ya, itu adalah dia, si cowok berbaju biru yang bersandar di tembok bata.
••••••••Bella pov's
Kehidupan seseorang memang berubah-ubah, ada yang berubah menjadi lebih baik dan ada juga yang berubah menjadi lebih buruk lagi. Aku tidak tau bahwa kehidupanku sekarang ini sudah berubah menjadi lebih baik atau malah bertambah menjadi lebih buruk lagi, aku tidak tau itu.
Rayyen? Ternyata namanya Rayyen. Hayalan ku tentangnya dulu benar terwujud. Hayalan tentang diriku yang memiliki teman sekelas sesempurna dirinya, tapi bukan berarti aku menyukainya, aku hanya selalu mengingat wajahnya sejak 2 tahun yang lalu. Aku pernah melihatnya saat aku pergi ke Jerman untuk melakukan pertandingan Hobby ku waktu itu.
Dulu saat aku masih berusia 15 tahun, aku bingung dengan ikatan yang kumiliki. Aku mencintai saudaraku sendiri karena hanya dialah yang membuatku nyaman, aku tidak pernah memikirkan laki-laki manapun kecuali Farhel, aku tau itu salah tapi aku tetap tidak peduli. Aku tidak peduli apa kata orang lain yang penting hidupku tetap berjalan, selalu tersenyum bahagia, ada yang selalu disampingku tanpa takut dia meninggalkanku.
Tetap bertahan walau kita sadar bahwa semua ini telah salah dari awal. Tetap bertahan walau suatu saat banyak yang akan memaksa kita berpisah. Tetap tidak peduli kata orang lain yang penting kita bahagia. Tetap bersungguh-sungguh akan mempertahankan semuanya apapun yang terjadi nanti. Tetap saling mencintai, menyayangi, menjaga, tidak pernah pergi, dan anggap saja hanya kita berdua yang hidup di Bumi ini. Itulah ucapanku dulu pada Farhel. Dia menganggap itu sebuah janji, dan waktu itu dia mengatakan bahwa aku telah mengotori janji itu dengan noda hitam dan menancapkan jarum-jarum yang tajam.
Aku telah mengotori janji itu, bukan hanya mengotorinya dengan tinta hitam dan jarum, bahkan aku merobeknya sangat halus dan menghamburkannya ke udara, sehingga tak ada secarik harapan yang tersisa.
Rayyen, hanya dengan melihatnya, dia dapat menyadarkanku bahwa laki-laki tak hanya satu. Karna melihatnyalah aku tersadar bahwa aku bisa memikirkan dan mengingat laki-laki selain Farhel. Sejak dua tahun yang lalu, aku baru tau bahwa aku bisa melepas Farhel jika aku berusaha.
Dulu, aku berjalan sendiri seperti orang bodoh ketika aku sengaja terlepas dari rombonganku. Tersesat? itu pasti karna aku lemah mengingat arah, tapi itu urusan belakangan. Ingin sekali aku menyapa bule-bule yang berpapasan denganku, tapi mana mungkin bisa, aku takut terlihat konyol menggunakan bahasa Jerman atau Inggris. Aku tak bisa dua bahasa itu, tapi jangan remehkan aku dalam bahasa Mandarin, Jepang, dan Belanda karna aku menguasai ketiganya.
Aku menghentikan langkahku ketika dari kejauhan aku mendapatkan pemandangan menarik. Aku melihat sosok laki-laki yang bersandar di tembok, bukan dirinya yang menarik bagiku, tapi gadis-gadis bule yang mengintip, curi-curi pandang, mengambil gambar, bahkan dengan nekat menghampirinya.
Rayyen, dialah orangnya. Kalau bukan dia siapa lagi. Mana ada manusia yang seperti dirinya, bersandar di tembok, memasukkan tangan ke saku celana, mendongak menatap langit di musim gugur, diam saja ketika banyak gadis berdatangan untuk memperhatikannya, tak memperdulikan apapun yang terjadi disekelilingnya. Dia tak peduli dengan gadis berbaju biru tua yang mondar mandir mencari perhatiannya, tak peduli si rambut blonde yang pura-pura terjatuh didepannya, tak peduli si sepatu tinggi yang pura-pura bertanya arah jalan yang benar, tak peduli si gadis cantik yang pura-pura menawarkan menu kafe baru.
Dia tidak peduli semua gadis-gadi itu, dia terus menatap langit seperti ia sedang mengadu. Bahkan aku ingin ikut mencoba dengan cara melempar kepalanya dengan botol minuman, apa mungkin dengan cara itu ia juga tak mau melihat kearahku?
KAMU SEDANG MEMBACA
SANDI PERAK
FantasyBila saja mataku tidak melihatmu waktu itu, pasti kisah cintaku dengan sepupuku tak akan pernah berakhir. Bila saja aku tidak menciummu waktu itu, pasti cerita pahit tentang kita tak akan pernah terjadi. Bila saja kau jujur padaku, pasti cerita pa...