Tanpa ketukan, tanpa salam, Bella masuk ke kamar Farhel untuk melihat keadaan cowo itu. "kau sudah baikan?" Tanyanya.Farhel yang masih tergeletak lemas di tempat tidur hanya tersenyum lembut menyambut kedatangan gadis itu. "Kau baru pulang? Kau telat tiga jam dari jam pulang sekolah, darimana?" Tanyanya balik ketika melihat Bella belum mengganti seragam sekolah.
"Aku bertanya padamu dan kau bertanya balik padaku? Aku pikir itu hanya kebiasaan burukku." Ucap gadis itu sambil berjalan kearah Farhel, kemudian duduk di sisi tempat tidur, di samping cowo itu. "Aku tadi pergi sebentar, membeli beberapa buku."
Farhel meraih tangan Bella, dia menggenggam tangan itu lembut. "Aku pikir, aku tidak akan pernah lagi merasakan perhatianmu, ternyata aku salah, aku masih bisa merasakannya. Maafkan aku karna pernah berperilaku kurang ajar padamu, aku melakukan itu karena aku ingin kau mencintaiku seperti dulu lagi. Ternyata kelakuanku itu malah membuatmu tambah menjauh. Aku menyesal sekali, maafkan aku."
Bella balas tersenyum. "Waktu itu aku hanya kesal karena kau melakukan hal yang menjijikan padaku. Tapi aku tau kok, kau tetap laki-laki yang baik."
"Tapi menciumi lehermu enak juga." Farhel tersenyum simpul. Bibirnya yang pucat tidak menghilangkan senyum manisnya, ada lesung yang tetap mempertahankan senyum manis itu.
"Jangan bilang kau ingin mengulangi kelakuan burukmu lagi."
"Aku tidak akan melakukan hal bodoh itu lagi, aku kapok. Aku tidak mau kau membenciku lagi."
Bella mengangguk, kemudian ia teringat sesuatu. "Rhel, aku baru ingat, tadi kata Rawzora dia dan empat kawannya akan datang kesini untuk menjengukmu."
"Mereka baik, mau repot-repot menjenguk."
"Teman." Bella hanya mengucapkan satu kata itu.
Farhel menatap Bella, dia tampak ragu. "Bell, aku ingin mencium keningmu. Apa boleh?"
Bella ingin tertawa tapi dia menahanya. "kelakuan burukmu sekarang sudah hilang, bahkan sekarang kau minta izin dulu."
"Waktu itu, aku seperti itu karena mengikuti saran gila kawan-kawanku."
"Ya, aku tau kau pintar. Tapi kau masih payah dalam taktik merebut hati wanita." Bella teringat kata-kata taktik. Rayyen pernah mengatakan padanya bahwa dia masih payah dalam taktik melarikan diri. Mengingat seseorang yang tak bisa kau miliki, rasanya seperti... ah, entahlah, rasanya seperti ditekan ke inti bumi.
Gadis itu menunjuk keningnya. "Ciumlah disini, mungkin kau akan sembuh setelahnya."
Bibir Farher mengulum senyum sebelum ia mendaratkan bibirnya ke kening Bella. Bahkan, tak ada yang lebih bahagia dari ini pikirnya. Tapi, siapa sangka, perasaan bahagia Farhel itu tak pernah di inginkan oleh sosok yang baru saja berdiri di ambang pintu, menyaksikan cium kening yang seharusnya tak pantas itu.
"Sudah cukup." Suara wanita yang sangat mereka hapal, melenyapkan rasa bahagia Farhel yang baru saja mekar lagi di hatinya setelah sekian lama menguncup dan layu. Farhel menyudahi cium kening itu, dia hanya menatap diam sosok wanita yang memilih berdiri di ambang pintu.
"Farhel, mama pikir kalian berdua akan menyadari kesalahan yang kalian buat setelah kalian mengerti apa itu arti kekasih. Mama membiarkan kalian, mama yakin suatu saat kalian akan mengerti bahwa hubungan kalian tidaklah di perbolehkan. Tapi ternyata mama salah, kalian tidak akan pernah mengerti."
"Mama tau?" Tanya Farhel.
"Tidak tau? Orang tua mana yang tidak tau dengan sikap anaknya yang begitu mengidolakan seorang gadis. Dulu Kamu selalu menulis 'Farhel dan Bella sepasang kekasih sejati' di belakang bukumu, Kamu menulis itu di semua buku-bukumu. jadi mana mungkin mama tidak tau. Mama hanya pura-pura tidak tau, menurut mama suatu saat kalian akan mengerti. Tapi apa? Kalian tidak mengerti juga?"
KAMU SEDANG MEMBACA
SANDI PERAK
FantasyBila saja mataku tidak melihatmu waktu itu, pasti kisah cintaku dengan sepupuku tak akan pernah berakhir. Bila saja aku tidak menciummu waktu itu, pasti cerita pahit tentang kita tak akan pernah terjadi. Bila saja kau jujur padaku, pasti cerita pa...