Ery P.O.V
Ada 2 hal yang menyenangkan dalam duniaku, pertama saat melihat Keylo mencak-mencak, dan yang kedua melihat koala ngamuk.
Aku jahat?
Memang!
Lalu mau apa?
Wow, lihat koalaku itu, dia masih ngambek karena jam tidurnya ku ganggu. Sejak dulu kami memang terkenal tak akur satu sama lain, setiap bertemu pasti terjadi gencatan mulut, maksudku kami selalu berdebat. Suatu kepuasan sendiri ketika melihat dia mengomel dengan mata melotot dan itu terjadi sejak tahun pertama kami di universitas hingga saat ini.
Setahun lalu, saat itu divisi yang aku pegang mengadakan kerja sama dengan salah satu perusahaan konstruksi. Setelah dua tahun lulus dari universitas, itu adalah pertama kalinya kami bertemu lagi, dan sisi lain diriku langsung bergelora untuk melakukan keisengan. Yeah... kakiku terjulur saat dia lewat hendak memberi minuman dan sialnya minuman itu malah tumpah ke kepalaku sendiri. Aku memakinya namun dia tak membalas, ugh.. jadi tak asik.
Seminggu setelah kejadian itu aku seakan ditampar oleh kabar tentang pemecatannya. Sial, padahal aku tak benar-benar marah saat itu, hanya saja ingin melakukan kebiasaan kami dulu untuk saling lempar makian. Garton bilang Zea menghilang dari peredaran, rumahnya dijual untuk mencicil hutang pada pihak Bank, ternyata usaha furniture keluarganya bangkrut sejak setahun lalu dan satu-satunya orang yang diandalkan untuk mencari uang hanyalah dia. Namun apa yang aku lakukan? Membuatnya dipecat dari pekerjaan satu-satunya.
Merasa bersalah?
Ya, sedikit.
Tiga minggu lalu, saat aku mendapat mandat dari Bunda untuk menjenguk Keylo di Phuket, aku merasa kaget saat melihatnya melintas dan hampir tertabrak oleh mobilku, ada perasaan lucu setiap kali melihatnya, apalagi saat itu dia tengah memohon padaku, hahaha kapan lagi melihat gadis keras kepala itu memohon, sebab itu aku berpura-pura tak peduli, lagi pula aku masih punya misi yang belum terlaksana dari Bunda. Tapi jangan salah, aku langsung menelpon Garton untuk menyelidiki si Koala dan membawanya padaku.
"Apa maumu ERY!"
Aha... lihat, dia tak akan kuat untuk tidak meledak padaku.
Seperti biasa, kutarik sudut bibirku menampakkan seringai yang paling tidak dia suka. "Aku bosan." Kataku seraya menatapnya.
"Kalau bosan maka pergilah dan jangan ganggu aku yang sedang bekerja!" sungutnnya berang seraya membuang kertas-kertas yang tadi kulempari ke kepalanya.
"Ayo main."
Dia menoleh dengan dahi mengernyit. "Tidak."
"Tidak bisakah kau tinggalkan sebentar layar komputer itu lalu main bersamaku?!" aku mulai memaksa.
Dia diam, tak merespon apa yang aku ucapkan barusan. Aku menatapnya sebal, dengar kawan, hal yang paling tidak aku suka adalah ketika diabaikan. Semoga saja kertas-kertas yang aku remas-remas dari setengah jam lalu bukanlah berkas penting, kembali kulempar gumpalan-gumpalan kertas itu ke arahnya.
"LERRY!" ia berdiri seraya melemparkan sebuah buku dengan ketebalan lumayan namun sayang sekali tidak kena sasaran karena aku dapat mengelak dengan sangat cepat.
"Hadiahnya paket liburan selama 2 hari tanpa gangguan."
Lihat, dia mulai tertarik dengan tawaranku hahaha...
"Tidak. Kau licik, saat permainan selesai kau tidak akan menepati janjimu!"
Ya tuhan, otak kecilnya begitu pintar, "Aku bersumpah, akan memberikanmu 2 hari libur." Kuangkat dua jari membentuk huruf 'V' ke atas.
KAMU SEDANG MEMBACA
T'amo
RomancePeraturan gila dari pemerintah yang mewajibkan WNA untuk menikah sebelum akhir desember membuat Lerry Estanbelt kalang kabut. Bukan karena dia tak laku, tapi karena eksistensi kaum perempuan di Thailand tidak sebanyak di Indonesia. Jika salah pilih...