Di penghujung hari, pinggir kota tak seramai biasanya. Derik jangkrik mendominasi serenade malam. Udara dingin menguasai suasana. Namun meski begitu, bukan berarti sistem perekonomian berhenti. Sebab bagaimanapun, orang miskin tidak boleh leha-leha kendati hari sudah malam.
Lihat saja di ujung jalan itu! Para "pengail nafkah" sedang beroperasi. Merekalah yang rela menghiasi simfoni petang, mereka pula yang menghidupkan suasana kota meski karpet hitam telah terhampar di langit. Mereka cantik. Berdada padat. Bergincu warna-warni. Berlomba-lomba menggoda siapapun yang lewat ke situ.
Merekalah para belalang malam.
Alias waria.
Tidak jauh dari makhluk-makhluk cantik nan perkasa itu, keluarlah sepasang manusia. Lelaki dan perempuan. Agaknya mereka masih belia. Mungkin SMA. Mungkin juga SMK.
"Cinta, makasih buat hari ini," kecap salah satu dari mereka. Sebut saja Pemuda Berduit. Dari ujung ke ujung, busananya memang bermerk. Berkilau. Berharga tinggi. "Aku seneng bisa jalan sama kamu."
Yang diajak bicara tersipu. Mukanya yang putih perlahan memerah, bahunya pun bergerak-gerak genit. Ia semakin kelihatan manis dengan rambut panjangnya yang dibelai angin malam.
"Cinta," Pemuda Berduit memanggilnya. "Boleh aku minta sesuatu?"
Cinta tidak langsung menjawab. Ia menengok ke beberapa arah. Seakan mencari sesuatu. Atau mungkin memastikan keadaan.
"Aku mau ini." Pemuda Berduit menunjuk-nunjuk bibir.
"Apa maksudnya?" Cinta berlagak polos.
"Cium, Cin. Bibir ketemu bibir."
Cinta belum bereaksi. Lagi-lagi ia menengok ke beberapa arah.
"Boleh, kan?" desak Pemuda Berduit.
"Boleh. Tapi di pipi saja, ya?"
"Kenapa nggak bibir?"
"Kita masih SMA, Vick," jawab Cinta. "Negara kita sudah amuradul gara-gara ulah kids jaman now. Kamu nggak mau jadi bagian dari para perusak bangsa, kan?"
Pemuda Berduit agak kecewa. Padahal bibir Cinta begitu ranum dan menggiurkan. Lebih-lebih dengan gincunya yang merah basah. Kalau dijilat pasti ... aih!
"Vick, kenapa malah diam?"
Pemuda Berduit mengurai senyum bulan sabit lalu berkata, "Okelah. Cium yang kanan lalu yang kiri, ya?"
"Sip." Cinta mengacungkan jempol. "Tutup mata kamu, Vicki Ganteng!"
Pemuda Berduit alias Vicki merasa terbang ke langit ke tujuh. Akhirnya! Ada juga gadis yang bilang dirinya ganteng tanpa perlu dibayar! Meski ia baru bertemu Cinta tadi sore, ia yakin pergaulan media sosial tidak selalu salah.
Pepatah terbaru mengatakan: kejujuran dimulai dari foto profil. Dan Vicki berhasil membuktikan hal tersebut. Gadis itu adalah Tulip Cinta Lestari, si cantik yang ia kenal tiga minggu yang lalu melalui media sosial. Awalnya Vicki dan Cinta hanya berstatus sebagai sesama fans anime di forum daring. Mereka sempat balas komentar beberapa kali. Ketika menyadari foto profil Cinta selalu berubah gaya (meski orang sama), Vicki mulai tertarik. Rambut hitam sepunggung, badan kurus dengan potongan dress, dan senyum halus menggetarkan dada, semua itu membuatnya tak ragu untuk mengirim permintaan pertemanan.
Dan sulit dipercaya! Dua jam kemudian Cinta mengkonfirmasi, bahkan mengirim pesan bertuliskan : Thanks for add :)
Vicki pun menjawab : sama-sama, Cecan :*
Dan Cinta membalas lagi : Cecan apaan, ya? Hehehe.
Cewek cantik, Say. Begitu respons Vicki setelahnya.
Dan seperti itulah segalanya dimulai. Mereka mulai berhubungan. Saling sapa, saling kirim nomor HP. Makin lama, makin intens, dan makin intim. Hingga akhirnya, diputuskanlah keduanya untuk bertemu.
Cinta datang jam empat sore. Enam puluh menit lebih ngaret dari janjian. Awalnya Vicki kira, teman daringnya ini akun palsu. Namun ketika ia hendak pulang, sosok dengan dress merah muda, berambut hitam sedada, ber-make-up natural, dan beralas stiletto merah itu benar-benar muncul. Cinta bukan akun palsu!
"Jangan dibuka sebelum aku selesai, ya."
Vicki mengangguk dengan mata tertutup. Tidak sampai lima detik, ia pun merasakan sesuatu hinggap di pipi kanan. Lembut. Lembab. Dan membuat hormon nakalnya naik. Ah, nikmatnya!
Lagi, sentuhan serupa mampir di pipi. Kali ini Vicki nikmatinya sambil membayangkan sesuatu yang nista. Cinta yang semampai, berkulit mulus, dan di bawah selimut. Oh, astaga! Astaga! Astaga!
"Jangan tutup mata dulu, ya."
"Kenapa?" tanya Vicki senyum-senyum.
"Pokoknya jangan, ya, Ganteng."
Vicki mengangguk. Dengan sabar ia menanti. Cinta lihai memperingatkan dengan kata-kata, juga usapan di pipi. Hingga sekian menit berlalu, Cinta mengizinkan.
"Selesai."
Lelaki yang baru terbang ke negeri kayangan ini membuka mata. "Makasih, Cinta."
Vicki merasa puas sebab misinya terpenuhi. Sekarang ia harus pergi. Sebelum dunia tahu kalau dirinya yang merupakan calon ketua OSIS tak lebih dari sampah. Yakni, playboy yang hobi menyentuh wanita.
"Besok-besok, kita ketemu lagi, ya." Ia mengelus dagu Cinta. "Eh?"
"Kenapa?"
Dagu cinta tidak mulus. Seperti ada bekas rambut. Janggutkah?
"Ah, nggak apa-apa." Vicki memang tak peduli. Ia sudah dapatkan yang ia mau. "Nah, aku pulang sekarang, ya. Sekali lagi makasih banget atas hari ini."
Mereka berpisah. Vicki dengan senyum jahatnya semakin menjauh, sementara Cinta dengan senyum polos tetap berdiri.
Lalu, tiba-tiba saja suasana berubah.
Dari ujung jalan kegaduhan tejadi. Cinta lantas menoleh ke sana. Oh, tidak! Ada operasi penangkapan waria! Bisa gawat kalau ia ikut ditangkap gara-gara ada di sini.
Cinta berlari semampunya. Dengan stiletto berhak lima senti tentu bukan hal mudah. Meski ia merasa sudah berlari jauh, tetap saja ia terkejar. Para lelaki gemulai mulai menyusulnya. Itu artinya ia harus panik, terlebih karena sirine semakin terdengar jelas.
"Hey, jangan lari! Berhenti di situ!"
Bruuakk! Sungguh malang nasib Cinta. Baru berlari seratus meter, ia malah terjatuh. Lututnya terluka, hak pada stilettonya pun patah. Oh, apa yang harus ia lakukan? Petugas melancarkan serangan dengan jumlah pasukan yang bertambah, sementara ia masih terseok-seok.
Cinta nyaris menyerah ketika tinggal dirinya dan tiga waria yang belum tertangkap. Oh, malang sekali! Haruskah ia berhenti sekarang?
"Davan!" sahut seseorang sambil menghentikan motor di sebelah Cinta. "Cepet naik!"
Davan alias Cinta langsung melompat ke atas jok. "Hhh... hhhaah... kenapa baru datang, sih?" gerutunya sambil terengah-engah. "Nyaris ketangkep satpol PP, nih!"
"Iya, maaf. Abang ojeknya agak susah dirayu waktu minjemin motor."
Davan masih terengah. Sambil melepas wig ia melanjutkan omelannya, "Demi apapun, misi kayak gini adalah yang terakhir! Besok-besok suruh Brianda aja kalau masalah nyamar-menyamar."
-bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Underground Rascal
ActionIngin hukum musuhmu tapi tak punya kekuatan? Jangan risau! Segeralah : 1. Buka website kami. 2. Tulis apa saja ulahnya. 3. Transfer dananya. 4. Nikmati kehancuran dia! Tertanda. Underground Rascal.