"Yan, udah ada rencana gak tentang uang kas?" Jose menyejajarkan langkahnya dengan Ryan.
"Belum. Gue masih mikir. Tapi gue udah pastiin, ini pasti jebakan Rozan sama temen2nya", Ucap Ryan dengan tatapan menerawang. Nampak berfikir.
"Kok lo ngomong gitu?." Jose kini berjalan miring karena berbicara sambil menghadap Ryan yang masih menatap lurus ke depan.
Ryan menghentikan langkahnya. Yang otomatis membuat Jose juga ikut-ikutan. Mereka berdiri berhadap-hadapan sekarang. "Logikanya, ngapain Rozan si bendahara itu pake nyuruh Devan buat simpen uangnya? Padahal itu kan tugasnya dia! Nah, itu tuh pasti karena dia mau ngejebak Devan!", jelas Ryan yakin. Jose manggut-manggut.
"Masuk akal sih, tapi kita gak punya bukti!?"
"Nah itu dia yang masih gue fikirin!", ucap Ryan seraya melangkah ke sebuah bangku panjang yang tak jauh darinya. Di depan kelas X IIS 2. Kelasnya? Bukan. Kebetulan ia dan Jose tadi kan berhenti disini :3
"Kenapa nggak pake cara yang diusulin Arhen kemarin aja sih? Tinggal kita patungan, trus masukin uangnya ke amplop dan bilang ke kepsek kalo itu uang kas nya! Kan simple!", Jose masih berdiri di tempatnya tadi. Hanya saja kini menghadap ke arah Ryan--yang tengah duduk.
"Gak bisa gitu dong, Jo! Satu kebohongan, bakal nimbulin banyak kebohongan lagi untuk nutupin kebohongan lainnya. Kita gak boleh pake jalan kebohongan, walaupun itu buat ungkap kebenaran. Lagipula, itu gak ngasih efek jerah buat si pelaku aslinya! Gue mau, Rozan yang dihukum!"
"Iya juga sih"
Beberapa saat hening. Ryan dan Jose tenggelam dalam fikiran masing-masing.
"Kenapa gak pake CCTV aja? Tinggal liat di rekaman CCTV kelas gue--yang juga kelas Devan--waktu kejadian dua hari lalu itu. Siapa tau ada petunjuk!", Jose mencetuskan ide brilliantnya.
Ryan menampakkan senyum lebarnya, "Pinter!"
~o0o~
"Hy, Rhen!", sapa Jessi ceria ketika mendapati Arhen tengah berdiri di depan rak buku biologi. "Kok gak bilang-bilang mau ke Perpus? Kan bisa bareng tadi?!", tanya Jessi sembari tangannya juga mulai menelusuri jejeran buku tentang biologi di depannya.
"Gue buru-buru", jawab Arhen singkat dengan masih fokus mencari buku.
"Ouh. Eh, udah denger belum, Rozan sama Mike masuk BK loh gara2 Ryan! Katanya Ryan nemuin rekaman cctv pas Rozan ngambil amplop uang kas di tasnya Devan!"
"Hah?", Arhen segera menoleh ke arah Jessi. Sementara Jeha yang terkejut dengan gerakan tiba-tiba Arhen, hanya bisa mengernyit. Sekaget itu?, "Jadi lo belum denger? Devan aja udah tau. Karena gue kabarin :D "
"U-udah kok! Tadi Ryan udah sms. Gue juga udah kabarin Devan. Lebih duluan malah daripada lo!", ucap Arhen seraya menarik sebuah buku untuk melengkapi buku yang sebelumnya telah ia pegang. Lalu berjalan menuju meja pustakawan.
"Tuh anak kenapa? Ketus amat :3 gue ada salah ngomong yah? Kok dia... Astaga! Jangan-jangan... Gue harus nyamperin Devan pulang sekolah nanti!"
~o0o~
Arhen berjalan gontai menuju kelasnya. Ia membawa dua buku tebal di dekapannya, hasil buruannya(?) Di perpustakaan. Saat melewati pinggir lapangan volly, Arhen berhenti sejenak mengamati segerombolan murid yang bergerumul di depan ruang BK. Ada apa yah?
Arhen mendekati gerumulan itu dan menanyai salah satu dari mereka. Kebetulan disana ada Nasya, salah satu teman sekelasnya. "Ada apaan sih, Sya?", sebenarnya Arhen sudah tahu, pasti tentang Mike-Rozan-dan Ryan hanya saja ia ingin mendengarnya dari sumber lain. Selain Jeha._.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Is Never Wrong [Completed]
Teen Fiction"Benarkah cinta tak pernah salah, bahkan bagi orang ketiga?" --- Arhen tidak tahu apa saja yang terjadi selama 5 tahun ia pergi. Yang jelas saat ia kembali, keadaan seolah terbalik dari yang diingatnya. Yang Arhen ingat, Ray adalah sahabatnya yang j...