"mampus!!" Bella menepuk keningnya. Dia terlambat datang ke sekolah karena tadi Farhel tiba-tiba sakit, jadi dia harus merawatnya sebentar sebelum berangkat ke sekolah.Dia mau masuk lewat gerbang depan, tapi satpam berkepala botak tidak mengijinkannya masuk.
"Pak, aku boleh masuk'kan? Pasti bolehlah yakan? Cuma telat 15 menit aja, kok." Ucapnya dari luar pagar, seperti narapidana yang berada di jeruji.
Satpam itu mendelik kaget. "15 menit kamu bilang hanya 'cuma'?"
Bella mendecak kesal. Dia merogoh saku bajunya, kemudian mengeluarkan selembar uang seratus ribu. "pak, ada uang rokok, aku kasih kalau bapak mau buka gerbangnya."
Satpam berkepala botak itu mendelik sekali lagi. "Set dah bocah, masih kecil udah pande nyuap-nyuap. Enggak bisa!" Keukeuhnya.
Bella mengernyit. Biasanya jika satpam berkumis yang jaga gerbang, cara ini pasti berhasil, karna sebenarnya dia memang sering telat.
Gadis itu merogoh saku bajunya lagi. "Mungkin satu kurang, gimana kalo dua." Dia menunjukkan selembar uang yang sama lagi.
Satpam botak bernama M. Aryo cahyadi di badge namanya itu, menarik nafas kasar. "bagaimanapun, kamu tidak bisa masuk." Dia berbalik, kemudian berjalan pergi meninggalkan Bella seperti orang bego.
"WOI SATPAM BOTAK, WOI. PAK ARYO, WOI. BUKA PINTUNYA, AKU ADA ULANGAN HARIAN MATEMATIKA, WOI." Teriak Bella seperti orang gila.
Bella melirik kekanan dan kekiri, tak ada orang. "Sialan memang." Ia berbalik hendak pulang, tapi empat langkah kemudian dia berbalik lagi. "Pintu belakang. Tak bisa lewat air, apipun jadi." Dan seketika itu dia nyengir menuju belakang sekolah yang lumayan jauh jika jalan kaki.
Sumpah serarapah, caci makian yang ditujukan untuk satpam botak tadi belum juga hilang dari mulutnya. Terkadang dia tersandung batu sangking semangatnya ia mengatai Satpam botak itu.
Kalau bukan karena ulangan harian matematika sama pak Jewo, aku lebih memilih di rumah, merawat Farhel satu harian penuh.
Langkah Bella hampir berhenti ketika matanya menangkap punggung milik sosok yang sangat ia kenal. Sosok itu hanya diam sambil memandangi pagar usang yang tadinya ingin cepat-cepat dia Panjat.
Dengan ragu ia memanggil nama sosok itu. "Rayyen? Sedang apa kau disini?" Ucapnya sedikit takut-takut. Dia takut Rayyen menolak kehadirannya seperti sebelumnya.
Telinga Rayyen terusik, ia refleks membalikkan tubuh saat telinganya mendengar suara Bella. Sekarang, hal yang sangat dia takutkan terjadi, berhadapan dengan Bella sangat ia hindari.
Rayyen tak bergeming, dia tidak menjawab pertanyaan Bella tadi, dia hanya memasang wajah datar tak berniat menjawab. Tampak jelas dari sorot matanya dia terlihat terpukul. Dia terlambat karna terlalu lama mondar-mandir tidak jelas di apartnya tadi.
Bella kesal, dia sakit hati karna pertanyaannya tak di jawab. "Serasa aku angin kentut. Setidaknya, jika kau tak berniat membalas pertanyaanku, jangan tatap aku seperti itu. Kau membuatku ingi memelukmu."
Tak ada jawaban dari Rayyen. Cowo itu hanya menatap Bella diam, tanpa niat memalingkan tatapannya kearah lain. Sebenarnya, tanpa Bella ketahui, Rayyen sedang menahan dirinya. Jika satu kata saja, atau satu pergerakan kecil saja yang dibuat cowo itu, dia bisa langsung memeluk Bella. Makanya, dia akan memilih diam sampai gadis itu pergi. Sekarang, tubuh Bella benar-benar menjadi magnet.
KAMU SEDANG MEMBACA
SANDI PERAK
FantasíaBila saja mataku tidak melihatmu waktu itu, pasti kisah cintaku dengan sepupuku tak akan pernah berakhir. Bila saja aku tidak menciummu waktu itu, pasti cerita pahit tentang kita tak akan pernah terjadi. Bila saja kau jujur padaku, pasti cerita pa...