(15) Kapten Basket

361 19 0
                                    

Nayla terus mengemudikan mobilnya--em..lebih tepatnya mobil Jessi yang digunakannya--dengan kecepatan lumayan, berusaha untuk tetap menjaga jarak dengan motor Devan yang ada beberapa meter di depannya. Suara-suara langit yang menggelegar mulai menjadi backsound, akan turun hujan.

Dan benar saja, 5 menit kemudian gerimis mulai turun membasahi bumi. Nayla berniat menghalangi cowok itu dan mengajaknya bicara ketika motor hijau di depannya itu menepi dan berhenti. Nayla memutuskan berhenti, ingin melihat apa yang akan dilakukan Devan.

Dan Devan terlihat duduk di bangku pinggiran jalan yang tersedia. Sementara gerimis mulai berganti dengan hujan yang mulai deras. Devan tetap tak bergerak, ia bergeming di tempatnya.

"Seumur-umur, lo adalah laki-laki kedua yang gue liat nangis", Devan mendongak dan melihat seorang gadis sudah berdiri di depannya. Gadis itu menyunggingkan senyum, sementara Devan mengalihkan pandangannya. Dan ternyata benar, cowok itu menangis karna matanya terlihat merah.

"Boleh gue duduk?", tanpa menunggu jawaban, Nayla malah langsung menghempaskan bokongnya di kursi itu juga--di samping Devan. Lalu untuk apa coba gadis itu bertanya? Speak speak doang? :3

"Sorry.", suara Nayla yang kembali terdengar setelah hening cukup lama, langsung menarik perhatian Devan. Sekarang ia menatap gadis itu dengan alis mengernyit bingung

"Gue liat semuanya tadi. Yang di bukit. Gue ngeliat ello sama cewek...", suara Nayla mengambang di udara. Ia ingin melihat reaksi Devan, tapi cowok itu hanya menatapnya datar, sulit diartikan. "Gue..gue baru nyadar, kalo Jessi sering cerita tentang lo. Harusnya di pertemuan pertama--waktu lo nganterin gue itu, gue udah nyadarin kalo lo Devan sahabatnya Jessi. Tapi gue malah tau gara2 nguping pembicaraan lo sama cewek tadi", Nayla melirik Devan takut-takut. Namun tidak ada reaksi sama sekali.

Mereka berdua sudah basah kuyup ditelan air hujan. Devan mengusap sebentar wajahnya, menyingkirkan air hujan yang terus membasahinya. "Jadi lo Nayla, adeknya Jessi?"

Nayla segera mengangguk bersemangat mendengar akhirnya cowok itu bersuara juga, "Dan lo Devano Pradipta, kakak-kakakannya Jessi, ya kan?"

Devan terkekeh sedikit, "Ya... Kakak lo nyebut gue gitu", ucapnya sambil mengangkat bahu.

Nayla tersenyum menanggapi. "Jessi bilang, lo orang paling kuat yang pernah dia kenal. Tapi sekarang, gue malah mergokin lo nangis", kedua ujung bibir Devan tertarik mendengar celetukan Nayla. Ia tahu, gadis ini tidak bermaksud meledeknya. Lagipula ia sudah dengar dari Jessi, bahwa adiknya--Nayla ini--adalah orang yang sangat blak-blakan :3

"Gue emang gak pernah nangis di depan dia. Atau di depan siapapun. Paling ketahuan nangis kalo nggak sengaja kepergok kayak gini"

"Hh~ pantes aja lo bisa deket sama kakak gue, kalian gak beda jauh, sok kuat, padahal dalamnya rapuh"

"Bukannya lo juga gitu?", pertanyaan Devan lagi-lagi membuat kening Nayla berkerut. "Maksud lo?"

Devan tersenyum karena berhasil membalikkan senjata, "Apa yang lo rasain sekarang?", karena kerutan di kening gadis itu tidak kunjung hilang, jadi Devan menambahkan, "Perasaan lo ke Romi?", Devan seakan mengerti ketidakpahaman Nayla. Kerutan di kening Nayla makin kentara. Kok..?

"Jessi udah cerita apa aja?

"Banyak", balas Devan singkat.

"Gue fikir cuma gue tong sampahnya si Jesong! Ternyata dia juga suka curhat ke ello, pake acara tebar2 aib lagi!!"

Devan hanya terkekeh kecil, benar kata Jessi, Nayla ini sangat cerewet. "Kalo lo bilang gue adalah orang kepercayaannya Jessi, kenapa lo gak mau percaya sama gue? Jujur aja, sekarang perasaan lo ke Romi kayak gimana?"

Love Is Never Wrong [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang