(10) Terus Berjalan

309 16 0
                                    


Mata Arhen kembali berkaca-kaca. Susah payah gadis ini menghirup oksigen sebanyak mungkin karena nafasnya tercekat. "Gue kira lo udah lupa sama ini, Van", ucapnya lirih. Arhen benar-benar salah sangka selama ini.

"Gue langsung jadiin ini gelang setelah kita pulang dari hutan"

"Gue juga langsung jadiin ini kalung setelah itu, Van", mereka berdua saling menatap, lalu sama-sama mengalihkan pandangan mereka.

"Apa janji itu masih berlaku, Van ?"

"Gue masih disini, Rhen ? enggak kemana-mana. Justru lo yang ninggalin gue 5 tahun ini", ujar Devan sambil tersenyum

Arhen terkekeh kecil. "Sorry", lalu ia melanjutkan setelah tawanya sedikit reda, "Gue ngerahasiain ini dari Ryan, dia enggak tahu apa-apa tentang ini"

"Dia enggak perlu tahu tentang ini Rhen, jangan..", ada nada memohon di kalimat Devan.

Arhen hanya tersenyum getir, ia sendiri tidak memiliki cukup keberanian untuk mengungkapkannya pada Ryan.

"Sebenernya, gimana sih rasa sayang lo ke gue, Van? Sebagai adek, sebagai sahabat, atau--"

"Gue gak tau namanya apa. Gue gak tau mau nyebut lo sebagai apa. Yang gue tau, seberapa besar pun perasaan sayang gue ke elo, walau gue akuin kalo gue sayang lo lebih dari sahabat, itu juga gak ada gunanya, Rhen! Lo pacar Ryan, sodara gue!"

Arhen tertegun menatap Devan yang balas menatapnya dengan mata sendu itu. Untuk beberapa menit, gadis itu masih kesulitan menemukan suaranya. Devan benar! Posisinya sekarang salah. Dan ia salah jika mencintai saudara kekasihnya sendiri. Salah.

Arhen membuka mulut, tetapi tidak ada yang keluar. Ia juga tidak tahu apa yang harus dikatakannya. Akhirnya ia menelan suaranya sendiri dan memilih diam sambil tertunduk.

Devan memandangi Arhen, mengapa semua ini baru terbuka sekarang ? mengapa semua baru di perjelas sekarang ? di saat Devan sedang berusaha tersenyum untuk Arhen, untuk kebahagiaan gadis itu dan saudaranya, Ryan.

"Apa gue salah nerima Ryan waktu itu? Apa gue salah cinta sama lo, Van?", suara Arhen benar-benar terdengar lirih.

Sekarang Devan yang menarik Arhen ke dalam pelukannya. "Bukan", gumam Devan lirih. "Bukan lo dan bukan cinta yang salah. Mungkin cuma kita yang salah ngartiin perasaan kita. Atau mungkin, kalo kita emang saling sayang, mungkin ini cuma rasa sayang sebatas sahabat, dan kalo sampe sekarang lo belum ngerasa punya perasaan lebih ke Ryan, mungkin emang butuh waktu untuk cinta itu datang dengan sendirinya"
suara isakan Arhen kembali terdengar bersamaan dengan kedua lengannya yang melingkari tubuh Devan.

Devan hanya membiarkan gadis itu terus menangis di pelukannya. Membiarkan gadis itu menumpahkan segalanya. Dan setelah malam ini, setelah semuanya terungkap, ia berjanji, akan mencoba melupakan perasaannya pada Arhen. Akan berusaha membantu Arhen untuk mencintai Ryan. Dan akan membuat Arhen dan Ryan benar-benar bersatu.

"Rhen, lo gak pulang?", tanya Devan setelah suasana sedikit lebih tenang._. .

Arhen menggelengkan kepalanya sambil berusaha duduk dengan posisi normal, "Gimana mau pulang, hujannya deras banget!"

"Duh! Trus? Masa lo ikutan disini? Nambahin beban aja lo! Disini kan sempit!", nada bicara Devan kembali ke ciri khasnya, ketus-,-

"Gitu amat, Van :3. Trus mau gimana lagi?"

"Bawa hp gak?"
Arhen hanya mengangguk dengan tampang polosnya. "Sini!" . Dan hanya menurut saja saat Devan mengadahkan tangan untuk meminta telpon genggamnya tersebut.

"Halo, Yan?!"
Mata Arhen membelalak melihat Devan menempelkan ponselnya di samping telinga sambil menyapa seseorang disebarang sana.

"Cewek lo nih, sok sok an tadi kesini. Sekarang gak tau cara buat pulang deh!...Lo kesini yah! Jemput si tengil nih, kasian entar kedinginan, gue kan gak punya selimut! Okey, buruan!". Devan memutuskan sambungan dan memberi ponsel Arhen kepada pemiliknya._.

Love Is Never Wrong [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang