(17) Benci

330 14 0
                                    

"Ada apa, Yan ?", tanya Devan. Ryan tidak bergeming, ia berdiri di samping jendela sambil menatap ke luar.

"Masih inget pembicaraan kita disini, Van? atau perlu gue ingetin. Saat itu kalo gue enggak salah denger, lo bilang elo enggak akan ngerebut Arhen dari gue"

Devan berjalan menghampiri Ryan, di kepalanya mulai tersusun berbagai dugaan ke arah mana Ryan akan membawa pembicaraan ini.

"Lo kenapa, Yan?", tanya Devan sambil menepuk pundak Ryan. Ryan berbalik menatapnya dengan tajam, belum pernah Ryan menatap Devan seperti ini sebelumnya.

“BUG !”, sebuah serangan kilat super cepat dari Ryan tepat ke wajah Devan.

"Yan.."

"APA ?! GUE ENGGAK NYANGKA ELO KHIANATIN GUE, VAN!", Ryan mendorong Devan hingga terjatuh.

"AYO LAWAN GUE! LAWAN GUE!!", bukannya melawan, Devan malah hanya diam memandangi Ryan. Sebenernya hanya dengan sekali pukulan, Devan bisa saja membuat Ryan langsung terjatuh, tapi Devan tahu, melawan Ryan sama saja dengan menjadi seorang pengecut, karena keadaan telah membuatnya menjadi pihak yang salah.

“BUG !”
sekali lagi Ryan meninju wajah Devan, darah segar langsung mengalir dari ujung bibir kakak tirinya itu.

"Di kertas permohonan lo itu, lo nulis kalo lo suka sama Arhen. Tapi lo malah bilang kalo lo Pengen ke Dufan!", Ryan mengungkapkan bukti yang ditemukannya

"Gue emang sayang sama Arhen, gue sayang banget sama dia, dari dulu, dari kita masih kecil. Gue udah sayang sama dia, mungkin jauh sebelum lo sayang sama dia"

“BUG !” Devan hanya tersenyum mendapati dirinya di tonjok lagi oleh Ryan. Ia sama sekali tidak memiliki keinginan untuk membalas hal itu.

"Pukul gue terus kalo emang itu bisa bikin lo lega", Ryan menatap Devan dengan pandangan siap membunuh. Ia menarik kerah baju Devan, memaksanya berdiri.

"KENAPA HARUS ELO ! ORANG YANG PALING GUE PERCAYA !!"

Teriakan-teriakan Ryan, membuat orang-orang  berkumpul di depan world history room, menerka-nerka apa yang terjadi. Bagaimana bisa Adryan Pradipta, ketos mereka yang begitu bersahaja, meledak sedemikian rupa, terhadap saudaranya sendiri.

-

"Arhen, ayo ikut gue !"

"Mau kemana, Yant?"

"Udah ayo ikut", Arhen hanya pasrah tangannya di tarik oleh Bryant. Ia kebingungan ketika melihat banyak orang yang bergerombol di depan ruang sejarah dunia.

"Ada apaan ?", tanya Arhen yang masih belum mengerti apa-apa.

"Ryan sama Devan berantem di dalem Arhen, kit--" tanpa menginjinkan Bryant menyelesaikan penjelasannya, Arhen langsung menyeruak menerobos kerumunan orang dan masuk ke dalam ruangan yang tidak terkunci sama sekali.

"STOP !!", teriak Arhen lantang. Ryan yang dalam posisi siap memberi Devan sebuah pukulan lagi, langsung melepaskan cengkramannya begitu saja.

"JADI SEKARANG LO JUGA BELAIN DIA ?!", dengan takut-takut Arhen berjalan ke arah Ryan dan Devan. Air mata telah menggenangi pelupuknya, Arhen mencoba tersenyum ke arah Ryan, tapi Ryan langsung membuang mukanya. Lalu Arhen berjalan ke arah Devan, dan bersimpuh di hadapannya. Ia menarik tangan Devan, dan mengalungkan tangan itu di pundaknya, kemudian membantu Devan berdiri dan memapahnya.

"Gu..gue..punya..penjelasan, Yan", ucap Arhen terbata-bata. Ryan tetap tidak mau memandang Arhen, apalagi Devan, kebencian jelas telah terbentuk nyata di matanya.

Dengan posisi memunggungi Arhen dan Devan, Ryan merogoh saku celananya, mengeluarkan gelang milik Devan dan juga selembar kertas yang berisi permohonan Devan lima tahun lalu. Kemudian ia melemparkannya begitu saja, dan benda-benda tersebut tepat jatuh di kaki Devan.

Love Is Never Wrong [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang