Kupandang jijik diriku pada pantulan cermin, mereka mendandaniku semau mereka, memakaikanku baju indah namun terasa menyakitkan ditubuhku.
"Cepat ke luar, seseorang telah memesanmu."
Dadaku berdegup ribuan kali lipat. TIDAK!!! Aku tak mau menyerahkan tubuhku pada lelaki hidung belang seperti mereka! Aku tak sudih tangan-tangan kotor itu menyentuh tubuhku.
Nyonya Ausat menyeretku ke sebuah private room, tempat orang-orang berkelas singgah dengan wejangan darah muda sepertiku. Kulihat seseorang yang sudah berumur sedang duduk di sofa maroon panjang di sudut ruangan, ia tersenyum saat melihat Nyonya Ausat datang dengan aku disampingnya.
"Dia yang bernama Zea?" tanya lelaki tua itu pada mucikari kejam ini.
"Benar, dia baru datang kemarin malam."
"Begitukah? Pantas masih terlihat begitu segar."
Bolehkah aku memukul wajah tua bangka tak tau diri itu? Nyonya Ausat mendorongku hingga terduduk tepat di samping tua bangka ini, kemudian dia pamit pergi setelah mengucapkan 'Selamat bersenang-senang' pada lelaki tua ini.
"Seseorang ingin bertemu denganmu, mari ikut saya nona."
Aku menaikkan satu alisku menandakan kalau aku tengah dibuat bingung. Dia hanya tersenyum menanggapi kebingunganku ini, satu tangannya terjulur dihadapanku, meminta izin untuk menuntunku pergi dari tempat kotor dan terkutuk ini.
"Anda akan membawaku ke mana?" tanyaku penasaran.
Dari kaca spion itu kulihat dia sedang tersenyum, "Nona akan tahu nanti,"
*
*
*
Jika ada yang bisa aku lakukan selain tertegun di dalam ruangan yang megah ini, mungkin hal itu adalah berteriak serta meringsek ke arah orang yang sedang duduk di sofa sehijau zamrud di tengah ruangan.
"AYAH!" pekikku tak percaya. Pria paruh baya itu menoleh, ia terlihat ketakutan saat melihatku, mungkin beliau takut kubunuh saat ini juga karena rasa murkaku yang sudah kutahan selama 3 bulan ini.
"Ze-Zea... kau masih hidup?" ia tergagap seraya meneliti diriku dari atas kebawah.
Apa-apaan tua bangka ini, "Ayah menginginkan kematianku ditangan orang-orang bertubuh besar itu?"
"Bu-bukan, ma-maksud Ayah bagaimana kau bisa lolos dari mereka?"
Hahaha apa dia bilang? Bagaimana kabarku? Dia tidak lihat tubuh kurus kerontang anaknya ini hah?
"Ayah bisa lihat sendiri bagaimana keadaanku saat ini, sehat tidak dan sakit pun tidak." Ujarku sarkasme dengan tawa mencemooh ayahku sendiri, oh katakan saja kalau aku ini anak durhaka dan tak tahu diri. Tapi apa lagi yang bisa aku lakukan selain menyerukan segala rasa kesalku selama ini padanya, kenapa dia membuangku? Kenapa dia tega menjualku.
"Sudah selesai acara reuni keluarganya?"
Suara ini? Sial! Aku segera menolehkan kepalaku ke belakang dan lihat siapa yang sedang berdiri angkuh di ujung tangga dengan kedua tangan bersedekap di depan dada.
"Apa maumu, Lerry?"
Dia menampakkan seringai menyebalkan itu lagi. Errr.... ingin rasanya menonjok muka menyebalkan itu seperti dulu.
"Kau, aku mau kau Zea." Ujarnya selancar jalan tol Bangkok-Chiang Mai.
Apa aku salah dengar? Apa telingaku masih berfungsi? Oke mungkin aku sedikit berhalusinasi, mungkin gaungan lirih itu hanyalah oase karena efek telingaku yang sudah lama tak kubersihkan.

KAMU SEDANG MEMBACA
T'amo
RomansaPeraturan gila dari pemerintah yang mewajibkan WNA untuk menikah sebelum akhir desember membuat Lerry Estanbelt kalang kabut. Bukan karena dia tak laku, tapi karena eksistensi kaum perempuan di Thailand tidak sebanyak di Indonesia. Jika salah pilih...