Ryan melemaskan otot-otot lehernya, sudah hampir pukul 5 sore. Berarti, sudah lebih dari satu jam ia sibuk di depan laptop Devan. Mengerjakan tugas saudaranya itu.
Ryan kemudian merebahkan tubuhnya tepat disamping Devan yang meringkuk di balik selimut. "Dev..", panggilnya
"Hn?"
"Lo sakit?"
Devan menyibakkan selimutnya dan memiringkan kepala untuk menatap wajah Ryan. "Kagak. Cuma idung mampet doang, gak masalah"
"Idung mampet juga termasuk sakit kali. Tapi lo gak lemes2 amat kan? Kalo gitu, gue mau curhat"
"Pasti Arhen?", Devan sudah hafal betul, kalau Ryan bilang mau curhat, ya pasti isinya Arhen semua.
"Hehe, siapa lagi sih bro. Gue mau nembak dia, gimana menurut lo?", Devan diam, dengan alis mengernyit. Entah ini ekspresi apa.
"Ya udah sih tembak aja, kenapa nanya gue, kalo mau minta restu sama mama papanya lah.", jawab Devan asal.
"Maksud gue gimana cara nembaknya, bantuin gue dong, gue enggak pernah tahu soal ginian nih"
"Lo aja enggak ngerti gimana gue.", Devan diam terdiam sendiri menyadari kata-katanya yang entah kenapa terkesan ketus pada Ryan. Ia melirik ke arah saudaranya yang sepertinya juga agak tidak nyaman sama sepertinya.
"Lo beneran sakit deh kayaknya, Dev? ya udahlah curhatnya gue tangguhkan ajalah"
"Eh enggak kok enggak, yah lo jangan ngambek gitu dong Ry. Gue tadi mikir tahu gimana caranya lo bisa nembak Arhen, mau denger enggak ide gue?", Devan mengedip-ngedipkan sebelah matanya, terkesan lebay memang untuk seorang Devan yang lebih suka memasang tampang jutek itu, tapi Devan rela deh asal suasananya kembali normal.
"Apaan?", tanya Ryan semangat. Devan tersenyum jahil, membuat Ryan lebih penasaran.
"Besok aja ya, pokoknya besok lo tinggal terima beres deh dari gue."
Sekarang aja deh Van.." paksa Ryan.
"Besok ya besok! udah sana gue mau tidur..hush..hush..", layaknya mengusir seekor kucing, Devan mengibas-ngibaskan tangannya. Ryan pasrah saja, ia percaya Devan akan punya ide yang bagus untuknya besok.
Sepeninggal Ryan dari kamarnya, Devan melihat ke arah foto dirinya, Ryan dan Arhen.
Devan tersenyum simpul, diam-diam dia juga menyukai foto ini. Tapi kemudian dia kembali sadar akan kata-kata Ryan barusan. Sejujurnya Devan belum menemukan ide apapun untuk Ryan, Devan melirik foto itu sekali lagi, dan entah kenapa tiba-tiba, sebuah ide langsung tergambar cepat di otaknya.
~o0o~
Jessi melempar senyum dan membalas sapaan siapa saja yang berpapasan dengannya. Menjadi salah satu idola sekolah yang dikagumi adik, seangkatan bahkan kakak kelasnya membuat Jessi harus selalu siap pegal karena terlalu sering menarik dua sudut bibirnya untuk tersenyum. tapi walaubagaimanapun, Jessi sebenarnya suka saja dengan ini semua.
"My Jessong!"
"Adduuh..ddduh." Jessi juga harus sabar setiap kali lehernya tercekik rangkulan seorang Celine Dwi Putri. Sahabatnya yang super heboh sekaligus tukang curhat,
"Lo harus tau!" Nah kan... baru juga dibahas. Celine akan memulai sesi curhatnya lagi.
"Tadi kan di parkiran gue teriak heboh gara-gara tentengan gue yang isinya baju olahraga ketinggalan di rumah, gue udah panic dan berniat pengen nyari lo untuk nemenin gue pinjem di anak kelas lain, eh tapi pas lewat koridor Loker, Jose tiba-tiba nyodorin ini!" Celine memamerkan Baju berwarna hitam biru lengkap dengan trainingnya-seragam olahraga Arvendhas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Is Never Wrong [Completed]
Teen Fiction"Benarkah cinta tak pernah salah, bahkan bagi orang ketiga?" --- Arhen tidak tahu apa saja yang terjadi selama 5 tahun ia pergi. Yang jelas saat ia kembali, keadaan seolah terbalik dari yang diingatnya. Yang Arhen ingat, Ray adalah sahabatnya yang j...