First Night?

33.2K 2K 61
                                    

Warning : Cerita saya terdapat banyak kekurangan, mainstream alias pasaran, ada juga yang bilang kayak sinetron, banyak typo. So, if you don't like, don't read. No flame, no bullying, no blame, give a good respect for me :)

*** Happy Reading ***

Mereka kira dunia mereka hanyalah sebatas hitam dan putih

namun sekarang mereka dapat melihat warna lain,

seperti warna maroon dipadu dengan pastel pada cat kamar mereka

cokelat kelam pada bola matanya

merah muda pada bibir ranumnya

kelabu pada masa lalu mereka

serta warna cerah seperti mentari pada tawa mereka

"Morning, baby Zee..." Kecupan hangat ini sudah tak asing lagi, pria itu tak pernah absen untuk mengecup dan mengatakan kata-kata selamat pagi seperti tadi setiap harinya.

"Hn..." si wanita hanya bergumam, pasalnya ia terlalu malas untuk sekedar membalas tatapan mesum Lerry saat ini.

Jangan heran, mereka sudah menikah 1 bulan lalu. Bukan pernikahan yang megah karena saat itu situasinya sedang genting karena ditengah ikrar janji suci tiba-tiba saja mereka digemparkan dengan kabar bahwa si bungsu Keylo mengalami kecelakaan dan sedang kritis. Alhasil mereka melakukan janji suci dengan sangat buru-buru kemudian lekas terbang ke Phuket dengan pakaian yang masih sama, sebuah gaun penganting juga dengan stelan tuxedo putih yang dikenakan si pengantin pria saat itu.

Awalnya mereka berencana akan menikah akhir desember nanti, namun rupanya Bunda Chika tidak suka dibuat menunggu lama, "Kalau sudah ada calon lalu kenapa harus menunggu lama? lebih baik kalian menikah besok dan lekas berikan cucu untuk kami berdua, tentu saja beri cucu perempuan, itupun kalau bisa. Kalau tidak bisa, cucu laki-laki juga tidak apa-apa." Dan keesokannya Zea tiba-tiba saja diculik ke sebuah butik besar dan mencoba beberapa rancangan gaun pengantin dan setelah menemukan yang pas dia lekas didudukkan di tempat rias kemudian dibawa menuju sebuah kuil untuk melakukan ritual pernikahan dengan adat Thailand. Kira-kira seperti itulah pernikahan mereka, jangan tanya seberapa syok Zea saat itu, begitupun juga dengan Lerry.

Kembali pada pagi yang indah ini, Lerry mulai beranjak dari ranjang besar mereka setelah memberi kecupan serta selamat pagi pada koala manisnya. Ia sudah memikirkan apa yang akan ia masak untuk sarapan mereka perdua pagi ini.

"Kau suka telur setengah matang, baby Zee?" tanpa harus berbalik Lerry tahu kalau istrinya kini sudah duduk di salah satu bangku meja makan mereka.

"Apapun yang kau masak akan kumakan, Lerry."

"Ya benar, karena kau sudah bosan makan roti gosongmu kan?"

"Diamlah, ini masih terlalu pagi untuk berperang." Sanggah wanita itu lalu mengambil gelas dan menuangkan air putih ke dalamnya. "Hari ini aku izin tidak masuk kantor yah?"

GLONTANG! Tanpa sadar Lerry menjatuhkan spatula yang tadi digenggamnya, kini atensinya hanya berfokus pada wanita yang sudah sebulan mejadi istrinya itu. "Kenapa?" dan entah begitu saja mulutnya bertanya demikian.

"Aku rindu pada Ibu dan sudah lama sekali aku tak pernah mengunjungi makamnya, tepatnya semenjak aku terkurung di tempatmu ini."

"Terkurung?" ada nada tak terima dalam ucapan Lerry. Bagaimana bisa wanita itu menganggap dirinya tengah terkurung dalam apartemen megahnya ini, walaupun pada kenyataannya memanglah benar. Tapi sungguh, Lerry tak pernah membatasi ruang gerak Zea. Bahkan dia tak akan mempermasalahkan jika wanita itu pergi beberapa hari untuk menginap di rumah temannya asalkan temannya itu perempuan. Tunggu, sejak kapan sosoknya menjadi protektif begini? Entahlah, yang pasti Lerry tak suka jika ada lelaki yang kecentilan mendekati wanita yang sudah menjadi miliknya.

T'amoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang