Satu. (Awal Mula)

869 87 15
                                    

Sinar matahari menyorot masuk ke dalam kamarku melalui sela celah jendela. Entah siapa yang membuka gorden yang semalaman ditutup, tapi yang jelas ini sangat menggangguku.

Walaupun sepertinya hari ini begitu cerah karena sudah jelas jika cahaya yang masuk sangat menohok kelopak mata yang masih tertutup. Namun, rasa dingin di kota ini mampu aku rasakan, rasa dingin yang menerpa kulitku sekarang terus mengajakku bergelut dengan selimut tebal yang kini menutupi sebagian tubuhku.

Aku tarik selimut itu sampai benar-benar menutupi tubuh ini dan hanya menyisahkan kepala.

"Bangun sayang." Suara itu, sangat kukenali sekali. Siapa lagi kalau bukan suara Mama. Huh.

Aku tak berkutik, tidak menghiraukannya, berpura-pura masih terlelap. Maafkan aku, Ma.

Mengapa suaranya tak lagi terdengar? biasanya Mama akan terus berbicara jika aku tak kunjung bangkit dari ranjang.

Sepertinya kelopak mataku ini tak seerat tadi, pegal jika harus terus berpura-pura pulas. Kubuka kelopak mataku dan mengerjap-ngerjapkannya. Benar, sangat menohok penglihatanku. Bisakah jika Mama menutup gorden itu kembali? Aku tidak kuat jika harus menutupnya sendiri.

"Syira! Bangun!" Suara itu kembali datang dan nampaknya Mama mulai kesal.

Derap langkahnya terdengar jelas di telingaku. Kini, aku telah bangkit dari tidurku, duduk di atas kasur empuk walau nyatanya kini nyawaku belum terkumpul penuh.

"Untung kamu udah bangun, sebenarnya tadi Mama ingin siram kamu pake air ini. Tapi berhubung kamu udah bangun yaudah gak jadi," ucapnya. Dan aku benar melihat Mama menggenggam satu gelas berisi air penuh. Tega sekali Mamaku itu.

Mengucek mataku perlahan. Dan melihat Mama sejenak, lalu berkata, "Mama tega banget sama aku," ucapku lalu memanyunkan bibirku.

Mama hanya menatapku dengan tatapannya yang sangat meledek. Memangnya Mama kira aku apa? Anak SD kelas satu yang harus disiram pakai air supaya bangun? Aku ini sudah SMA, Ma!

Mengingat jika aku sudah SMA, seperti ada yang mengganjal dalam hati dan pikiranku. Seperti ada yang kurang dan sangat penting di hari ini, namun apa?

Mama masih setia menatapku tanpa berkata. "Ma ...," gumamku.

"Ya?"

"Aku ngerasa ada yang kurang, aku ngerasa ada yang aku lupain di hari ini. Tapi apa ya Ma?" tanyaku sangat bingung, aku harap Mama tahu apa yang kurang dari perasaanku pagi ini.

Bukannya menjawab, Mama malah mengusap puncak kepalaku seraya tertawa kecil. "Ma, aku serius."

"Anak Mama ini memang benar tidak pernah berubah sejak dulu, selalu menjadi sosok Syira yang pelupa," ucapannya membuat aku kesal, terus saja meledekku, Ma.

Mama duduk di sampingku seraya merangkulku penuh kasih dan sayang. "Hari ini hari pertama kamu masuk sekolah sayang."

Aku tersentak. Oh iya, padahal baru saja aku selesai MOS empat hari lalu. Dan hari ini aku akan masuk ke sekolah baruku, pertama kali untuk mengikuti pelajaran SMA. Selamat tinggal putih biru dan selamat datang putih abu-abu.

"Aaaaaa!!!!" jeritku memeluk Mama. Aku bahagia Mama telah mengingatkanku dan menyadarkanku.

"Udah sana cepetan mandi, nanti telat loh belajar di hari pertamanya," ucapnya setelah berhasil aku lepaskan dari dekapanku yang mungkin sempat membuat Mama sesak. Maafkan aku lagi, Ma.

Cup.

Satu kecupan kudaratkan di pipi kanan Mama sekilas. Mama adalah orang yang paling aku sayang, ternyata ia rela membuat anaknya harus merasakan dingin terkena guyuran airnya tadi jika saja berhasil, daripada harus melihat anaknya terlambat masuk sekolah yang ditunggu-tunggu.

Cover Your Pain (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang