Kulminasi

6.1K 1.4K 211
                                    

Steve ditemukan tak sadarkan diri setelah menenggak cairan pembersih lantai. Orang pertama yang menemukan adalah pembantunya. Awalnya, wanita berdaster itu tidak curigasaat majikannya tak keluar dari kamar seharian. Barulah ketika waktu merangkak ke malam hari, ia mulai cemas. Lantas dengan modal nekat, ia pun masuk ke kamar Steve.

Dan betapa terkejutnya ia ketika menemukan Steve tergolek tak berdaya di lantai. Mukanya telah pias, mulutnya mengeluarkan busa, dan tubuhnya kaku. Sontak sang pembantu berteriak histeris. Beruntung saat itu ayah Steve baru pulang, sehingga Steve bisa dilarikan ke rumah sakit secepatnya.

Ketika menunggu di depan IGD, ayah Steve kelihatan begitu hancur. Mukanya kuyu, dadanya berdebar gila, dan lisannya tak henti memanjatkan doa. Tolong selamatkan Steve, Tuhan. Hamba mohon. Berikan hamba kesempatan untuk memperbaiki kesalahan .

Ia memang merasa bersalah pada Steve. Apalagi dua tahun terakhir ini hubungan anak-bapak ini amat merenggang. Steve lebih suka kelayapan dibanding diam di rumah. Begitupun juga sang ayah.

"Kasihan Den Steve, Tuan. Akhir-akhir ini semangat sekolahnya menurun," begitu kata pembantunya beberapa hari yang lalu. Saat itu ayah Steve terlalu pandir. Ia menganggap semangat sekolah Steve yang menurun adalah gara-gara ujian. Bukan karena penindasan.

Ayah Steve tak pernah tahu kalau anaknya tertekan oleh penindasan di sekolah. Bukan saja pelecehan verbal, beberapa siswa pun sering mengerjai dengan serangan fisik. Entah itu menendang bola ke mukanya, menaruh sesuatu yang berbau busuk di lokernya, bahkan membuat lelucon di tengah keramaian soal ibunya yang HIV.

Dan Steve tak tahan lagi. Ia tak bisa melampiaskan perasaannya pada siapapun. Ayahnya jarang di rumah, saudara ia tak punya, sahabat sudah kabur entah ke mana, pembantu sibuk di dapur, sementara kalau mengadu pada ibunya, tentulah bukan pilihan. Bisa-bisa ibunya sedih dan sakit hati.

Kalau ditanya apa yang paling tak mau dilakukan Steve, maka hal itu adalah menyakiti hati ibunya. Jadi dengan segebung penderitaan di pundaknya Steve pun nekat.

"Kamu kenapa, Nak?" bisik ayahnya ketika Steve berhasil ditangani. Meski belum sadarkan diri, paling tidak gerbang maut Steve bisa kembali ditutup untuk beberapa waktu. "Maafin Ayah ya, Sayang. Tolong cepat bangun. Ayah kangen."

Ayah Steve menuduhkan semua kekacauan ini kepada dirinya sendiri. Menurut logikanya, Steve mengalami depresi karena sang ayah. Ayah yang tidak setia. Ayah yang tega meninggalkan istri di saat wanita itu butuh sokongan. Ayah yang cintanya berharga murah.

Sekarang barulah ayah Steve menyesal. Ketika malaikat maut hendak merenggut anak lelakinya, ia seperti disadarkan dari tidur panjang.

Oh, Tuhan. Maafkan hamba. Itu kalimat pertama yang dipanjatkan ayah Steve di dalam doanya. Setelah sekian lama menjauhi Sang Pencipta, akhirnya ia bisa kembali ke hadapan-Nya. Memohon. Merintih. Merendah. Dan mengadukan segala yang mendesak dada.

Bayangan Steve yang pucat pasi semakin membuat air matanya mengucur deras. Jika boleh bernego, ia rela bertukar tempat. Biar dirinya saja yang ada di rumah sakit. Jangan Steve, buah hatinya.

*
*
*

Waktu beranjak ke beberapa hari berikutnya. Steve masih tak sadarkan diri dan gosip pun menyebar. Dari sekian orang yang merasa iba, Underground Rascal-lah yang paling ketar-ketir. Terutama ketika beberapa hari terakhir mereka diteror oleh salah satu akun.

Kalian puas, Uderground Rascal? begitu isi private message yang masuk. Pengirimnya selalu sama. Si Anonymous214, akun yang dulu sempat berkomentar soal inisial Underground Rascal.

Begitu Steve siuman, kalian akan tamat! Kelakuan kalian udah gue screen shot.

Underground RascalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang