(7) Detak Jantung

352 17 0
                                    


"Eh Yan, itu bokap lo bukan?", Ryan meredakan tawanya sambil mengikuti arah pandangan Jessi--ke arah pintu masuk gedung.

"Eh iya! Mungkin bokap gue udah mau pulang. Gue deluan yah, Jes!", pamit Ryan sambil berdiri dan merapikan ujung jas nya. Jessi tersenyum sambil mengangguk,

"Bye.."

Jessi melihat Ryan yang bercakap-cakap dengan ayahnya dari jarak beberapa meter di depan sana. Lalu kedua pria itu melangkah menuju parkiran, dan Jessi mengambil kesimpulan bahwa mereka akan pulang.

Gadis ini melirik arloji hijau yang melilit tangan kirinya. Jam 10 lewat 12 menit. Hmm..berarti Mama dan Papanya pasti juga sudah ingin pulang! Jadi, Jessi berjalan memasuki gedung pertemuan kembali.

~o0o~

Saat masuk ke Gedung kembali, Jessi segera ke meja minuman dan mengambil sebuah minuman berwarna hijau--yang ia yakini adalah minuman berperisa apel dan tanpa alkohol--lalu melangkah dengan anggun menghampiri kedua orang tuanya. Mama dan papanya masih terlihat sibuk berbincang-bincang dengan beberapa orang--relasi mereka. Jadi Jessi memutuskan untuk tidak menganggu dan hanya berdiri beberapa langkah dari mereka.

"Hy.. Jes", Jessi merasa suara yang menyapa nya dari belakang itu tidak asing. Ia menoleh dan melihat seorang pemuda dengan rambut spiky-nya sedang memasang senyum lebar. Jessi mengerjap. Hei! Sedang apa cowok bodoh ini ada disini?

"Eh, kalian sejak kapan ada disini?", Jessi menoleh lagi ke arah Papanya yang bersuara.

"Nemuin Jessi di mana, Rom?", Mama Jessi ikut bertanya, dengan pertanyaan yang ditujukan pada Romi--cowok di depan Jessi.

Menghiraukan pertanyaan-pertanyaan tadi, Romi menarik lengan gadis di depannya untuk mendekat. "Kayaknya, anak om sama tante udah ngantuk nih. Aku anterin dia pulang aja yah, om, tant?"

Papa Jessi terkekeh, "Okey. Pastiin sampe apartemennya tanpa lecet yah, Rom!", guraunya. Romi menggerakkan lengannya seolah-olah hormat, "Beres"

"Night sayang", Jessi mendengar suara mamanya, tetapi Romi sudah menariknya menjauh.

"Mama papa kamu mana, Rom?", tanya Jessi sebelum mereka benar-benar meninggalkan ruangan.

"Udah pulang deluan. Dan gue tetep tinggal cuma gara-gara mereka nyuruh gue buat nyari lo!", sahutnya datar sambil tetap berjalan dan menarik lengan Jessi. Jessi hanya pasrah saja. Tuan besar ini memang selalu begini. Cenderung kasar.

BRAKK!

Jessi menutup pintu dan duduk dibagian jok samping pengemudi. Sementara Romi mulai melajukan mobilnya dan fokus ke arah jalan.

Suasana hening. Memang seperti ini. Mereka tidak akrab. Jika sedang bersama Romi, Jessi lebih suka diam. Karena selain suasana hening, biasanya mereka akan ribut. Bertengkar.

Jessi sejak tadi hanya sibuk memperhatikan jalan melalui jendela disamping kirinya. Tiba-tiba tanpa disangka-sangka Romi memotong jalur ke kiri menuju trotoar. Kemudian ia menghentikan mobilnya di bawah salah satu lampu neon besar yang menyinari disitu. Ketika ia mematikan mesin mobil, Jessi pikir Romi ingin ke toilet, tapi ketika cowok itu tidak beranjak dari kursinya, gadis ini jadi bingung. Disana terlihat sepi, hanya ada sekitar tiga mobil lain yang parkir cukup berjauhan dari mobil mereka.

"Rom, kenapa berenti?"

~o0o~

Malam ini Arhen merasa sangat bahagia. Satnite terindah. Satnite pertama yang ia habiskan bersama Devan. Apalagi ditambah sikap Devan yang mulai melunak sejak mereka makan di Cafe tadi. Hh~ akhirnya Arhen kembali mendapati sisi santai cowok itu. Bukan sisi dingin dan cuek seperti biasanya. Devan malam ini adalah Devan yang ia sukai. Yang agak cerewet dan terus membuatnya tertawa.

Love Is Never Wrong [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang