataannya kalau lo gak akan bisa gue dapetin! Gue manusia, gue perempuan yang bisa sakit hati! Gue sakit ..." bentakannya sekaligus lirihannya di akhir kalimat.

Entah mengapa kini aku lemas melihatnya. Nampak sangat rapuh sekali gadis centil ini. Oke, aku akan memberhentikan adegan bentak-bentakan ini. Aku kembali menduduki kursiku membiarkan gadis ini terus berdiri dengan tangisannya.

Aku masih bisa melihat ia menghapus air matanya hingga tak ada lagi air di pipinya. Kini, hanya sisa genangan air di matanya dan pipinya yang sedikit melembab. Wajahnya tetap sama dan tidak berubah.

"Gue gak akan ganggu Syira, cukup satu kali gue berusaha bikin susah dia. Gak akan ke ulang lagi. Gue bisa pastiin itu." Ucapannya mampu aku tangkap baik-baik walau terdengar samar karena suaranya kini terdengar parau. Aku tau hatinya saat ini sakit.

Cover Your Pain (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang