Pagi yang cerah di hari Jum'at ini. Arsyad, kembali ketika tiga hari tidak mendatangi sekolah ini entah ke mana. Wajahnya nampak berseri-seri ketika langkahnya sudah memasuki area sekolah.
Seperti biasa, earphone andalannya yang bergelantung di leher. Sebenarnya untuk apa kalau alat itu tidak disematkan di telinganya? Hanya untuk bergaya? Sepertinya.
Penampilannya sekarang begitu rapih dengan seragam koko yang sekolahnya punya. Wajahnya nampak berseri-seri namun tak nampak segar seperti biasanya. Bibir merah yang biasa terlihat dari wajahnya kini agak memutih, terlihat sedikit pucat. Namun, matanya masih memancarkan binar kebaikan dalam dirinya.
Sudah tiga hari Arsyad tidak masuk sekolah, tentunya juga sudah tiga hari juga pria ini tidak melihat sosok gadis yang menjatuhkan cinta pada pandangan pertamanya.
Syira berhasil membuat dua pria sekaligus jatuh cinta kepadanya hanya karena cinta pada pandangan pertama. Seperti mempunyai mantra tersendiri yang Syira miliki.
Arsyad berjalan melewati kelas Syira, seperti biasa ia selalu menyudutkan matanya demi melihat gadis itu.
Syukurlah dia terlihat baik-baik saja. Aryad berucap dalam hatinya ketika matanya menangkap Syira yang sedang tertawa bersama Rio, seperti tanpa beban apa pun menurut Arsyad.
Walau hanya melihat gadis itu sekilas, rasa rindu Arsyad kepada gadis itu seakan sedikit menghilang begitu saja. Walau sempat ada perasaan ingin menatap gadis itu lebih lama, selama yang Arsyad inginkan. Tapi, itu terlalu egois.
Arsyad menjatuhkan tubuhnya begitu saja di bangku yang tersedia untuknya. Kembali memasang earphone yang sedari bergelantung di lehernya kini disematkan di kedua telinganya.
"Arsyad!!!!" Walaupun volume musik sudah dikencangkan oleh Arsyad, suara itu masih bisa Arsyad tangkap.
Memejamkan mata, seolah tak mendengar jeritan nenek sihir itu. Baru tiga hari Arsyad merasakan ketenangan karena tidak mendengar suara itu, tapi sekarang masih pagi saja suara itu sudah menyambutnya.
Gak ada kerjaan banget sih ini anak. Pagi-pagi udah teriak-teriak, rutuk Arsyad dalam benaknya.
"Lo kemana aja? Kok gak masuk? Gak ada keterangan juga. Lo ke mana, Syad?" Suara Vina semakin mendekat kali ini. Serentet pertanyaan pun menyerbu Arsyad.
Arsyad mencoba membuka matanya, apa yang ia lihat sekarang? Gadis ini berada di hadapannya dengan wajah yang sangat dekat.
Arsyad mendorong bahu Vina pelan, berupaya menjauhkan wajah Vina dari wajahnya.
Arsyad melepaskan earphone-nya. "Apaan Vin?" ucap Arsyad berusaha lembut tanpa emosi.
Wajah Vina sudah menjauh dari wajahnya, sekarang Arsyad tak perlu lagi menahan nafas agar wajahnya tak menyentuh wajah Vina seperti tadi.
"Lo ke mana? Kok gak masuk sampe tiga hari?" Vina mengulangi pertanyaannya dengan suara yang dilembut-lembutkan.
"Gak ada urusannya sama lo," ketus Arsyad.
Vina terus melihat ke arah Arsyad, lebih tepatnya jika gadis ini memandanginya. Tak peduli jika Arsyad terus membuang wajahnya kepada dirinya dengan sesekali mendengus kesal.
Kali ini benar dari lubuk hati Vina, jika gadis ini sungguh khawatir dengan apa yang terjadi dengan Arsyad, ditambah lagi jika sekarang Vina melihat bibir Arsyad yang memutih.
"Jelas ada urusannya sama gue Syad," Arsyad masih tak menanggapi.
"Gue khawatir sama lo," lanjut Vina tanpa aba-aba apa pun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cover Your Pain (Completed)
Teen Fiction(Completed) "Aku akan menutupi rasa sakitmu semampuku, dan aku akan merasakan sakit jika kamu sakit. Tapi, apakah kamu seperti itu juga kepadaku?"-Arsyad. Ketika hati berkata iya namun raga mengatakan tidak. Lalu siapa yang akan menang? Hati atau Ra...