Tidak tidak ada siapapun di sini selain dirinya. Suara langkah-langkah kaki menjauh yang tadi sudah tak didengarnya lagi. Hanya suara gemuruh langit, pertanda hujan akan segera turun.
Disaat semua pengunjung tempat ini sudah pergi beberapa menit yang lalu, ia tetap bergeming. Tak terusik. Pandangannya sendu ke arah danau. Tempat ini adalah tempat favoritnya. Dan semakin disukainya jika sepi begini. Menenangkan.
Ia memungut kerikil-kerikil kecil yang berserakan di sekitarnya, lalu mulai melempar-lemparkannya ke dalam danau. Tidak peduli, meski ia tahu hari ini adalah hari terpenting untuknya. Hari tepat tahun ke-5 dimana ia pernah berjanji akan menjemput seseorang yang akan kembali. Tapi sekarang? Apa yang ia lakukan?
Ia tahu, Ryan pasti sudah tahu bahwa ia disini. Tapi ia juga tahu, bahwa saudaranya itu sekarang sudah berada di Bandara. Duduk dengan gelisah disana. Harusnya ini jadi hari bahagia untuk mereka. Saat salah seorang dari mereka yang pernah pergi, hari ini kembali, dan akan membuat kisah tentang persahabatan mereka kembali utuh.
Tapi toh, sudah ada seseorang lagi yang menunggu orang itu di sana. Biarlah hanya saudaranya itu. Karena kali ini, ia belum siap untuk bertemu si gadis "pelangi" yang dalam ingatannya senang sekali tiap bermain ayunan di halaman belakang rumahnya. Lima tahun lalu.
~o0o~
"Ryan?", merasa namanya disebut, pemuda yang sejak tadi hanya sibuk dengan handphonenya itupun mengangkat wajah. Seorang gadis berkacamata hitam dengan luggage ukuran sedang dalam tarikan tangannya. Itu orang yang ditunggunya! Dari nada suaranya, gadis itu seakan-akan bertanya pada Ryan, tapi Ryan rasa dia hanya menggumamkan nama cowok itu pada dirinya sendiri.
Saat itulah Ryan menyunggingkan senyum termanisnya. Gadis itu turut tersenyum. Ryan segera berdiri dari duduknya. Lalu tanpa bisa mengontrol diri, tiba-tiba pemuda itu bergerak untuk memeluk gadis di depannya. Ryan dapat merasakan bahwa seluruh tubuh gadis di pelukannya menegang. Mungkin karena terkejut. Tapi setelah beberapa saat, gadis itu membalas pelukannya, kemudian mereka pun bergerak untuk memisahkan diri dari pelukan itu.
"Bikin kaget aja lo tadi! Kita kan bukan anak kecil lagi, Yan! Main pelak peluk aja lo !", dari suaranya, gadis ini seperti tidak sedang memprotes, tapi mungkin inilah caranya bercanda.
"Ahahah sorry sorry refleks! Abis gue kangen tau!"
"Iyadeh iya. Ngerti kok. Secara gue kan emang ngangenin :p "
"Huh!"
Ryan memperhatikan gadis di depannya. Arhena Dewantary. Gadis itu tidak berubah banyak, wajahnya putihnya yang dulu sangat mulus masih sama. Berambut hitam panjang, berpipi chubby, dan senyumnya, juga masih sama.
"Wah, kok lu lebih tinggi sih ? perasaan dulu tinggin gue dripada lo deh ?!!", nah! Itu juga masih sama. Gadis ini memang sangat suka memprotes-,-.
"Lo kali yang makin pendek !", Ryan dengan nada mengejek
Arhen mengerucutkan bibirnya. "Terserah lo lah -_- . Oh yah, Ray mana ?", gadis ini menyadari bahwa masih ada sesuatu yang kurang
"Mmm... Sorry. Dia lagi ada urusan. Mungkin nanti lo bakal ketemu dia di rumah"
"Aelah tuh orang! Sepenting apa sih urusannya? Lebih penting dari gue gitu?", terdengar nada kecewa bercampur kesal dari gadis ini. Ryan hanya terkekeh kecil, menyembunyikan sesuatu di hatinya. Ingin sekali ia memberitahu gadis di depannya, bahwa semuanya tidak lagi sama, seperti 5 tahun lalu.
"Ry? Kok bengong?"
"A?"
" 'A?' ekspresi lo masih sama. Gue udah bilang kan, jangan pernah masang muka bloon kayak begitu!" Arhen mengingat pesannya pada sahabatnya ini, selalu sama dari awal keakraban mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Is Never Wrong [Completed]
Teen Fiction"Benarkah cinta tak pernah salah, bahkan bagi orang ketiga?" --- Arhen tidak tahu apa saja yang terjadi selama 5 tahun ia pergi. Yang jelas saat ia kembali, keadaan seolah terbalik dari yang diingatnya. Yang Arhen ingat, Ray adalah sahabatnya yang j...