"Itu mas Ryan, ada anak dari sekolah lain, yang pengen masuk dan nyerbu sekolah ini !"
"Aravea?"
"Mungkin, saya kurang tahu, yang jelas, mereka sangat susah untuk di bendung"
"Ya udah ayo pak.." tanpa menjelaskan apapun, Ryan langsung ikut berlari bersama satpam sekolahnya ke arah gerbang depan. Dan benar saja, di depan gerbang sekolah mereka telah berkumpul, anak-anak Aravea yang siap tempur. Padahal ini sudah jauh dari jam pulang sekolah, sudah tidak lagi anak Arvendhas yang bisa di harapkan.
Ryan tahu, dia tidak akan menang melakukan ini. Dia bukanlah Devan yang menguasai ilmu bela diri dan suka berantem. Ryan adalah orang yang lebih suka menyelesaikan segala sesuatunya dengan otak bukan dengan fisik.
"Lo semua pada mau ngapain kesini ?!", tanya Ryan lantang.
"Siapa lo ?! gue enggak pernah ngelihat lo ribut sama kita ?!", sahut seseorang dari kubu Aravea.
"Ini dia cowok yang jalan sama tunangan gue!", Ryan mengerutkan kening dan segera membaca nama yang tertera di seragam anak tersebut sekilas,
‘Romi Saputra? oh jadi ini yang sering berantem sama Devan? Eh, apa tadi dia bilang? Jalan sama tunangan? Jessi!!’ Ryan berbicara sendiri dalam hati. Menyadari kerumunan itu semakin gaduh dan terus mencemoohnya yang malah terdiam daritadi, Ryan segera membuka suara, "Gue ketua osis disini !", ucapnya lantang. Seolah mengumumkan.
"Ketua osis?! eh gue kasi tau yah, jangan pernah deketin tunangan gue lagi !"
"Tunangan lo? gue enggak ngerti sama apa yang lo omongin !", Ryan memilih untuk pura-pura tidak tahu. Karena ia juga tidak tahu apa yang harus dikatakannya sekarang :3
"Ah bacot lo !"
Bug!!
tanpa basa-basi, Romi langsung melayangkan tinjunya ke Ryan, Ryan yang tidak siap apa-apa, langsung tersungkur jatuh ke tanah."Serang woi!!" Perintah Romi ke teman-temannya. Anak-anak Aravea itu langsung menyerbu masuk ke halaman Arvendhas. Satpam-satpam yang berjaga, tidak ada tandingannya dengan mereka yang main keroyokan. RYAN sendiri berusaha bangkit dan melawan Romi, meski ia tahu, Romi sama sekali bukan lawannya.
~o0o~
Sementara itu, Jessi, teman-temannya dan juga para guru bingung, kenapa Ryan tidak kembali-kembali. Jessi yang suntuk, memutuskan untuk melihat-lihat kondisi dari jendela, ia sedikit bingung, melihat mengapa ada banyak motor yang bersliweran di halaman sekolah mereka.
"Pak ..ada tawuran di bawah !", lapor seorang anak. Semua yang ada disitu langsung menoleh ke arah anak tersebut.
"Tawuran? tawuran apa ?", tanya guru mereka.
"Anak Aravea nyerbu kesini !", tanpa pikir panjang, para anak laki-laki yang ada di ruangan itu, serta beberapa orang guru, langsung bergeRom turun ke bawah.
Diam-diam, Jessi mengkhawatirkan Ryan, tapi ia teringat, sebelum kesini, Ryan bilang padanya, bahwa ia ingin menemui Arhen di perpustakaan. Jessi pun izin ke perpustakaan, feelingnya mengatakan, Arhen pasti belum tahu soal ini.
"Arhen.."
"Ya ? kenapa ?", tanya Arhen sambil menutup buku yang sedang ia baca.
"Bisa ikut gue keluar sebentar, kalo disini enggak enak ngobrolnya", meski bingung, Arhen tetap mengikuti ajakan Jessi. Jessi menutup pintu perpustakaan, entah mengapa perasaan Arhen sedikit tidak enak, di tambah dengan suasana lorong tempat mereka berdiri yang cukup sepi.
"Di bawah ada tawuran Rhen, anak Aravea nyerbu kesini, dan Ryan kayanya lagi usaha beresin itu, tapi dia belum balik dari setengah jam yang lalu"
"Devan!", Arhen reflek mengeluarkan handphonenya. Sementara Jessi menatap Arhen heran, bagaimana mungkin Arhen malah menyebut nama cowok lain disaat pacarnya sedang dalam bahaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Is Never Wrong [Completed]
Teen Fiction"Benarkah cinta tak pernah salah, bahkan bagi orang ketiga?" --- Arhen tidak tahu apa saja yang terjadi selama 5 tahun ia pergi. Yang jelas saat ia kembali, keadaan seolah terbalik dari yang diingatnya. Yang Arhen ingat, Ray adalah sahabatnya yang j...