(3) First Day

537 35 0
                                    

Jam dinding sudah menunjukkan pukul setengah 9 malam. Arhen dan Ryan masih melanjutkan acara ngobrol seru mereka di ruang tengah rumah keluarga Pradipta. Sejak sore tadi--sejak mereka pulang dari Bandara setelah menjemput orang tua Arhen yang baru tiba di Indonesia, mereka terus bernostalgia tentang masa kecil mereka. Atau menyelidiki apa-apa saja perubahan mereka dari kecil sampai sekarang.

"Si Devan, kok bisa jadi kapten basket sih? Gue fikir dia cinta mati sama bola sepak? Jaman sd kan dia cuma sering mainin itu!?", kini Arhen membuka pembahasan tentang sahabat mereka yang sepertinya paling banyak berubah--Devan. Yah, walaupun orangnya tidak ada disini sekarang, tapi tidak apa kan jika ia menanyakannya pada Ryan? Ryan pasti tahu!

"Dia emang jago bola. Mainannya dari kecil bola. Tapi sekalinya SMP, selain masuk ekskul bola, dia juga masuk ekskul basket. Nah dari situ dia kenal permainan bola pantul itu.

Sebenarnya sihh, Devan bisa aja jadi kapten team sepak bola, tapi karena di sekolah gue gak ngebolehin adanya jabatan yang double-double. Yah jadi, Devan harus milih salah satu. Dan dia milih basket, soalnya katanya sahabatnya Jose lebih pantes jadi kapten bola", jelas Ryan panjang lebar. Arhen yang sejak tadi serius mendengarkan, kini manggut-manggut pertanda mengerti.

"Trus, jabatan lo di Sekolah apa?", tanya Arhen sambil memiringkan sedikit wajahnya untuk menatap Ryan.

Ryan tersenyum simpul, dan berdeham, "Ketua Osis" cetusnya bangga.

Arhena menatap Ryan dengan alis terangkat tak percaya, "Masa?! Gue gak percaya!"

"Ih? Kok gak percayaan banget lo sama gue? Ck! Besok, kalo lo mau bukti, lo ke ruang Osis deh, liat disitu di bagan struktur pengurus foto ganteng gue di kotak KETUA OSIS tauk !", ucap Ryan berapi-api berusaha meyakinkan Arhen. Gadis itu malah terkekeh

Ryan membuka mulut lagi. Melanjutkan ke-narsis-annya "Gue itu termasuk cowok paling populer di sekolah! Gue cakep, keren, ranking 1 umum--

Ucapan Ryan tiba-tiba terpotong karena interupsi Arhen, "Tunggu tunggu!", tandas gadis itu. "Lo ranking 1 umum? Trus Ray? Bukannya dari dulu lo gak bisa kalah dari dia yah? Kan dia yang selalu ranking satu! Dan lo cuma ranking 3! Yang ranking 2, siapa tuh, gue lupa, temen sd kita yang jelas.", protes Arhen. Ia masih ingat semua memori masa kecilnya, termasuk tentang sahabatnya Ray yang super pintar.

Ryan menghela nafas. "Itu dia yang gak gue ngerti, Rhen. Gue gak tau kenapa Devan tiba-tiba berubah sejak kita masuk SMP. Waktu itu lo udah gak disini kan? Iyalah, lo kan pindah dari kelas 5 semester 2." Ryan berbicara pada dirinya sendiri. Lalu ia kembali menatap Arhen serius, "Andai lo liat Rhen, kelakuan Devan mulai SMP, huh! Kayak bukan dia banget! Dia berubah jadi orang lain. Memberontak. Malas. Suka bolos. Tapi anehnya, setiap hasil pengumuman UN, nilainya selalu tertinggi. Tapi yang jelas, dia berubah deh! Bikin orang berfikiran negatif tentang dia! Kayak sekarang nih, sampe sekarang dia belum pulang kan?"

Butuh waktu beberapa detik untuk Arhen mencerna kata-kata Ryan. Sepersekian detik, gadis itu mengangguk dua kali. Meng'iya'kan pertanyaan di akhir kalimat Ryan tadi. Devan memang berubah. Sangat berubah.

Lagi-lagi Ryan menghela napasnya, dia juga sadar dengan kondisi saudaranya itu. Ia tahu, bahwa Devan yang tiba-tiba berubah pasti ada hubungannya dengan papanya. Sikap papanya yang terlalu keras pada Devan. Membuat Devan pasti tertekan dan akhirnya memberontak. Di satu sisi Ryan tahu papanya kasar pada Devan karena Devannya kadang keterlaluan, tapi di satu sisi Ryan juga tahu, kalau Devan hanya tidak suka di atur ini itu.

Tiba-tiba terdengar suara pintu yang berdecit. Ryan dan Arhen kompak menoleh ke arah pintu utama. Disana telah berdiri Devan dengan tas ranselnya yang menggantung pada punggung, namun terlihat ringan seperti tidak ada beban apapun di dalamnya. . Kedua orang ini segera berjalan menuju ke pemuda yang baru datang itu.

Love Is Never Wrong [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang