"Hei jangan lari!!!"
Aku mendengarnya, derap langkah pria bertubuh besar itu semakin mendekat ke arahku yang sudah siap tergolek karena kehabisan nafas. Sial, Ayah macam apa yang tega menjual putrinya sendiri pada seorang mucikari?!
Aku melihat beberapa mobil melintas di jalanan, dan sudah 5 mobil yang melewatiku begitu saja, mengabaikan lambaian tangan putus asaku yang meminta tumpangan pada mereka. Ck, kejam... hidup ini memang kejam, orang sepertiku memang selalu dipandang sebelah mata oleh kalangan elit seperti mereka.
Ckiiiit... Aku berteriak saat sebuah mobil sport metalic hampir saja menggilas tubuh koyakku. Kulihat pintu mobil mewah itu terbuka, memunculkan si pemilik yang hampir saja mengirimku ke neraka bersama orang-orang nista sepertiku.
"Syukurlah mobilku tak lecet." gumam sosok berjas itu seraya menilik depan mobil dengan tangannya yang mengelus penuh rasa sayang. Detik kemudian kilatan matanya menghujamku.
DIA?!! Oh tuhan... tidakkah ada yang lebih buruk dari ini? Aku menelan ludahku melihat sosok angkuh keturunan keluarga Estan yang kaya raya ini.
"Kakimu masih kuat untuk berdiri kan?" tanyanya sarkasme. Sial, aku benci seringai pongah itu, dua tahun tak bertemu sama sekali tak mengubah sifat bossy nan pongahnya.
"Heeeiii berhenti di sana!" teriak segerombolan orang berbadan gembul yang sedang berlari mendekat, semakin dekat.
Aku sesak nafas, rasanya ingin mati saja. Dua pilihan yang sulit antara menyerah pada para gembong penjual wanita itu atau mengemis tolong pada si brengsek Erry ini? Dan dengan sangat terpaksa aku mengatakan kalimat terkutuk ini.
"-tolong aku." lirihku seraya menangkup kedua tanganku di depan wajah. Dia mengernyit, bibirnya berkedut geli saat matanya menelisik keadaanku yang sebegini hancurnya. "Tolong bawa aku pergi dari mereka,"
"Berikan alasan agar aku menolong gadis congkak sepertimu."
Sial! Sudah kuduga akan seperti ini jadinya, seharusnya aku tak mengemis padanya.
"Mereka akan membawaku pada seorang mucikari di Chiang Mai."
Kulihat alis tebalnya terangkat dengan memasang wajah penuh tanya. "Ayahku kabur dengan meninggalkan hutang yang banyak pada rentenir, dia memakai uang pinjaman itu untuk mabuk dan juga berjudi. Sebagai gantinya ia menjualku pada mereka untuk dijadikan wanita penghibur."
Dia terdiam cukup lama, kuharap ada tindakan baik yang akan ia lakukan untukku. "Aku tak peduli dengan masalahmu karena masalahku sendiri sangat banyak, minggir dan pergilah, kau menghalangi jalanku." Ucapnya seraya mendorong tubuhku ketepian, membuka jalannya untuk kembali melaju.
"Kumohon tolong aku..." pintaku sekali lagi, namun yang kudapat hanya seringai licik darinya.
"Kubilang aku tak peduli dengan masalahmu, menyingkir dari hadapanku." Katanya seraya menggeram kemudian mendorongku pada segerombolan orang yang sudah berdiri tepat dibelakangku.
"Terimakasih tuan," ucap mereka girang karena berhasil menangkapku.
Aku meronta, mencoba lepas dari cengkeraman mereka yang terasa menyakitkan di pergelangan tangan ringkihku ini. Sial, brengsek kau Lerry Estanbelt!
"Lepaskan aku!" raungku kesakitan.
"Diam kau! Atau perlu kusumpal mulutmu agar bisa diam, hah?!"
God, naas sekali jalan hidupku ini. Ibu... bawa aku bersamamu agar tak ada lagi rasa sakit yang kudera lebih dari ini. Benar, mungkin setelah tubuhku ternoda aku akan menyusulmu.
KAMU SEDANG MEMBACA
T'amo
RomancePeraturan gila dari pemerintah yang mewajibkan WNA untuk menikah sebelum akhir desember membuat Lerry Estanbelt kalang kabut. Bukan karena dia tak laku, tapi karena eksistensi kaum perempuan di Thailand tidak sebanyak di Indonesia. Jika salah pilih...