Langit sore sedikit mendung, angin yang sepoi-sepoi, dan bunyian air sungai jernih yang mengalir dibawa jembatan, tak ada yang lebih cocok dari pada itu untuk bergalau ria di kesunyian. Sore ini Farhel berdiri di jembatan, tangan kanannya memegang sebuah buku agenda. Sedari tadi dia hanya melamun kearah bawah, memandangi kosong air sungai yang mengalir pelan.Otaknya selalu berandai-andai. Andai saja hidupnya seperti yang dia harapkan, Andai saja takdir bisa di ubah, andai dia bisa terlahir kembali, andai gadis yang diperjuangkannya ikut berjuang, pasti ini akan lebih mudah. Sepupu masih bisa menikah, keculi dia dan Bella sedarah atau satu ibu susuan.
Semua ini akan lebih mudah jika kau mempunyai keingingan kuat untuk mempertahankan semua ini, Bella. Tapi, lihatlah dirimu sekarang. Kau pasrah dengan keadaan, padahal jika kau ikut berjuang sepertiku semuanya akan lebih mudah. Kau mengingkari janjimu, janji yang kau buat. Andai waktu itu aku tidak bodoh, maka semua ini tak akan terjadi. Aku tak pernah berhenti berandai-andai karena memang itulah yang harus kulakukan, menyesali semuanya. Hati ini terlalu sakit, sangat, sangat sakit. Bahkan jika kau merasakannya aku yakin kau sudah terjun ke jurang yang terdalam. Lalu kenapa aku tidak terjun seperti itu? Jawabanya karna aku tidak mau menutup mata, sehingga tak bisa melihatmu lagi tertawa. Jika aku hanya bisa melihatmu tertawa kenapa tidak ku ambil saja. Memang, pada dasarnya hanya aku yang berjuang.
Farhel, dia terus berucap di dalam hatinya. Semuanya, semuanya membuatnya gila. Hatinya begitu jahat, tak mau mengikuti perintahnya untuk bisa melepas gadis yang masih terus menghantuinya. Bahkan setiap kali dia mengganti arah pandangnya, bayangan gadis itu muncul seperti kabut yang mengejek bahwa dia adalah lelaki lemah, kalah dengan perasaannya sendiri.
Dia memandang buku agenda tebal berwarna hitam ditangannya,
"Aku akan buang semua kenangan kita yang tertulis di buku ini, Bella. Aku akan melemparnya ke air sungai, maka buku ini akan hanyut dan hilang. Mungkin, aku akan ikut hilang jika melihatmu tak tertawa lagi. Aku sudah berusaha untuk bisa menerima kenyataan, tapi apa yang aku dapat? Aku hanya dapat sakit, sakit yang tak terlihat. Aku sudah berusaha berpura-pura di depan mu bahwa aku sudah bisa menerima kenyataan, tapi di belakang, aku seperti manusia yang tertusuk seribu pedang. Mungkin Tuhan hanya menciptakan hati ku hanya untukmu." ucap Farhel seolah-olah ada Bella yang mendengar ucapannya.Dengan gerakkan tak rela ia membuang buku agenda itu sekuat tenaga ke air sungai. Agenda itu hanyut, dan pergi bersama air Yang mengalir ke arah yang berlawanan dengannya.
Semuanya mungkin sudah selesai. Aku tak akan berjuang lagi, aku hanya akan melihatmu dibalik bayangan. Mungkin aku akan tetap berjuang, tapi hanya sedikit. Karena tak akan ada harapan lagi atas perjuangan itu.
Tak lama setelah buku itu hanyut dan tak tampak lagi, Kehadiran seseorang membuat Farhel menoleh. Seorang gadis, dengan rambut blonde yang tergerai panjang basah seluruhnya, bahkan air pun menetes dari ujung rambutnya. Pakaiannya basah kuyup, mencetak jelas lekuk tubuhnya.
"Kenapa kau buang buku ini?" gadis itu menyodorkan buku agenda tebal bersampul kulit yang ikut basah sepertinya. Walaupun basah, agenda itu masih tampak bagus karna sampulnya terbuat dari kulit asli. Hanya saja kertas-kertas nya sudah menempel satu sama lain karna air.
Farhel memandangi buku agenda dan gadis itu secara bergantian tanpa berniat mengambil buku agenda yang disodorkan padanya. Tatapannya dingin dan tidak bersahabat. Cowok itu melihat ke langit, melihat ke depan, ke kanan, ke kiri, dan kebelakang. Setelah itu dia menatap gadis itu lagi.
Siapa gadis gila ini? Cuaca sedang cerah dan tidak ada hujan. Lalu kenapa dia basah kuyup seperti habis menceburkan diri ke sungai?
Gadis itu tetap diam di posisi awal. Dia meletakkan buku agenda yang tidak mau diterima Farhel ke pelukannya. Tentu saja dia bisa membaca pikiran Farhel yang mengatakan bahwa dirinya adalah gila. Awalnya gadis itu sangat terkejut mendengar cowok yang ada di depannya ini berbicara dalam hati, mengatakan bahwa dirinya gila. Tapi setelah dia menyadari bahwa keadaan hati pria itu sangat hancur, dia memakluminya. Tapi tentu saja, baru kali ini dia deperlakukan dengan dingin oleh seorang pria.
KAMU SEDANG MEMBACA
SANDI PERAK
FantasyBila saja mataku tidak melihatmu waktu itu, pasti kisah cintaku dengan sepupuku tak akan pernah berakhir. Bila saja aku tidak menciummu waktu itu, pasti cerita pahit tentang kita tak akan pernah terjadi. Bila saja kau jujur padaku, pasti cerita pa...