Sambil meregangkan otot-ototnya, Devan melirik arloji yang melingkar di tangan kanannya. Sedikit terkejut, karena jarum jam telah berpacu cepat, dari teakhir kali ia mengeceknya. Kini jarum jam tersebut, tengah menunjukkan angka, setengah duabelas malam. Devan memakai helmnya, dan mulai memacu motornya di tengah gelapnya malam. Meninggalkan pelataran parkir Rumah sakit Permata.
Sebenarnya Devan ingin sekali menginap di rumah sakit, menjaga papanya yang belum kunjung sadar. Tapi dari gerak-gerik Ryan yang masih belum mau terlalu banyak bicara dan bahkan tidak pernah mau menatapnya, menandakan bahwa kehadirannya tidak diharapkan oleh saudaranya itu.
Toh yang penting ia sudah tahu bahwa ia akan mendonorkan ginjalnya untuk papanya tiga hari lagi. Ya, Papa prioritasnya sekarang. Untuk masalah yang lain, Devan harap bisa melupakannya sejenak. Atau kalau bisa berharap lebih, semoga bisa terselesaikan secepatnya.
~o0o~
Hari ini lumayan cerah, meski matahari tidak bersinar seterang biasanya. Ryan menguap menahan kantuk, pengaruh semilir angin yang berhembus di sekitarnya.
"Yan, nih laporan buat rencana pensi yang kita mau adain", Ryan mengangkat kepalanya yang sejak tadi menempel pada mejanya. Menatap cewek yang menyodorkan map biru padanya. "Sekertaris panitia mana, Sya?"
"Yee.. Iye deh gue tau ini tugasnya sekertaris satu, tapi gak papalah, toh Jessi nya yang minta tolong ke gue untuk ngasih liat ini ke ello", jelas cewek yang di panggil 'Sya' oleh Ryan tadi, Nasya.
"Emang Jessi kenapa?"
"Kayaknya ini pertanyaan yang bersifat pribadi deh"
"Maksud lo?"
"Nah loh, kok malah lo yang gak ngerti sih, Yan?"
"Emang maksud lo apaan sih?"
"Kalo mau tau kabarnya Jessi, yah tanyain ke orang nya sendiri dong! Gue juga gak tau tuh dia kenapa! Daritadi di kelas juga gak banyak ngomong, sekalinya istirahat, dia cuma nyamperin gue buat minta tolong ini trus ngacir entah kemana"
Ryan terdiam. Dalam hati ia bertanya, apakah Jessi benar-benar serius dengan kata-katanya kemarin, bahwa ia tidak akan mengganggunya lagi?
"Kalian ada masalah yah?", tanya Nasya yang langsung menarik perhatian Ryan kembali,
"Hah?"
"Yaah.. Gue fikir kalian udah jadian", ujar Nasya enteng sambil mengangkat bahu
"Hah?"
"Duh! Males banget deh gue ngomong sama lo -,- Hah Hih Hah mulu! Udah deh, mending gangguin ketua OSIS yang lagi galau, mending ke kantin, Bye"
Ryan menatap Nasya yang berjalan menuju pintu. Setelah menimbang sejenak, akhirnya ia berdiri dan segera menyusul cewek itu.
"Kenapa lo nyusulin gue?"
"Gue juga pengen ke kantin, laper hehe", Nasya mengernyitkan kening mendengar alasan juga gelagat Ryan, tapi tidak mau ambil pusing, ia hanya mengangkat bahu dan mulai melangkah beriringan dengan Ryan.
"Yan, lo nyadar gak sih, beberapa anak ngeliatin kita tuh!", ucap Nasya pelan namun penuh penekanan. Ryan mengedarkan pandangannya ke sekeliling, "Masa sih? Lo nya aja kali yang GR!"
"Ish! Lo sih, ngapain ngintilin gue! Jalan kan bisa di belakang, jauh-jauh gitu dari gue! Kalo Bryant liat gimana?"
"Ahahahh cowok lo gak bakal curiga kok, orang dia tau kalo gue lagi deket sama--", Ryan menghentikan ucapannya sendiri, tersadar akan nama yang hampir disebutnya. Astaga! Ia hampir menyebut 'Jessi'. Apa-apaan ini?!
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Is Never Wrong [Completed]
Teen Fiction"Benarkah cinta tak pernah salah, bahkan bagi orang ketiga?" --- Arhen tidak tahu apa saja yang terjadi selama 5 tahun ia pergi. Yang jelas saat ia kembali, keadaan seolah terbalik dari yang diingatnya. Yang Arhen ingat, Ray adalah sahabatnya yang j...