Tiga. (Gambaran dari semua)

568 56 12
                                    

"Pagi Rio!!!!" Syira datang setelah lima menit kedatangan Rio.

Syira tak peduli jika Rio tak menjawab ucapan selamat pagi yang baru saja ia lontarkan. Syira sudah cukup biasa dengan sikap Rio. Baru cukup ya.

"Gue liat catetan matematika dong." Syira mengucapkan itu kepada Rio, tapi Rio malah semakin sibuk dengan gadget-nya yang menampilkan games bertarung.

"Rio!" hentak Syira.

"Apa, sih?"

"Gue pinjem buku matematika lo, boleh gak?" tanya Syira lagi dengan suara yang sangat pelan. Sebenarnya gadis itu terpaksa karena tidak ingin marah-marah karena ini masih pagi.

Lagi-lagi Rio tak menjawab, Syira semakin kesal. Ditambah Syira sedang kedatangan tamu yang terus membuat hormonnya tidak stabil.

"Rio! Please bisa gak sih lepas dulu dari hape lo? Temen lo lagi ngomong serius." Syira benar-benar kesal kali ini. Rio tidak pernah bisa bersikap biasa saja kepada Syira. Itulah hal yang membuat Syira kesal setiap harinya.

"Gue cuma butuh jawaban iya atau enggak aja susah banget jawabnya! Kalo lo gak mau minjemin, bilang! Gue bisa minjem ke yang lain." Lagi-lagi amarah Syira terlontarkan begitu saja.

Ini baru jam tujuh pagi, tapi Rio sudah memancing amarah Syira hingga keluar.

Rio meletakkan gadget-nya dan menoleh ke arah Syira yang sedang sibuk mengatur napasnya.

"Lo ke mana aja kemaren?" tanya Rio menyimpang dari pembicaraan sebelumnya kepada Syira yang masih sibuk menurun naikkan dadanya. Rio berucap seolah tak bertanya. Datar.

Syira mendelik ke arah Rio, namun dibalas oleh tatapan dingin yang Rio miliki. "Gak penting!" ucap Syira masih dengan emosinya.

"Penting Ra, lutut lo berdarah lagi setelah lo keluar kelas. Kain kasanya penuh darah. Sebelumnya masih putih dan lo keluar kelas lama banget, Ra," ucap Rio pelan namun penuh penekanan.

Syira tak menyangka jika Rio memperhatikannya. Kemarin sampai pulang sekolah Rio tak menanyakan sesuatu kepadanya. Syira pun acuh tak acuh.

"Apa peduli lo sama gue? Lo itu 'kan cuma bisa dinginin gue! Sekarang ngapain sok perhatian?" Suara Syira naik satu tingkat. Begitu kesal kepada Rio yang selalu bisa membuatnya bingung.

Ck. Rio berdecak seakan tak habis pikir Syira bisa berbicara seperti itu kepadanya. Syira tidak pernah mengerti Rio, namun Rio sangatlah mengerti Syira. Itulah yang sebenarnya.

Rio menatap mata Syira sangat dalam, seakan melelehkan amarah Syira seketika. "Gue dingin, bukan berarti gak peduli sama lo. Syira, lo temen gue bahkan gue mau kalo lo jadi sahabat gue. Gue emang gini adanya, please lo harus ngerti. Gue peduli sama lo." Rio menepuk pundak kanan Syira di akhir kalimatnya.

Syira luluh, amarahnya mereda. "Tapi ..."

"Tapi apa? Lo mau gue hapus sikap dingin gue ketika di deket lo? Gue gak bisa, Ra."

"Kenapa gak bisa?"

"Ini gue, Rio."

"Ya, gue tau lo Rio. Si Rio yang sok ganteng, sok dingin, sok pinter pokoknya sok akan segalanya!" cerca Syira tepat di depan wajah Rio.

"Amanda Asyira, itu lo tau."

"Radjendra Rio Pradja tapi kan-" ucapan Syira sengaja di potong sendiri dan berakhir decakan kesal.

Rio mengusap puncak kepala Syira hingga rambutnya sedikit berantakan. Syira mengerucutkan bibirnya, membuat siapa pun yang melihat merasa gemas termasuk Rio.

Cover Your Pain (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang