Tujuh Belas. (Tersusun lalu hancur)

217 21 0
                                    

Langit sore yang dipenuhi warna orange ini mengantarkan burung-burung kecil kembali ke sangkarnya, terlihat begitu bahagia karena sekarang mereka terbang dengan suara khas yang saling bersahutan.

Syira berjalan bersama teman-teman yang berbeda kelas dengannya. Tidak mengenali satu orang pun yang sedang berjalan satu arah dengannya. Kepalanya terus memutar kembali kemana Arsyad? Di saat seperti inilah, di saat tidak ada seseorang yang membuatnya melupakan hal itu.

Masih sibuk berjalan dengan fikiran yang mampu menyesakkan dadanya sendiri. Percayalah jika ia benar-benar sangat lelah untuk menangis. Pada dasarnya perempuan memang diciptakan dengan perasaan yang unggul, tapi jika ia terus menangis bukan lagi perasaan yang unggul melainkan kelemahannya yang unggul. Itu membuat Syira kembali berfikir bahwa menangis bukanlah hal yang berguna. Apakah menangis akan mendatangkan Arsyad kepadanya? Tidak. Syira sudah terlalu lelah menangis, sekarang biarkan saja dadanya merasakan sesak, yang paling terpenting sekarang adalah matanya yang tidak mengeluarkan air.

Makin lama jalannya makin cepat, dan seiring itu juga ia makin sendiri karena teman-temannya yang lain sudah berpisah arah dengannya. Melihat satu kursi panjang yang terletak di pinggir jalan, membuat ia ingin duduk dan berupaya sedikit menstabilkan dadanya yang semakin sesak ini.

Mengusap wajahnya kasar dengan telapak tangannya. Memejamkan mata dengan sesekali menghirup oksigen melalui hidungnya.

"How are you?" Syira hanya menganggap jika suara itu adalah halusinasinya seperti biasa. Tetap memejamkan mata, tidak mau membuka matanya kalau nanti yang ia tangkap hanyalah angin hampa seperti biasa.

"Please, open your eyes,"

Apa halusinasi aku makin bertambah? Apa aku makin gila dibuatnya? Batin Syira terus bertanya kebenarannya.

"Bukan halusinasi kamu, aku benar ada di hadapan kamu." Suara itu benar-benar membangunkan Syira dari alam bawah sadarnya tentang suara itu. Seperti dapat membaca apa yang Syira fikirkan, suara itu menjawab batinnya.

Syira mulai mengikuti apa yang suara itu katakan walaupun di dalam hatinya terus berucap bahwa halusinasinya masih menguasai dirinya.

Rasa bahagia, kesal, sesak, sedih, haru, dan semuanya benar-benar Syira rasakan saat melihat pria yang ada di hadapannya tersenyum lembut ke arahnya. Pria yang selama ini ia rindukan kehadirannya. Pria yang benar-benar telah membuatnya jatuh beberapa hari terakhir ini.

Tidak ada air mata haru yang Syira keluarkan, tidak ada dekapan secara tiba-tiba yang Syira lakukan. Hanya terus melihat manik mata Arsyad, berharap agar manik mata itu tidak lagi pergi dari pandangannya.

"Kamu apa kabar?" Arsyad mengulang kembali perkataannya di awal.

Tangan Syira terulur untuk menyentuh permukaan wajah Arsyad yang sangat ia rindukan. Masih sama seperti saat terakhir ia melihat, namun kali ini ditambah dengan tutup kepala dan bibir yang memucat.

"Kabar aku baik, kabar kamu?" Suara serak Syira akibat menahan sesuatu di dalam sejak tadi akhirnya ke luar begitu saja.

Senyum Arsyad benar-benar membuat hati Syira seakan terlepas dari ikatan tali yang begitu kencang. Lega sekali rasanya untuk Syira. "Aku baik," terpaksa berdusta demi gadis di hadapannya.

Seorang wanita paruh baya dan gadis yang baru beranjak dewasa melihat Arsyad dan Syira melalui kaca tembus pandang di ujung sana. Seorang wanita paruh baya yang mulai menangis haru melihat anaknya kembali tersenyum sangat bahagia. "Sekarang Ibu percaya 'kan kalau kebahagiaan adalah obat yang paling berarti untuk Kak Arsyad? Tuhan telah menciptakan Kak Syira untuk menyembuhkan penyakit Kak Arsyad," Amanda, berucap kepada Ibunya sendiri.

Cover Your Pain (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang