"Laporan macam apa ini? Otakmu di mana huh? Rekap ulang!"
Aaargh... bolehkan aku berteriak saat ini juga? Di depan telinganya secara langsung? Sial, benar-benar sial! Aku seperti diperbudak oleh bedebah satu ini. Sudah 10 kali rekap tapi masih belum juga masuk ke dalam kriteria rekapnya? Oh hell, apa maunya? Kalau dia punya kriteria rekapitulasi sendiri kenapa tidak bilang dan aku tinggal mencontohnya saja kan biar gampang?
"Diktator!" cibirku seraya beranjak menuju meja kerjaku yang tak jauh dari mejanya.
Aku yakin dia mendengar cibiranku tapi ya begitulah si brengsek itu, sok tenang, sok tak mempunyai ekspresi, sok segalanya.
"Aku tak bisa Lucy, hari ini jadwalku penuh, beberapa menit lagi aku juga akan pergi rapat dengan para Clientku. Oh no, tidak juga dengan besok, aku sibuk-"
Hahaha wanita mengenaskan, mau saja ditipu oleh si play boy coro satu ini, apa dia bilang? Mau rapat? Setahuku sampai besok lusa jadwalnya linier saja, bebas hambatan seperti jalan tol.
"Hey kau mau kemana?!" teriaknya saat melihatku beranjak dari kursi dan berjalan mengendap-endap menuju pintu keluar.
Aku berbalik menghadapnya, memberikan tatapan membunuh milikku padanya. "Aku lapar,"
"Selesaikan dulu pekerjaanmu, KOALA!"
"Kau ini diktator atau apa sih, aku perlu makan untuk mengisi tenaga dan juga nutrisi otakku yang kau porsir 24 jam dikali 7 hari!"
Dia diam, menggeser warna merah pada layar handphonenya, "Aku ikut."
"Apa?"
"Aku juga lapar, bodoh."
"Terserah." Sungutku lantas minggat secepat mungkin dari sana.
Oh nooo bisa kubayangkan betapa tidak nyamannya acara makan siangku jika ada dia, mulutnya itu seperti perempuan, tidak bisa diam.
"Jalanmu cepat sekali, padahal kakimu pendek."
"Heeey!!!"
Aku berbalik dengan mata melotot, namun dia malah semakin tergelak keras. Ish, menyebalkan.
*
*
*
Aku duduk di salah satu meja paling pojok, mengambil posisi tenang untuk makan. Hm... cafe Ladeza khas Italia ini benar-benar keren, dekor ruangan yang klasik, menu makanan lengkap dengan harga murah membuat mulutku tak sabar menyantap semua makanan yang kupesan ini.
Ya ampun, dia benar-benar mengikutiku ke sini? Dasar Lerry tak tau diri, Apa dia tidak bisa membiarkanku tenang dalam sedetik saja huh?! Sekarang apa? Ck, heeey kenapa dia menatapku seperti itu? Apa ada yang salah dengan wajahku? Apa ada cabe yang nyangkut di gigiku?
Kuambil kaca dari dalam tas tanganku dan ku arahkan di depan wajah lalu ku tarik kedua ujung bibirku menampakkan gigi putih dan bersih milikku, dan tak ada noda apapun di gigi maupun wajahku.
"Permisi nona, seseorang menitipkan memo untuk anda." Aku mengernyit heran pada pelayan dihadapanku ini, dia menyodorkan memo kuning padaku.
Hitam memang manis, tapi kurasa merah lebih eksotis.
L.E
Aku segera menolehkan kepalaku ke meja di ujung dekat pintu masuk, si brengsek itu tersenyum dengan seringai menjijikannya, mengangkat segelas kopi miliknya kemudian pergi. Dasar tidak waras, dan lebih tidak warasnya lagi aku yang meladeninya.
*
*
*
Lelah sekali hari ini, beruntung setelah acara makan siang tadi si playboy itu tidak kembali ke kantor, entahlah, mungkin dia pergi menemui para pelacurnya. Ya tuhan, kenapa aku harus marah-marah sih!

KAMU SEDANG MEMBACA
T'amo
RomancePeraturan gila dari pemerintah yang mewajibkan WNA untuk menikah sebelum akhir desember membuat Lerry Estanbelt kalang kabut. Bukan karena dia tak laku, tapi karena eksistensi kaum perempuan di Thailand tidak sebanyak di Indonesia. Jika salah pilih...