PROLOG

2K 81 6
                                    

lagi lagi ini cerita lama. Di re-post dan--kayaknya--bakal dirombak sedemikian rupa. Jadi, bakal ada perubahan dari yang lama gitu, tapi sabar aja nunggu updateannya yah, karna saya lagi fokus di kbb.-.

~Love is Never Wrong

Seorang anak laki-laki duduk di sudut kamarnya, meringkuk sambil memegang kedua lututnya. Badannya bergetar hebat, suara tangisnya lebih terdengar seperti isakan yang memilukan. Sudah sejak tadi, atau tepatnya kemarin. Bahkan kini, saat keadaan sudah sangat sepi, saat suasana duka di luar ruangannya tidak terdengar lagi, ia tetap menangis.

"Iya, mama janji, bakal nemenin kamu."

"Ngambil piala kan?"

"Awaaass!!"

"Kamu pembunuh! Kamu pembunuh!"

"Bukan salah dia Pa, bukan salahnya."

"Saya benci padanya!"

***

"Okay, karna sudah tidak ada pertanyaan lagi. Rapat ini kita akhiri. Selebihnya akan kita bahas lagi setelah Ulangan selesai." Ujar seorang anak laki-laki mengakhiri rapat Osis siang itu.

Para anggota OSIS mulai meninggalkan ruangan dan berniat pulang karena jam sekolah sudah berakhir sejak satu jam yang lalu. Anak laki-laki tadi--sang ketua--keluar paling akhir, karena ia yang memegang kunci ruang OSIS.

Selesai mengunci pintu dari luar, ia baru menyadari bahwa ada seseorang yang sangat dikenalinya di dalam ruang Lab IPA. Dimana ruangan itu berada tepat di samping ruang OSIS.

Tuk Tuk Tuk

Ia mengetuk kaca Laboratorium, gorden biru tua di balik kaca itu tersibak, menampakkan wajah seseorang yang langsung tersenyum lebar ke arahnya.

"Lo ngapain?" Tanya si anak laki-laki tadi tanpa bersuara, hanya bibirnya yang bergerak-gerak.

"Biasa.. Hukuman." Jawab orang yang ditanyainya sambil mengangkat tangan kirinya dan terlihat sapu yang ia pegang.

Si anak laki-laki tadi menghela nafas, lalu bergerak menuju pintu lab.

"Ngapain coba lo masuk masuk kesini?" Protes si penghuni lab tadi.

"Mau bantuin lo." Sahut si anak laki-laki lantas mulai menaikkan kursi-kursi bundar khas kursi laboratorium, ke atas meja yang terbuat dari tembok bertehel.

"Lo kenapa sih? Semenjak masuk SMP ini, jadi berubah gini. Langganan banget sama hukuman."

Anak laki-laki yang satunya, si penerima hukuman ini, tak menjawab. Berpura-pura tuli, seolah tak mendengar apa-apa.

"Mau sampe kapan lo begini?" Anak yang sibuk menyusun kursi itu kembali mengoceh.

"Sampe orang-orang yang pergi gara-gara gue, balik lagi ke sini." Balasnya dingin.

***

Kling!

Seorang gadis berjalan riang menuju tempat tidurnya saat mendengar bunyi 'kling!' Yang dihasilkan smartphonenya. Bunyi itu adalah suara yang dihasilkan benda kotak pintarnya jika menerima E-mail. Dan hanya satu orang yang akan mengiriminya E-mail.

Serius lo?

Tertulis di isi E-mail itu. Senyum gadis itu makin mengembang. Sebelumnya, ia mengirimi sahabatnya itu E-mail berisi,

Kembarannya Ariana Grande yang udah lima tahun ini ninggalin Indonesia, minggu depan mau balik loh.. Dan katanya, dia bakal tinggal dan sekolah di sana!

Membayangkan wajah sahabatnya yang pasti masih antara percaya tidak percaya tentang berita kepulangannya itu, gadis ini makin terkikik geli.

Dengan lincah jari-jarinya mulai mengetik,

Gak percaya? Jemput gue aja ya di Bandara, hari selasa depan. See you!

Lalu handphonenya ia lempar ke sembarang arah. Tak apa, karena benda itu masih mendarat di atas tempat tidurnya yang empuk. Fikirannya kembali melayang tentang Indonesia. Negara kelahirannya yang telah ia tinggalkan selama 5 tahun ini.

Sebentar lagi, ia akan kembali. Dan bertemu dengan dua Power Rangers bersaudara yang dulu selalu menjaga dan menemaninya.

"Guys, wait for me!"

***

Seumur hidupnya, ia tak pernah menginginkan apa-apa. Tidak jika yang dimaksud 'apa-apa' itu adalah materi atau benda pemenuh kepuasan manusia. Tidak. Karena ia telah memiliki segalanya.

Tapi jika 'apa-apa' itu adalah kebebasan, tentu saja ia tak punya. Ia tak punya kebebasan melakukan apapun yang ia suka. Ia seperti robot yang sudah diprogram untuk selalu mematuhi perintah. Ia hanya boneka. Alat yang digunakan orang tuanya, demi kepentingan mereka.

Jessi kecil sangat ingin bisa bebas dan mempelajari musik seperti teman-temannya. Les piano, ikut lomba menyanyi, tapi kata papa dan mama yang seperti itu tidak berguna untuk masa depannya.

Diam-diam, Jessi yang menyadari bakat dalam dirinya, mengumpulkan uang jajan untuk bisa membeli ukulele untuk ia mainkan saat mama dan papa tidak ada di rumah. Ia terus melakukan hobinya sembunyi-sembunyi, takut papa dan mama marah.

Hingga hari itu datang. Ketika adiknya yang sangat cinta dengan musik memberontak hingga akhirnya kabur dari rumah. Membuatnya menjadi satu-satunya yang menjadi harapan papa dan mama. Mulai saat itu, Jessi tidak ingin apa-apa lagi. Berjanji, ia tak akan melihat pendar kecewa di mata orang tuanya lagi.


---

And, perlu diketahui bahwa cerita ini terinspirasi dari 'ANOTHER WAY TO LOVE' karya Anindhia Agustianing Putri yang bisa di akses di www.jejak-jejakpena.blogspot.com

Love Is Never Wrong [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang