Devan membuka matanya perlahan, berusaha menyesuaikan cahaya lampu di kamar kost'annya dengan matanya yang baru terbuka. Dilihatnya Arhen dan Jose yang duduk di samping tempat tidurnya dengan wajah serius.
"Gue kenapa?", tanya Devan bingung. Seingatnya tadi ia ada di taman, tapi kok sekarang ada di kost'an?
"Kamu bikin kita panik tau gak!"
"Iya! Arhen sampe nelpon gue sambil nangis-nangis. Gara-gara lo pingsan di taman!"
"Pingsan?"
"Iya! Kamu sih, ternyata sakit tapi masih aja keluar!", ucap Arhen masih dengan suara serak habis menangis. Devan cuma nyangir, "hehe sorry deh. Tapi gak parah kan?"
"Gak parah gimana? Badan lo panas banget gitu!", gemas Jose
"Gua mah udah biasa kalo demam demam gini. Minum obat juga sembuh. Kayaknya efek kecapean deh. Soalnya baru sampe Jakarta tadi pagi, trus langsung ke sekolah"
"Jangan anggap sepele, Van. Besok lo harus check up!", tegas Jose, sudah seperti Papa Devan saja.
"Tuh, Van! bener kata Jose..", timpal Arhen. Devan merengut sebal ke arah Jose, Jose hanya membalasnya dengan senyum.
"Besok kamu check ya ke rumah sakit", bujuk Arhen lagi.
"Duhh, ngapain? Demam doang kok"
"Ya check aja, emang kalo check ke rumah sakit, sakitnya harus parah apa ?"
"Kan aku cuma demam, Arhen. Besok juga aku udah bisa ke sekolah kok, iya enggak, Jos?", sebelum Jose ingin membuka mulutnya untuk membela Arhen lagi, tatapan Devan yang menusuk telah menyentuhnya lebih dulu.
"Gak perlu pake check check'an kan, Jos? Gue cuma demam", tanya Devan dengan nada sok manis._.
"Check up penting kan, Jo?", Arhen tidak ingin kalah
"Penting banget, Van. Udah enggak apa-apa, cuma check up doang kok, gue setuju", kali ini Devan benar-benar memandang tajam ke arahnya, malas terlibat lagi, Jose langsung meraih buku nganggur di sampingnya, dan pura-pura sibuk membaca.
"Udah, kamu nurut aja deh sama aku, besok kan juga kebetulan hari sabtu, libur, kita ke rumah sakit ya, oke", Devan hanya bisa mengangguk sambil tersenyum, percuma saja melawan lagi, ia tidak akan menang melawan Arhen kalau soal beginian.
~o0o~
Entahlah sudah berapa lama Ryan duduk disini, hidungnya malah mulai terbiasa oleh bau alkohol yang menyengatnya sejak dua jam yang lalu. Tangannya mengusap pipi Jessi yang terbaring dengan berbagai selang yang menempel di tubuhnya. Wajah Jessi yang lembut dan terlihat seperti malaikat kecil yang sedang tertidur.
"Ryan.. Ryan..."
"Iya Jes, gue disini..", Ryan tersenyum. Sudah sejak tadi juga, Jessi terus menerus mengigau memanggil namanya. Ryan menyibakkan beberapa helai rambut Jessi yang menutupi wajahnya, masih tidak abis pikir untuknya, bagaimana bisa seorang Jessi yang ia kenal sebagai gadis yang mandiri dan berpikiran terbuka, ternyata dalamnya serapuh ini. Memilih untuk mengiris nadinya sendiri, dengan pecahan kaca figura fotonya.
"Ryan..ehm..kak.."
Ryan menoleh sambil tersenyum melihat Nayla yang berdiri di belakangnya."Enggak usah pakai kak juga enggak apa-apa", ujar Ryan yang membuat Nayla nyengir.
"Hehe okedeh. Oh ya, lo udah dua jam duduk disini, lo pasti ngantuk? biar gue aja yang jagain Arhen, lo pulang aja"
Ryan menggeleng, "Enggak. Gue nginep aja malam ini, nemenin kalian. Papa gue ngizinin kok. Daripada lo sendirian trus Jessi kenapa-napa kan. Mending gue disini, sampe orang tua kalian nyampe Indonesia dan kesini"
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Is Never Wrong [Completed]
Teen Fiction"Benarkah cinta tak pernah salah, bahkan bagi orang ketiga?" --- Arhen tidak tahu apa saja yang terjadi selama 5 tahun ia pergi. Yang jelas saat ia kembali, keadaan seolah terbalik dari yang diingatnya. Yang Arhen ingat, Ray adalah sahabatnya yang j...