CHAPTER 17

4.9K 331 4
                                        

Hari keberangkatanku ke London pun tiba, dan jam 11 lewat 45 menit aku sudah harus take off meninggalkan Indonesia. Meninggalkan Vanno, Kaira, dan Geri.

Sekarang sudah jam 10, aku sudah berada di bandara bersama Mama, Papa baruku-Om Irfo-, Bagas, Kaira, dan Geri. Vanno lah satu-satunya yang belum datang. Padahal ia lah yang paling aku harapkan untuk datang dan memberiku semangat untuk ber-ldr dengannya dan hidup di negara yang cukup asing untukku.

"Re? Kenapa?" Tanya Kaira dengan lembut.

"Gapapa."

"Vanno, ya? Kata Geri dia udah dijalan kok, tenang aja."

"Iya, Ra. Lagian gue juga ga kenapa-napa," aku memberikan senyum terpaksa ku kepadanya.

Vanno sedang dijalan, katanya. Alhamdulillah apabila dia datang dan menemuiku untuk yang terakhir kalinya sebelum aku pindah ke London.

***

Di ujung lorong bandara terlihat seorang laki-laki yang sedang sibuk mencari sesuatu. Seseorang, mungkin. Lebih tepatnya gitu.

Ia memakai baju hitam polos yang lumayan ketat sehingga memamerkan badannya yang cukup bagus dan bisa membuat perempuan-perempuan lain meng-iler. Ia membalutkan dari pinggang sampai betisnya dengan celana jeans hitam dan memakai sepatu sneaker kesukaannya.

Ia sedang memainkan jarinya dilayar handphonenya, dan ia letakkan handphone tersebut ditelinganya.

"Dimana?"

"Liat samping kanan."

Lelaki itu menoleh ke arahku lalu berjalan kesini, tempat dimana aku berdiri.

"Itu Vanno!" Seru Geri dan mendatangi Vanno. Mereka ber-tos-an dengan gayanya yang tak kalah keren dengan remaja-remaja lain.

Pertama Vanno mendatangi Mamaku, lalu Papaku, dan setelah itu aku. Ia diam sejenak dihadapanku, sedangkan yang lain sedang sibuk mengobrol sendiri. Ia menatap mataku, aku pun menatapnya balik.

Aku harus mendongakkan kepalaku karna postur tubuhnya yang lumayan tinggi, sekitar 5-10cm berbeda denganku.

"Jangan bandel disana ya," Vanno mengusap rambutku lembut dengan tangan kanannya dan tersenyum.

"Ngga kok, ngga akan." Aku memajukan bibir bawahku, air mataku sebentar lagi akan terjatuh.

"I love you."

"I love you, too." Aku memberikan senyum termanisku kepadanya.

Vanno tersenyum padaku, senyumnya yang sengaja dipaksakan olehnya. Senyum tak rela atas kepergianku, senyum tak rela harus berldr.

"Sini," Vanno merentangkan tangannya, memintaku untuk jatuh kedalam dekapannya.

Tanpa basa basi aku langsung saja menjatuhkan diriku ke pelukannya. Zona nyamanku selama ini.

Cairan bening ini tertahan dimata. Dada ini terasa sesak, mata ini terasa perih, hati ini terasa tak rela.

Aku tidak akan bisa merasakan pelukan hangat yang ia biasa berikan, aku tidak akan bisa merasakan belaian lembutnya dikepalaku, aku tidak akan bisa melihat senyumnya secara langsung, tidak akan bisa merayakan kebersamaannya secara langsung, lagi.

Lulus sekolah, lumayan 1 tahun. Lumayan lama, bahkan sangat lama. Dan lagi, kalau Mama menyuruhku untuk kuliah disana. Akan lebih lama, sangat lama.

"Re?" Vanno menyadarkan ku dari lamunan yang tidak berguna ini dan ia pun melepas pelukannya lalu menatapku.

"Iya?"

Not Meant To Be #1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang