Epilog

799 33 6
                                    

Arhena's POV

Setahun terakhir, setiap aku terbangun di pagi hari, aku selalu bergumam pada diriku sendiri, 'Hari ini cuma akan berlangsung selama 24 jam. Jadi bangun dan jalani saja!'. Begitu seterusnya hingga tak kusadari ini telah menjadi kebiasaanku.

"Pagi Ma..", sapaku pada mamaku yang sibuk menata meja makan.

"Pagi sayang.."

"Entar mama ke sekolahnya sekitaran jam sembilan yah, kalopun dimajuin pengumumannya, aku bakal kabarin kok"

"Anak Papa dapet juara gak nih?", tanya Papa yang membuatku tersenyum lebar,

"Pasti dong!", ucapku optimis

"Gak penting juara atau enggak, yang penting nilai-nilai kamu diatas standar buat masuk UI", sela mama

"Dapat jalur undangan kalo perlu", timpal Papa lagi.

Tin....tin...
Suara klakson mobil terdengar dari luar, "Ryan udah jemput tuh, Ma.. Arhen pergi dulu yah", ucapku sambil memasang tas dengan terburu-buru, lalu meninggalkan ruang makan.

Sudah setahun terakhir juga, aku selalu nebeng pada sahabatku Ryan. Semenjak aku mengalami kecelakaan kecil-tapi mendapat tiga jahitan di kepala yang membntur dashboard-- karena kebanyakan melamun-bahkan disaat menyetir, Papa mencabut izinku untuk membawa mobil lagi. Dan seperti kebiasaan kami, Ryan harus ke rumah Jessi dulu, menjemput kekasihnya itu.

"Selamat pagi..", sapa Ryan saat aku menghempaskan tubuhku untuk duduk di jok belakangdashboard--

"Gak ada yang selamat pagi pagi!", ucapk jutek, yang malah membuat cowok bule itu terkekeh, "Jangan sentimen dong, ini hari kelulusan.. dan party besar nungguin kita malam ini", ucapnya lagi

"Bodo amat"

~o0o~

*Author's pov*

"Baiklah anak-anak semua yang bapak banggakan, serta guru-guru dan para orang tua murid yang saya hormati, setelah melewati berbagi tahap, akhirnya hari ini, bersama-sama kita akan melepas angkatan 32. Kita semua patut berbangga, karena sekolah kita sukses lulus seratus persen.." aula langsung ramai oleh teriakan senang dan histeris dari para siswa, ada yang berpelukan, ada yang tos-tosan, ada yang lempar-lempar topi.

"Mohon ketenangannya.." sambung kepala sekolah, dan sebagai siswa-siswai yang baik mereka pun nurut.

"Dan untuk tahun ini, peraih peringkat pertama, dari hasil nilai ujian nasional, diraih oleh Adryan Pradipta."
Aula semakin riuh oleh tepuk tangan. Ryan sempat shock sendiri mendengar kata-kata kepala sekolahnya itu. Ia menatap ke arah Papanya yang sekarang juga sedang menatap ke arahnya dengan bangga,

"Kepada saudara Adryan Pradipta, harap naik ke podium", semua orang kembali tepuk tangan riuh, langsung tengok kanan kiri mencari Ryan.

Ryan langsung berdiri untuk maju ke depan dan naik ke atas podium, senyumnya semkin lebar lagi ketika kepala sekolahnya menjabat tangannya.

"Kita persilahkan untuk Ryan sebagai peringkat satu untuk menyampaikan satu dua patah kata", kata kepala sekolahnya

"Oke, saya cuma mau bilang makasih buat Papa, sama mama yang saya yakin lagi lihat saya dari atas sana, buat temen-temen yang selalu nyuport dan ada saat saya butuh, buat Jessica Purinda yang senyumnya selalu bikin semangat saya nambah berkali-kali lipat, terimakasih juga buat bapak ibu guru yang udah bimbing saya, sekali lagi makasih", semuanya kembali bertepuk tangan. Ryan langsung menghampiri teman-temannya, setelah ia sibuk menerima ucapan selamat sana sini.

"Buset dah, pegel deh tangan gue", gerutu Ryan sambil menenggak sebotol aqua yang di sodorkan Jessi

"Resiko lo, Yan. Tapi gue sih enggak heran, lo emang pantes kok dapet peringkat itu",

Love Is Never Wrong [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang