(16) Terungkap

308 15 0
                                    

"Eh..eh, bukan apa-apa kok Yan, sorry-sorry, gue cuma lagi lihat ujan doang, udah ayo lanjutin rapatnya..", cegah Jessi, membuat Ryan menghentikan langkahnya, Jessi mencoba tersenyum meyakinkan Ryan. Ryan mengangkat bahunya, dan kembali ke tempatnya.

"Ya udah sampai mana tadi kita ?", tanya Ryan kembali fokus ke slidenya. Jessi menghela napas lega, ia tidak tahu apa yang sedang ia lakukan, yang ia tahu, ia hanya tidak ingin membuat Ryan terluka.

~o0o~

Demi apapun Arhen tidak suka dengan suasana yang sedang mengepungnya kali ini, ia berusaha menyibukkan dirinya dengan mengedarkan matanya, mencari sesuatu yang menarik untuk ia amati mungkin.

Sementara itu, Jessi yang sedang duduk di sampingnya, sedang berusaha menemukan kata-kata yang tepat untuk membuka percakapan ini. Ia sendiri tidak mengerti, mengapa tiba-tiba ia mengajak Arhen untuk berbicara berdua dengannya.

"Ehm..Rhen..", Arhen menoleh ke arah Jessi, dan tersenyum tipis.

"Kenapa, Jess ? tadi katanya ada yang mau di omongin sama gue ?", tanya Arhen sesantai mungkin, ia sendiri tidak mengerti kenapa hatinya merasa tidak nyaman seperti ini.

"Sori banget Arhen kalo misalnya gue lancang, apa lo bener-bener sayang sama Ryan?", tanya Jessi to the point. Arhen mengerutkan keningnya bingung. "Emm..kalo lo gak mau jawab, jadi..jawab aja pertanyaan gue yang lain. Kenapa belakangan ini lo kayak gak suka banget sama gue?", tanya Jessi hati-hati.

Arhen jadi salah tingkah sendiri. Apa sikapnya terlalu kentara selama ini? Apa ia telah membuat teman sebangkunya ini tersinggung?

"En..nggak kok Jess. Gue bukannya gak suka sama lo, gue cuma--", otak Arhen berputar cepat mencari kata-kata selanjutnya. Tapi ia tetap tidak tahu harus mengatakan apa.

"Cemburu sama gue?", omongan Jessi membuat Arhen terkesiap. Ini orang kok peka banget yah?

"Gue tau lo suka sama Devan. Dan sorry atas kedekatan gue sama dia. Sorry gue pernah meluk dia di depan lo. Sorry gue sering ngajak dia ketemuan berdua. Tapi itu cuma pake label 'sahabat' nggak lebih. Gue gak ada rasa kok sama Devan", Jessi mengembuskan nafas setelah mengatakan semuanya. Hari ini ia bertekad, ingin meluruskan semuanya dengan Arhen dan kalau bisa, membantu temannya ini agar bisa keluar dari cerita cinta rumitnya.

Arhen menatap Jessi, mungkin harusnya ia marah dengan pertanyaan-pertanyaan gadis ini, tapi entah mengapa Arhen merasa, Jessi mungkin adalah orang yang pas untuk ia bagi sedikit ceritanya.

"Untuk pertanyaan lo yang paling pertama tadi, jawabannya, gue emang sayang Jess sama Ryan dari dulu, sampai sekarang perasaan itu enggak pernah berubah, gue sayang sama dia sebagai seorang..."

"Sahabat", tebak Jessi yang lagi-lagi benar. Arhen tersenyum lirih, ia tahu Jessi yang peka perihal perasaan akan dengan mudah menebak hatinya.

"Dan lo sayangnya sama Devan kan ?", Arhen hanya dapat mengangguk.

"Kenapa lo bisa tahu ?", tanya Arhen penasaran.

"Petunjuk pertama adalah puisi lo waktu di kelas. Yang lo maksud sebagai 'dia' itu gue kan? Lo gak suka liat gue deket-deket Devan. Cara lo perhatian sama Devan, cara lo mandang matanya Devan, waktu lo berdua kejar-kejaran di bawah hujan, elo yang lebih milih pulang sama Devan ketimbang Ryan, banyak Rhen..", terang Jessi sambil tersenyum menatap Arhen.

"Buat apa lo senyum sama gue ? elo jelas-jelas udah mergokin gue sama Devan"

"Karena elo udah berani jujur sama apa yang lo rasain, Arhen. Gue enggak bilang apa yang lagi lo lakuin ini bener, tapi gue salut sama keberanian lo...", bukannya senang, Arhen malah merasa semakin bersalah. Entah untuk apa, tapi air matanya mulai berproduksi.

Love Is Never Wrong [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang