Tangannya sibuk mengoleskan cokelat ke selembar roti di tangannya. Di depannya, Sang papa juga tengah menikmati sarapannya. Memang selalu seperti inilah suasananya. Setiap pagi, suasana meja makan akan sesepi ini. Dulu, sewaktu masih ada Devan disini, terkadang terjadi keributan kecil di meja makan. Walau sebenarnya suasana ribut-ribut--karena pertengkaran Devan dan Papanya itu--tidak Ryan sukai, tapi tetap saja, ia kini merindukan kehadiran saudaranya itu di rumah ini."Kamu mau berangkat pake mobil kamu sendiri, atau ikut papa hari ini?", Suara Papa memecah keheningan.
Ryan sedikit mengernyitkan dahi, "Loh, kantor papa sama sekolah aku kan beda arah. Atau papa mau ada pertemuan sama orang di daerah sekitar Atventhas?", tanyanya tak mengerti.
"Ya. Papa kan harus bertemu kepala sekolah kamu"
Ryan tercenung sesaat, tetapi setelah ia mencerna baik-baik maksud kalimat Papanya, senyum sumringahnya langsung mekar, "Jadi, papa bakal ke sekolah?", Papa Theo hanya mengangguk, lalu mulai meminum Cappucinonya.
"Aku ikut Papa!"
~o0o~
Bias-bias matahari, menjadi alarm alam untuk membuka mata di pagi yang cerah ini. Di atas rumah pohon itu, Devan segera menegakkan badan begitu menyadari hari sudah benar-benar pagi. Diliriknya ponselnya, di layar tertera sebuah pesan baru. Setelah membaca isi pesan tersebut, ia tersenyum lebar
'Buruan siap-siap ke sekolah! Papa bakal dateng menuhin panggilannya Kepsek ;) '
Segera ia menyambar kunci motor Jose--yang dipinjamnya--kemudian dengan cepat menuruni rumah pohon.
~o0o~
Sudah hampir pukul tujuh, saat Devan dan Jose sampai di sekolah. Setelah menerima pesan Ryan tadi, Devan segera menancap gas ke rumah Jose. Tentu saja untuk mandi dan numpang sarapan._. . Mereka kini berjalan menyusuri koridor sekolah menuju ruang kepala sekolah. Saat mendekati ruang kepsek, Devan bisa melihat jelas Ryan sudah ada di sana bersama dengan seorang pria di sebelahnya, di depan ruang kepsek.
Langkah Devan perlahan melambat, ia memandangi sosok yang ada di depan sana tak percaya. Ini benar kan? Papanya datang untuk membantunya? Ugh! Sejarah harus mencatatnya!.
"Hy Van, Jo !", panggil Ryan yang membuat Devan harus kembali mempercepat langkahnya. Mendekat. "Kepsek belum dateng, tadi Bu Dira bilang, lo sama Papa boleh nunggu di dalem", Ryan menunjuk ruang kepala sekolah, "Dan gue sama Jose harus ke kelas, karena bel tinggal 5 menit lagi."
"Good luck yah Van;) ", ucap Jose sebelum melangkah pergi bersama Ryan. Devan hanya tersenyum.
Selepas kepergian mereka, Papa Teo melangkah memasuki ruangan kepala sekolah dan duduk di sebuah sofa yang tersedia disana. Memang sebuah sofa yang disediakan untuk tamu kepala sekolah. Devan mengikuti walau jarak duduknya dengan sang papa tidak dekat.
Sebenarnya Devan ingin memulai dialog. Sekedar ucapan 'terima kasih' atau apalah pada papanya. Tapi entah kenapa rasanya suaranya tidak ingin keluar. Ia malah diliputi rasa canggung sekarang dengan papanya sendiri.
Sudah lama sejak Devan terakhir melihat papanya. Seingatnya, dulu papanya tidak seperti ini. Apa papa agak kurusan yah? Tanya Devan hanya dalam hati. Sepertinya memang yah, papanya sekarang lebih kurus dari terkahir kali ia melihatnya--di hari ia dikeluarkan dari sekolah itu. Tapi walaupun begitu, papanya tetap terlihat tampan dan berwibawa.
"Selamat pagi, maaf membuat anda menunggu", suara Kepala Sekolah--Pak Adi--terdengar. Pria itu sekarang berjalan memasuki ruangan dan menuju ke kursinya.
"Silahkan Pak", Pak Adi menunjuk kursi yang berada di seberang mejanya. Mengisyaratkan agar Papa duduk disana. Papa Theo segera berdiri dan menuju ke sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Is Never Wrong [Completed]
Teen Fiction"Benarkah cinta tak pernah salah, bahkan bagi orang ketiga?" --- Arhen tidak tahu apa saja yang terjadi selama 5 tahun ia pergi. Yang jelas saat ia kembali, keadaan seolah terbalik dari yang diingatnya. Yang Arhen ingat, Ray adalah sahabatnya yang j...