(2) Has Changed

611 37 2
                                    

"Ngapain lo ngeliatin gue kayak gitu? Pake pegang tangan gue segala lagi!"
Tiba-tiba saja sebaris kalimat 'protes' melayang dari mulut Arhen.

Ryan memutar bola mata dan kesal sendiri, "Ngerusak suasana aja sih lo!" rutuknya.

Arhen terkekeh kecil sambil menoyor kepala sahabatnya, "Hih~ Sok-sokan! Suasana apaan? Lo pikir tadi romantis gitu? Hidih! Sinetron banget hidup lo!" ocehnya dengan nada mengejek, sembari bangkit dari duduknya.

Arhen mendongak memandang langit berbintang di atasnya, lalu melirik sedikit pada salah satu jendela di lantai 2. Lampu di ruangan yang terlihat di jendela sudah meti. Berarti Ray sudah tidur. Arhen menghela nafas sebelum menatap Ryan kembali untuk berpamit pulang."Gue balik yah. Ngantuk. Byee Rayen!", Gadis itu lalu melangkah meninggalkan Ryan yang hanya mengangguk dan sempat bergumam,

"Good Night."

~o0o~

Lagi-lagi dan Lagi. Devan terlambat masuk kelas. Bukan karena dia bangun kesiangan, juga bukan karena ia daritadi makan di Kantin. Tapi, kali ini karena pemuda itu sudah duduk di salah satu bangku taman belakang sejak datang ke sekolah tadi pagi. Menggambar. Ya, itulah hobi dan bakatnya. Ia suda memiliki setumpuk buku gambar yang terisi penuh oleh goresannya di Rumah. Mulai dari objek yang sederhana sampai yang rumit ada di buku-buku itu. Sayangnya ia tak pernah menunjukkannya pada siapapun. Kecuali Jose, sahabatnya.

"Van, di locker lo ada seragam enggak ? seragam gue basah nih, abis lari muterin lapangan, gue lagi enggak bawa baju ganti", ucap Jose yang baru saja menjalankan hukuman dari Pak Bandi.

"Ambil aja di tas gue",jawab Devan tanpa menatap Jose sama sekali. Pemuda itu tengah berbaring di rumput taman sekolah dengan mata terpejam. Jose hanya tersenyum, secuek-cueknya Devan, sebenarnya sahabatnya itu perhatian.

Jose melangkah dengan riang ke arah kelas untuk memeriksa tas Devan, yang tak lain dan tak bukan di samping bangkunya. Di dalam tas itu hanya ada satu buku tulis, tapi yang menarik perhatian Jose, ada sebanyak 5 buku gambar, atau sketch book di sana.

Karena penasaran, Jose mengambil salah satu buku itu. Tidak ada yang pernah tahu apa isi buku tersebut, karena Devan melarang keras orang lain untuk membukanya.

Gajadi ah.

Jose mengurungkan niatnya dan memasukkan kembali buku tersebut.

"Kenapa dibalikin?" Ternyata dari tadi Devan mengetahui dan melihat apa yang dilakukan-atau hampir dilakukan Jose.

"Ga sopan. Ga dapat izin dari lo."

Devan tersenyum kecil. "Yaudah, gue izinin deh."

"Beneran?"

Mendapat anggukan cuek dari Devan, Jose pun tersenyum lebar dan menarik kembali buku itu.

Jose tidak bisa menyembunyikan kekagumannya, saat matanya melihat ke arah halaman-halaman yang ia buka selembar demi selembar. Sebelum ini, Jose tidak pernah tahu, Devan seberbakat itu menggambar. Devan tidak pernah menunjukkan minat pada bidang apapun kecuali olahraga, seperti sepak bola dan basket.

Walaupun terlambat, Devan masih saja berjalan santai di koridor. Beberapa anak atau guru yang melihatnya lewat di depan kelas hanya geleng-geleng kepala melihat tingkahnya, ada juga yang diam tak perduli, karena ini bukan pertama kalinya, sudah sering si TUKANG ONAR itu bertingkah seenak jidat di sekolah ini.

Saat tiba di ambang pintu kelasnya, Devan melihat tak ada gurunya di dalam. Tapi sebuah tas yang ia yakini milik gurunya tergeletak di atas meja guru. Mungkin guru itu sedang ke kamar kecil, atau memenuhi panggilan mendadak, atau apalah, Devan tidak mau memikirkannya. Tanpa basa-basi, Devan langsung saja masuk ke dalam kelasnya. Sahabatnya Jose, hanya bisa menarik sebelah garis bibirnya ketika melihat akhirnya sohibnya itu datang juga. Sementara yang lain, pura-pura tidak peduli akan kedatangan Devan. Toh ada atau tidak ada seorang Devano Ray Pradipta juga tidak akan banyak pengaruh di kelas. Devan langsung melangkah ke arah bangku paling belakang, meletakkan ranselnya, lalu mengeluarkan buku gambarnya.

Love Is Never Wrong [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang